CHAPTER 16


"A-apa ini? Kaupunya ini?" gagapku.

"Video yang kautemukan di Arsip Nasional, sebenarnya ada dua. Itu yang kedua. Aku sengaja memisahkannya, untuk melenyapkan bukti ...," ujar Rusya tenang. Aku kembali terkejut.

Dua video. Ada dua video di dalam SD Card itu!

"Jadi ... ada dua video!?" tanyaku memastikan.

"Oh, yang kalian ketahui hanya satu, tetapi aku sengaja menyembunyikan yang kedua. Thomas Germain terlihat berbeda di video ini, simak baik-baik. Kau disebut-sebut di sini. Aku juga terkejut, ketika ia telah menyiapkan rencana dengan sungguh matang," Rusya mendekat selangkah, memperlihatkan video itu kepadaku.

"Bagaimana bisa ada di kau!?" tanyaku geram.

"Oh ... tentu saja aku tahu!" ucap Rusya dengan sombongnya. Video itu diputar. Di sana terdapat Thomas Germain yang sedang duduk di kursi dengan latar yang cukup gelap, seperti video yang pertama. Namun, kali ini ekspresinya tampak berubah.

"Siapa pun, dengarkan aku baik-baik. Ketika nyawa kalian di ujung tanduk, kalian akan menyadari, kalau kalian sudah ditipu mentah-mentah!" ujar Thomas dari video tersebut. Wajahnya terlihat lebih serius dan lebih cemas daripada yang ada di video pertama. Satu hal yang dapat kuasumsikan adalah, Rusya mencuri video yang kedua untuk menyembunyikan sesuatu yang menyangkut dirinya.

*****

Beginilah isi dari video itu. Aku merangkum kata-kata dari seorang Thomas Germain.

Siapa pun yang percaya dengan omongan seorang yang bernama Rusya Annastasya, dia telah tertipu mentah-mentah. Aku bahkan telah tertipu mentah-mentah. Mungkin seluruh orang yang pernah berinteraksi dengannya telah ditipu mentah-mentah. Kaupikir ini adalah sesuatu yang terlihat nyata? Jangan bodoh! Itu hanya lelucon. Sayangnya, aku baru menyadari hal ini ketika semuanya sudah terlambat. Begitu aku tahu semuanya, aku tertawa hampir semalaman seperti orang yang gila!

Mari kita bicarakan ini dari awal. Kedua orangtuaku mati secara misterius dalam waktu yang hampir bersamaan. Aku memutuskan untuk tinggal di Hereford, ketika Marwan Zubaeydi memintaku untuk ke Indonesia. Pada waktu itu, Marwan menceritakanku mengenai kisah lama Kesatria Masa dan Anak Kuasa. Orangtuaku terlibat dalam hal ini. Tentu saja aku ikut, membalas dendam kepada orang-orang yang telah membunuh orangtuaku. Aku diperkenalkan tentang cerita, sejarah, dan seluk beluk hal mengenai dua pertempuran kuno sejak jaman Kerajaan Kediri itu.

Kami bertempur habis-habisan, membasmi Anak Kuasa, hingga ke akar-akarnya. Namun, kami sadar, kalau Kesatria Masa juga telah dalam batasannya. Hingga pada suatu hari, aku ditempatkan di salah satu sekolah, sebagai tempat persembunyian. Apa yang aku kerjakan di situ? Mengaji Serat Terakhir Jayabaya. Sekilas, cerita tersebut adalah guyonan belaka, bahkan mengenai kutukan yang disematkan jika menyatukan seluruh bagian serat. Namun, seperti yang kukatakan. Sekilas, cerita tersebut adalah guyonan belaka. Memang benar. Setelah hampir lima tahun aku meneliti mengenai itu, aku baru menyadari, betapa mengerikannya sebuah organisasi rahasia yang bergerak di balik bayang-bayang.

Tidak pernah ada yang namanya Kesatria Masa dan Anak Kuasa. Semua itu adalah cerita dongeng yang tersusun rapi dan indah, dipadukan dengan klenik yang luar biasa tinggi, serta kepercayaan orang-orang yang begitu tinggi terhadap sejarah kuno. Semua itu terungkap setelah aku mencoba membawa Serat Terakhir Jayabaya untuk diperiksa di Paris, Perancis.

Empat belas pakar dokumen kuno dari Eropa mengatakan hal yang membuatku terkejut. Serat Terakhir Jayabaya itu ditulis pada tahun 1973, berdasarkan penelitian dari umur kertas dan umur tinta yang digunakan, tes ultraviolet, dan tes perbandingan dengan catatan kuno, yang bahkan umurnya jauh lebih muda dari Kitab Babad Tanah Jawi. Aku berusaha mencari ada apa di balik semua itu. Hingga pada akhirnya, aku mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

Pada tahun 1973, sekelompok orang di era pemerintahan Soeharto membentuk sebuah organisasi rahasia, dengan tujuan untuk merebut kekuasaan. Mereka adalah orang-orang yang paling berambisi untuk menguasai negara, bersatu, membuat sebuah rencana. Sebagai langkah awal, mereka membentuk sebuah dongeng mengenai Serat Terakhir Jayabaya dan Kesatria Masa. Menciptakan sebuah konspirasi berupa pemalsuan cerita sejarah secara besar-besaran. Aku menyebutnya 'Kebohongan Besar'. Kesatria Masa dan Anak Kuasa di adu domba, mengakibatkan tewasnya kedua orangtuaku, berperang dengan skenario yang telah ditentukan oleh organisasi rahasia itu. Bahkan, baik Marwan maupun aku sama-sama tidak menyadari dan mengikuti arus skenario mereka.

Di usia tujuh tahun, Anya—nama asli Rusya—dibawa oleh sekelompok pria berjas hitam dan berbahasa asing dengan dalih untuk kepentingan Kesatria Masa. Aku tidak pernah bertemu dengan Anya lagi, waktu itu. Aku ditugaskan seperti yang kuceritakan di awal. Setelah aku memecahkan isi dari Serat Terakhir Jayabaya yang palsu itu, aku menemukan hal yang mengerikan, seperti 'efek plasebo' kutukan Surat Terakhir Jayabaya. Sebuah cetak biru sebuah sistem untuk mengendalikan pemerintahan, terpusat pada satu perangkat mesin canggih.

Suatu ketika aku bertemu dengan Rusya kembali, dia tampak jauh berbeda daripada terakhir kali aku bertemu. Kepribadiannya sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. Lebih dingin, lebih pendiam, lebih pintar, dengan imajinasi yang berlebihan. Ia diinstruksikan untuk membantuku membuat sebuah alat canggih yang dapat terintegrasi ke sistem mana pun di negara ini, bebas akses. Aku akhirnya membuat itu, bersama dengan rekan—atau musuhku—yang bernama Marunda Jati. Organisasi itu jelas-jelas memiliki satu tujuan. Mereka berencana menguasai Indonesia, melalui perang dua persaudaraan kuno dan melalui Rusya. Aku berasumsi, Rusya mendapatkan sedikit 'cuci otak' yang tersusun rapi oleh organisasi.

Organisasi yang menginginkan hal seperti itu bernama Komite Khas. Proyek yang mereka jalankan hingga sekarang, dinamakan Proyek Panopticon. Di ambil dari nama sebuah desain arsitektur penjara yang digagas oleh Jeremy Bentham. Mengetahui dan menguasai berbagai hal dari satu titik. Mengetahui rahasia orang adalah kekuatan yang mengerikan.

Lalu, mereka memulai proyek tahap dua, Pembantaian SMA Harman Sastranegara. Propaganda dan terorisme. Aku yang terjebak dalam skenario Komite Khas, yang digagas oleh Rusya. Dimulai dari kematian dua orang anak dan istriku, lalu membuatku sebagai otak utama kejahatan itu. Aku memutuskan untuk berharap pada satu orang, yaitu seseorang bernama Rimba Eka Putra. Orang yang tidak ada hubungannya dengan semua ini.

Aku membantunya untuk 'mengobrak-abrik rencana dari Komite Khas. Membunuh Marunda Jati di saat terakhir juga tujuanku, karena dia adalah orang Komite Khas. Sepertinya Rusya juga tahu rencanaku, sehingga aku harus lumpuhkan dia. Aku membuat Rimba adalah orang yang berjasa mengagalkan pembantaian itu. Aku berpura-pura bunuh diri, keluar dari gedung yang terbakar itu dari atap lalu pergi menghilang. Kusogok petugas forensik yang memeriksa jasad di Gedung Induk, lalu lahirlah cerita: Thomas Germain telah mati.

Aku menanamkan Rimba pada skenario yang telah dibuat Rusya, dengan tujuan menjegal rencana Komite Khas di suatu waktu. Aku menyerahkan ponsel pintar yang berisi aplikasi itu kepada seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan Rimba, yaitu Vido Immadudin. Aku memberikan beberapa instruksi tambahan untuknya di ponsel itu. Hal itu untuk 'menyuruh' Vido agar menyempurnakan ponsel pintar tersebut, membuat sebuah agenku sendiri bernama Shadow Anonymous untuk menghentikan rencana Komite Khas.

Waktuku tidak banyak. Marwan, yang sama curiganya dengan diriku, akan terancam malam ini. Aku tidak tahu apa yang akan Komite Khas lakukan, tetapi mereka berharap dari sosok Rusya. Aku akan mencoba menghentikan Rusya sebelum terlambat, malam ini. Aku pikir mungkin ini adalah video terakhir.

Rimba Eka Putra, jika kau menemukan video ini, aku mohon satu hal. Jangan pernah percaya dengan Rusya Annastaya. Dia bukanlah Anya yang kukenal. Dia adalah Komite Khas. Ah, tidak, dia adalah iblis yang lebih mengerikan daripada seorang penguasa tiran Orde Baru selama tiga puluh tahun lamanya. Dua belas orang Komite Khas sudah kubunuh secara klandenstin. Sisanya, tinggal jalang kecil satu orang itu. Dia adalah perempuan yang paling berbahaya, saat ini. Dialah yang menguasai cerita saat ini.

Semoga berhasil.

*****

"Biar kutebak, Thomas kau bunuh, 'kan?" tuduhku pada Rusya. Rusya hanya tersenyum sinis, lebih sinis daripada sebelumnya. Kini yang kuhadapi adalah 'wujud' asli Rusya, sang penguasa Komite Khas, penggagas Proyek Panopticon, iblis yang turun ke bumi untuk mengobrak-abrik sesukanya.

"Akhirnya benar-benar tragis. Ketika aku mencoba untuk melakukan sesuatu malam itu, ia keburu melakukan intervensi. Dia sendiri yang menanggung risikonya," jelas Rusya.

"Kau membunuh ayahmu sendiri, dengan Komite Khas. Melalui tangan seorang Charles Marute. Melalui Du Luoyac lebih tepatnya ...." Aku kembali melancarkan tuduhan pada Rusya.

"Hebat sekali, kau dapat menebaknya. Aku tidak bisa biarkan ibuku tahu, jadi aku menggunakan tangan orang lain. Thomas Germain yang terlambat menyadari itu, juga telah dibereskan tidak jauh dari rumahku. Kau tidak aakn pernah menemukan jasadnya. Ia sudah dihapus dari muka bumi ini," ungkap Rusya melanjutkan penjelasannya.

"Berarti, bahkan seorang Jaya Wikramawardhana hanyalah seorang presiden boneka yang kau kendalikan?" Aku mengernyitkan dahi.

"Benar sekali," jawab Rusya sekilas.

"Lalu, kau juga bunuh Charles Marute pada akhirnya."

"Dia hanya pengganggu. Mudah sekali memanfaatkannya."

"Begitu ... sebuah taktik cerdik untuk seorang penguasa tunggal Komite Khas, eh?" cibirku.

"Kau tidak tahu betapa menderitanya harus berpura-pura seperti ini? Aku tidak ingin hidupku dilingkupi kebohongan. Nyatanya, aku sendiri malah harus hidup dengan kebohongan. Sekilas, ketika aku bertemu denganmu, kuharap kau dapat mengeluarkanku dari lingkaran setan itu. Namun, sepertinya kau tidak mengerti ...," sesal Rusya.

"Aku memang tidak mengerti. Kau hanya perempuan dengan pikiran sempit seperti anak kecil, yang ingin bermain bersama temannya, 'kan?" dugaku.

"Diam! Kau tidak mengerti! Kau tidak mengerti, Rimba! Kau tidak mengerti!" Bentak Rusya. Kulihat dia menangis.

Sudah kuduga

"Apa itu pura-pura?" tanyaku. Aku bangkit menahan luka yang mengucur di lenganku. Rasa sakit yang menjadi-jadi mulai menyeruak dari luka yang menganga di lenganku.

"Bodoh ...," geram Rusya. Aku hanya mendengus pelan melihat betapa rapuhnya seorang perempuan yang tidak pernah mendapatkan perhatian dari manusia lain. Thomas Germain benar adanya dengan gadis yang pernah ia temui semasa hidupnya, telah berubah menjadi seorang ratu drama, seorang ratu salju kegelapan yang dapat membekukan apa pun di sekitarnya. Obsesi yang sangat berlebih, membuatnya ingin diperhatikan bagi orang-orang yang dekat dengannya. Aku, adalah salah satunya.

"Kalau kau hanya ingin bermain-main untuk dirimu sendiri, lalu bagimu, apa dunia ini untukmu? Apa rencanamu hanya untuk sesuatu ... yang dapat diraih tanpa harus menghancurkan duniamu sendiri ...." Aku mencoba memprovokasinya. Sudah tiada lagi rasa kasihan atau simpati dariku. Orang yang ada di depanku sekarang, bukanlah orang yang kukenal. Rusya berang, tangisnya berubah seperti anak kecil yang ngambek karena permennya diambil.

"Diam! Diam! Diam!"

"Perempuan yang kukenal selama lebih dari sembilan tahun, yang selalu menyembunyikan perasaannya padaku, yang selalu ingin bersamaku ... ternyata hanyalah sebuah kebohongan ...," ujarku datar.

"Diaam!" teriak Rusya.

"Rusya Annastasya ...," panggilku. Rusya semakin gelap mata, ia mencoba membidikku dengan senjata anti-materiil-nya, tetapi ia terlalu dekat untuk menembakkan senjata itu. Aku menangkis todongannnya dengan cepat, sehingga senjata itu terlempar.

"Aku akan bunuh kau sekarang! Pergilah kau dari hadapanku!"

Dor!

Aku salah langkah.

Sesuatu yang panas dan rasa sakit yang luar biasa menyeruak dari bahuku yang cedera. Dia tahu titik kelemahanku. Itu kejutan yang cukup menyenangkan, ketika ia menembakkan Walter PPK ke bahuku. Aku terjengkang ke belakang. Kini rasa sakitnya lebih dahsyat, ketika tulang bahuku terasa remuk. Sepertinya aku tidak dapat menggerakkan tangan kananku.

Rusya mendekat, ia menodongkan senjatanya tepat di dahiku.

"Tidak ada lagi ... kebahagiaan sekarang ...," desirnya suram.

Rimba, lakukan!

Suara di dalam pikiranku meraung.

Rimba, lakukan!

Lagi.

"Aku akan membuat kembali Rimba-ku yang lain ...." Rusya masih menahan pelatuknya.

Dia sudah tidak waras.

Penipu. Pembohong besar. Waham kebesaran yang menelannya merubah dia menjadi sosok egois terbesar se-jagad raya

Aku merogoh kantung di celana kiriku. Satu kesempatan terakhir ada di situ.

"Kau akan mati ...." Dia masih bergeming.

Lakukan, Rimba!

Suara-suara orang yang telah mati seakan meneriakiku dari alam sana.

Rimba ... akan kembali, 'kan?

Suara seorang gadis. Aku tidak tahu, tetapi aku merasa mengenalnya. Tunggu. Aku pernah mendengarnya, aku merasa mengenalinya. Namun, aku tidak tahu siapa itu.

Sekarang!

Aku menepis pistol itu, sepersekian detik ketika pistol itu meletus ke arah tembok. Dengan cepat kuambil pisau di celana kiriku, lalu kuhunjamkan menyamping, tepat di leher Rusya. Kudorong Rusya hingga wanita itu terkapar di sampingku. Ia tercekik. Matanya membelalak. Dari samping lehernya keluar darah merembes dari tusukanku. Pisau itu masih tertancap di leher Rusya.

Selesai.

Sudah selesai.

"Rimba ...," bisik Rusya, "lakukan ...."

"Kau ... yang ... ter ... baik ...."

Aku menatap wanita yang akan mati itu. Tersengal-sengal kehilangan napas.

"Ter-ima ... ka .. sih ...."

Kupejamkan mata. Kutarik pisau itu sekuat mungkin, membelah leher wanita itu. Aku menuntaskan kematian Rusya Annastasya, hari itu.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top