Chapter 21
Raw Motion Club menghubungi Lance lagi beberapa hari kemudian dan mereka sudah menjadwalkan pertemuan Memaze berikutnya. Pertemuan itu masih tiga minggu lagi, namun sampai saat itu Memaze harus sudah memiliki seorang manajer tetap. Lance mendiskusikan masalah ini lewat telepon kepada Sam, dan ditilik dari nada suaranya, dia sudah benar-benar putus asa.
"Kami nggak bisa mengharapkan orang lain yang mengenal kami sebaik kau, Sam." katanya memelas.
Ingin sekali rasanya Sam mengiyakan saja masalah tawaran-jadi-manajer ini, tapi hanya sehari yang lalu Mrs. Midden kembali memanggilnya ke kantor dan menyampaikan kabar yang nyaris membuatnya terjengkang dari kursi.
Ivy sudah mengabulkan permohonan beasiswa Sam. Namun berhubung dirinya masih duduk di kelas sebelas, permohonan itu hanya akan disahkan setelah Sam duduk di kelas dua belas dan berhasil masuk peringkat tiga besar dalam ujian SAT-nya. Untuk memperoleh nilai dengan total setinggi itu dapat diibaratkan dengan menelan berjilid-jilid kumpulan contoh soal SAT pemberian Mrs. Midden dan—paling tidak—berusaha melahap seluruh materi semester depan sebelum liburan musim panasnya berakhir. Yang mana membuat kemungkinan Sam menjadi manajer Memaze menjadi semakin mustahil.
"Masih ada Colin..." Sam menyarankan.
"Anak itu jelas-jelas sudah bilang ingin mundur dari ini."
"Tapi kau kan sudah menyelesaikan 'masalah internal'mu dengan Bill. Berarti nggak ada alasan lagi buat Colin untuk mundur."
"Yeah, tapi tetap saja. Rasanya anak itu sudah kehilangan kepercayaan kepada kami. Kecuali... jika seseorang bisa memberitahunya bahwa masalah kami sudah lurus. Sekaligus membujuknya untuk kembali mempertimbangkan tawaran kami."
Sam tercekat. Sudah berhari-hari Sam belum mengobrol lagi dengan Colin sejak... yah, sejak kejadian-brokoli-keju itu. Kontak yang terjadi antara mereka hanya sebatas saling bertegur sapa di sekolah, terkadang jika berpapasan di jalanan depan rumahnya, dan itu pun selalu diiringi suasana canggung setengah mati. Jadi, membayangkan dirinya mengetuk pintu rumah Colin dan berupaya membujuknya menjadi manajer rasanya nyaris menggelikan, bila bertemu pandang saja rasanya sudah membuat jantung Sam serasa dipelintir.
Namun bagaimanapun, Sam akhirnya berjanji pada Lance untuk mengusahakan hal itu.
Ngomong-ngomong, belum selesai masalah janji-membujuk-Colin ini, Sam masih harus menepati janji menonton konser dengan Bill.
The Zoner berpenampilan luar biasa malam itu. Penonton diguncang dan dibuat terpana tanpa harus menggunakan pertunjukan laser yang berlebihan atau trik-trik panggung yang heboh. Cukup dengan suara si vokalis karismatik dan lagu yang memang enak-enak.
Bill kelihatan bersemangat sekali. Konser sudah berjalan kira-kira nyaris sejam dan Bill bisa dibilang hapal seluruh lagu. Sam sih senang-senang saja, lagipula jarang-jarang dia bisa mendapatkan tatapan iri dari cewek-cewek yang berdiri mengantre di dekatnya di pintu masuk tadi. Pergi ke konser band rock bersama Bill dapat diibaratkan dengan pergi bersama prototipe sempurna bintang rock itu sendiri.
Tapi tetap saja, seluruh euforia ini tidak akan menyurutkan niat Sam untuk menjalankan misinya. Dan meluruskan beberapa hal. Nampaknya begitu pula yang dipikirkan Bill ketika mereka sudah keluar dari gedung pertunjukan dan sudah berada di tempat mereka memarkir motor. Bill sudah hendak memakai helm, namun urung.
"Sammy." katanya pelan.
Sam menunggu.
"Aku...eh, ada yang ingin kubicarakan denganmu." katanya lagi, seraya menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinganya dengan gugup, "Saat aku menciummu waktu itu, aku... nggak merasakan perasaan itu. Kau tahu, sebagai seorang cowok terhadap cewek. Aku setengah mati berharap perasaan semacam itu muncul, tapi... itu nggak terjadi."
Sam hanya diam. Memang inilah yang diinginkannya, kebenaran pahit yang mengalir langsung dari mulut Bill.
"Aku tahu betapa brengseknya melakukan itu tanpa mempertimbangkan perasaanmu. Dan Lance menghajarku karena itu..." cowok itu tertawa hambar seraya menunjuk bekas lebam biru yang masih tampak samar di sudut bibirnya.
Serombongan fans fanatik The Zoner lewat dengan berisik.
"Aku menangis waktu itu," Bill melanjutkan, wajahnya semakin terlihat tirus akibat cahaya lampu tempat parkir, "...karena aku putus asa. Aku nggak tahan lagi terhadap hubunganku dengan ayahku. Aku juga nggak ingin membuatmu kecewa. Aku harus... membuktikan diri."
Mata cokelat-teh Bill berubah sayu seiring dengan kata-kata yang diucapkannya.
"Yah." kata Sam akhirnya, setelah diam cukup lama. Dia heran sendiri suaranya tidak terdengar gentar atau apa. "Cukup melegakan mendengar semua itu langsung darimu."
Bill tampak kaget. Sam memutuskan untuk bersikap terus terang seperti cowok itu.
"Apa kau masih membenci dirimu sendiri?" tanya Sam tanpa tedeng aling-aling.
Tidak ada tanggapan. Bill diam saja.
"Karena jika kau nggak benci dirimu, maka kau juga nggak akan repot-repot berusaha menyukaiku, dan menciumku segala. Kau juga nggak akan merasa perlu membuktikan dirimu di hadapan ayahmu. Kau nggak perlu berusaha membuktikan apapun pada siapapun." lanjut Sam.
Bill menatap ujung sepatunya, rahangnya mengeras.
"Sulit rasanya menghilangkan rasa benci terhadap diriku sendiri, Sam."
Pengakuan Bill seolah meruntuhkan sikap sok galak yang sedang berusaha dibangun Sam. Dia menghampiri cowok itu dan memeluknya. Awalnya Bill hanya berdiri kaku, kemudian pertahanannya juga akhirnya runtuh dan Bill balas memeluknya. Tangis Sam pecah.
"Kau nggak boleh benci dirimu! Aku melarangmu untuk melakukannya!" ujar Sam serak dengan ingus berleleran. Sam tidak peduli pada orang-orang di sekitar situ yang memandangi mereka penasaran.
"Sam..."
"Pokoknya dengar..." isak Sam, "...kau spesimen cowok terkeren, terbaik, dan terpenting yang pernah ada bagiku... selain ayahku. Kau nggak tergantikan. Jadi jangan pernah berpikir bahwa kau pantas dibenci!"
Bill menenggelamkan wajahnya di rambut Sam.
"Aku nggak tahu bagaimana jadinya diriku kalau nggak ada kau." dia menggumam parau di rambut Sam, "Aku sayang kau, day star."
Sam terbahak di sela-sela sesenggukkannya, "Yeah-yeah, aku juga sayang kau kok. Walaupun kau orang terbrengsek sedunia, Bill Starlin."
Mereka berdua terbahak-bahak di sana, di lapangan parkir yang penuh dengan orang yang mengenakan kaus 'Zone of The Zoner', sambil masih saling berpelukan.
❧
Minggu pagi. Sam terbangun dengan sebentuk pola bundar basah di bantalnya. Sudah lama sekali dia tidak tidur senyenyak ini. Belakangan ini dia juga sudah tidak mengalami mimpi aneh yang melibatkan ruangan besar, Bill, dan bulan. Rasanya melegakan.
Sam berbaring saja di atas ranjangnya, menatap langit-langit. Dia mengingat-ingat kembali percakapannya dengan Bill semalam, sepanjang perjalanan menuju rumahnya di atas motor.
"Jadi..." Bill setengah berteriak, mengatasi deru angin dan suara mesin motor. "...bagaimana si Turis Perancis? Bukankah dia Colin yang sama dengan Colin si fotografer dan calon-manajer itu?"
Sam cukup menghargai usaha Bill untuk mencoba membuat Sam kembali nyerocos seperti biasa. Tapi, pertanyaannya itu malah membuatnya semakin bungkam.
"Ada apa?" tanya Bill.
"Kau tahu..." Sam berseru ke punggung Bill, matanya perih karena hembusan angin. "...kau bukan satu-satunya cowok yang sudah menciumku."
Dan pernyataan itu sukses membuat motor Bill nyaris keluar lajur.
"SAMMY!" cowok itu berteriak ke udara di depannya sambil berusaha menguasai kemudi, suaranya serak saking girangnya. "Aku harus menunggu berapa tahun sampai kau akhirnya memberitahuku hal ini?!"
"Oh?! Aku harus tunggu berapa tahun sampai kau memberitahuku bahwa kau pacaran dengan pasienmu di Minneapolis?!" balas Sam tak kalah sinis.
"Ouch." Bill meringis.
Sam senang hubungannya dengan Bill sudah berangsur normal. Semalam Sam memerhatikan nada suara cowok itu sudah terdengar ceria dan pandangannya sudah tidak kosong dan sesendu beberapa hari belakangan.
Sam juga berusaha meyakinkan Bill bahwa masalahnya dengan ayahnya cepat atau lambat akan membaik. Bill hanya perlu bersabar dan tetap memperlakukan ayahnya seperti biasa, seolah tidak tejadi apa-apa. Sam sendiri diam-diam tahu Mr. Starlin tidak pernah membenci Bill. Kalau iya, beliau tidak akan repot-repot menghubungi Sam setiap bulan untuk menanyakan kabar terakhir anaknya di Minneapolis selama ini. Sam tahu hanya dirinya yang dapat dijadikan sumber terpercaya, mengingat dia dan Bill sudah seperti... Pooh dan Tigger. Sayangnya, Sam sudah berjanji pada Mr. Starlin untuk tidak memberitahu siapa-siapa—terutama Bill—masalah telepon-tiap-bulan ini.
Sudah hampir pukul sembilan ketika pintu kamar Sam diketuk.
"Saaaam! Calapaaan..." Lou berteriak.
"Aku datang." Sam menyahut malas.
Sam turun beberapa menit kemudian. Meja makan sudah tertata rapi, bertumpuk-tumpuk pancake hangat dengan saus karamel-mentega sudah terhidang di tengah meja. Ibunya sedang sibuk menuang jus ke gelas-gelas. Lou rupanya sudah tidak sabar untuk mencicipi karamelnya, dia mengulurkan tangan hendak mencolek saus di dalam mangkuk. Sikunya tak sengaja menyenggol gelas jus kosong yang disiapkan Mary. Sam sudah bersiap akan adanya bunyi pecah memekakkan telinga, namun hal itu tidak terjadi. Untunglah tangan Colin cukup sigap untuk menangkap...
Tunggu.
Sam melongo di dasar tangga. Colin, yang masih memegangi gelas yang hampir jatuh tadi, mendongak menatapnya.
"Pagi, Samantha." sapa cowok itu sambil nyengir.
❧
---
C-Colin?!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top