Chapter 16

Arloji Sam sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika deritan sepedanya yang nyaring dan menyedihkan melintasi jalan menuju rumah sepulangnya dia dari Fish 'n Chips. Sam menolak diantar-jemput Bill dan memilih untuk mengayuh sepedanya sendiri. Hari ini Tom begitu bawel dan memaksa untuk ikut dengan Sam jika dia pergi untuk menemui Bill. Maka Sam terpaksa berkata bahwa dia hendak pergi ke rumah Hillary. Jika dia membiarkan Bill mendatanginya ke rumah, kebohongannya bakal terbongkar.

Tom tidak bisa disalahkan, Bill toh sudah menjadi seperti 'kakak kedua' baginya.

"Samantah!" sebuah suara wanita memecah keheningan malam dan lamunan Sam. Dia mengerem sepedanya.

"Hai, Michelle." dia tersenyum pada Michelle yang sedang berdiri di balik jendela dapurnya.

"Pulang sendirian malam-malam begini?" dia bertanya sementara Sam memarkir sepedanya di depan teras rumah keluarga Faugere. Sam menghampiri jendela dapur.

"Saya habis jalan-jalan dengan... seorang teman."

"Dan... seorang teman itu nggak mengantarmu hingga ke depan rumah?" tanya Michelle dengan nada penuh selidik campur menggoda, "Kuharap dia bukan cowok. Kalau iya, dia keterlaluan sekali."

"Ha ha..." Sam tertawa lemah.

"Kau mau mampir? Aku baru saja menyeduh teh jeruk..."

"Mm... entahlah, ini sudah malam sekali."

"Oh, sudahlah! Rumahmu cuma beberapa jengkal dari sini, aku akan menelepon ibumu. Ayo, masuklah!"

Maka beberapa menit kemudian, secangkir teh hangat yang menguarkan aroma jeruk dan setoples kue kering bertabur kacang almond sudah terhidang di meja ruang tamu di hadapan Sam. Sungguh aneh menerima sajian seperti ini pada pukul sebelas malam.

Setelah berbicara dengan Mary di telepon, Michelle menutup teleponnya, lalu menggabrukkan diri di sofa di sebelah Sam.

"Tadinya tehnya untuk Phillippe, tapi dia masih terjebak di kantornya dengan segunung kerjaan. Jadi daripada dingin, buatmu saja, Mademoiselle."

"Well. Merci."

Sam menyeruput tehnya. Enak.

"Mm... Anda sendirian di rumah?" tanya Sam.

"Ya, Colin juga belum pulang. Dia bilang dia harus mengerjakan semacam proyek semesteran..."

Sam sudah hendak bertanya pada Michelle tentang apa yang dia maksud dengan 'proyek semesteran', ketika wanita cantik itu berkata lagi, "Bagaimana Colin di sekolah? Dia nggak bikin macam-macam masalah kan?"

"Eh, setahu saya sih nggak. Saya kan bukan—"

"Ah betul." Michelle terkesiap, kemudian sorot matanya berubah sendu. "Aku harap kau bisa terus menjadi pemandunya, Sam."

Sam tertawa lemah, "Saya kan hanya dikontrak seminggu oleh Mrs. Midden—"

"Kau tahu, bukan sesuatu yang 'formal' seperti itu. Itu kan hanya program sekolah."

"Tapi sebelumnya sekolah juga belum pernah mengadakan program pemandu-seminggu semacam ini. Kurasa Colin cukup beruntung karena Mrs. Midden—"

"Apa kau lupa bahwa aku yang meminta Kepala Sekolah untuk menjadikanmu pemandu Colin? Aku memilihmu karena kau satu-satunya murid Dartville yang tinggal di dekat sini."

Segala dugaan Sam akhirnya terbukti benar.

"Mengapa Anda harus repot-repot mencarikan pemandu untuk Colin? Bahasa Inggrisnya bagus, kurasa tanpa saya pun dia nggak akan kesulitan di hari-hari pertamanya."

Michelle hanya diam. Dan Sam tahu. Sam cukup yakin Michelle memiliki alasan yang menyangkut soal masa lalu pahit Colin di SMA-nya yang dulu. Sangat mungkin Michelle khawatir kejadian itu akan terulang.

"Kau gadis baik, Sam. Dan Colin tampaknya nyaman mengobrol denganmu. Kuharap hubungan kalian bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih..."

"Sebentar." Sam memotong kalimat Michelle, "Betulkan saya jika saya salah, apa Anda sedang berusaha membujuk saya untuk jadi...?"

Sam tidak sempat meneruskan karena tiba-tiba suara mesin mobil terdengar dari luar. Sam mendengar suara pintu mobil ditutup dan langkah-langkah kaki. Tak lama, pintu depan dibuka.

Selama sepersekian detik, Colin hanya berdiri sambil memegangi gagang pintu. Dia menatap Sam, kue-kue dan teh di meja, lalu ganti menatap ibunya.

"Bagaimana tugasmu di sekolah? Apa sudah selesai?"

Menyadari keanehan pada pertanyaan Michelle barusan, Sam menyeletuk, "Sekolah?"

Michelle mengangkat alis, "Yeah, proyek semester yang kubilang barusan. Bukankah kau juga harus mengerjakannya, Sam?"

Sam memandang Colin, cowok itu hanya balas menatapnya tanpa berkata apa-apa. Namun Sam dapat menangkap sedikit ekspresi gugup di matanya.

"Oh yeah. Eh...tugas yang itu." Sam akhirnya menyahut.

Kali ini Michelle yang memandangi anaknya dan Sam bergantian. Lalu dia berkata tegas pada Colin, tampaknya salah mengerti. "Kau harus mendiskusikan masalah ini dengan Sam. Sepertinya dia lupa soal tugas proyek ini."

Colin menganga, kemudian dia mulai memprotes dalam bahasa Perancis supercepat bernada ketus. Michelle hanya melayangkan pandangan memperingatkan pada Colin, dan cowok itu langsung terdiam.

Menyadari kecanggungan yang sedang terjadi, Sam berdeham, "Sebaiknya saya pulang sekarang..."

"Tidak-tidak-tidak. Aku tahu rasanya jika temanmu tidak repot-repot berusaha memberitahumu soal tugas yang kau belum tahu, Sam." Michelle berkata dengan nada penuh arti pada Sam, sambil masih menatap Colin dengan sorot menyindir. "Aku ada di dapur, piring-piring belum kucuci. Beritahu aku jika kau sudah mau pulang nanti."

Sekilas, Sam bersumpah Michelle melayangkan pandangan memohon padanya sebelum berbalik menuju dapur.

"Nggak usah repot-repot, pulang saja." Colin berujar dingin sambil menaiki tangga.

Sam melirik ke dapur, Michelle masih berdiri di sana, menangkupkan kedua tangannya dan memandang Sam dengan tatapan memelas.

"Please, Sam." katanya lirih, "Beberapa hari ini dia nggak banyak bicara."

Bergulat antara hasratnya untuk segera berbalik keluar lewat pintu depan dan rasa simpatinya untuk menolong Michelle, Sam menghembuskan napas keras sebelum akhirnya menyusul Colin menaiki tangga. Dia harus menagih lebih banyak kue kering pada Michelle sebagai imbalan melakukan ini suatu hari nanti.

Sam berdiri di depan pintu kamar Colin yang tertutup, lalu dia mengetuknya, "Jangan pura-pura tuli. Jika kau nggak membuka pintu ini sekarang, aku nggak akan ragu mengadu soal 'proyek semesteran' yang kau karang-karang itu kepada ibumu."

Hening sejenak, kemudian Sam dapat mendengar bunyi 'cklek' pelan sebelum pintu itu terbuka.

"Mau apa?" tanya Colin ketus dari balik pintu.

"Entahlah, kan ibumu yang memaksa kita buat ngomongin masalah 'proyek semesteran' yang kau kar—"

"Oke, cukup." Colin melebarkan pintu kamarnya, tampak geram. Sam mengangkat bahu dan masuk ke dalam. Dia mengamati sekeliling. Tidak ada yang berbeda dengan kamar itu dengan yang terakhir kali dia ingat. Hanya kondisinya sekarang agak lebih berantakan.

"Ke mana saja kau? Beberapa hari ini kau bolos sekolah. Dan kau harus bersyukur karena aku belum sempat bertanya pada Michelle soal ini." kata Sam sembari melihat-lihat koleksi CD Colin yang nampaknya bertambah.

"Bukan urusanmu." sahutnya sambil menggabrukkan diri ke atas ranjang. Sam mengutuk dirinya sendiri. Ini sebetulnya memang bukan urusannya.

"Ya, ini memang bukan urusanku sih." Sam membolak-balik CD dengan cuek, "Tapi aku bertanya padamu karena ibumu bertanya padaku apa yang terjadi padamu. Jadi secara nggak langsung aku ini juga berhak tahu karena ibumu yang memintaku untuk, yah, secara nggak langsung juga, bertanya padamu..."

Colin hanya menatapnya sekilas dari balik majalahnya ketika dia memotong perkataan Sam dengan dingin, "Bukan. Urusanmu."

"Baiklah." tanpa ba-bi-bu, Sam meletakkan kembali CD-CD ke rak dan berjalan keluar. Semua itu dia lakukan tanpa emosi dan dengan keikhlasan sepenuhnya (kebetulan sekali dia memang sudah ingin pulang dari tadi) hingga hampir-hampir dia tidak mendengar Colin memanggilnya dari belakang.

"Oi... hei."

Sam terhenti di puncak tangga tanpa menoleh. Diam-diam dia nyengir puas.

"Sori. Kau nggak perlu semarah itu." Colin bergumam di belakangnya.

Sam yakin dirinya bakal meledak tertawa saking gelinya kalau saja dia tidak ingat bahwa dia sedang jengkel pada cowok itu. Apalagi setelah Michelle cuap-cuap padanya soal 'hubungan yang berkembang menjadi sesuatu yang lebih' itu.

"Aku nggak hungry—lapar." kata Sam.

"Aku bilang angry—marah." Colin mendengus.

Kemudian, selama sepuluh detik yang canggung, mereka hanya berdiri di depan tangga tanpa berkata apa-apa.

"Jadi..." kata Colin lambat-lambat, "...mau lihat-lihat koleksi CD baruku?"

Sam tersenyum bercanda, "Boleh juga. Siapa tahu kita bakal nemu catatan 'proyek semesteran'mu nanti."

Colin memutar bola matanya, namun Sam dapat melihat sudut bibir cowok itu sedikit terangkat.

Maka Sam kembali masuk, dengan ekspektasi bakal membongkar alasan di balik bolosnya Colin di sekolah dan kebohongan 'proyek semesteran' ini. Namun selama setengah jam berikutnya dia malah sibuk mendengarkan puluhan lagu pada playlist laptop Colin, mendengarkan beragam genre musik yang kebanyakan baru pertama kali Sam dengar. Selera Colin cukup nyentrik dan anti-mainstream—walaupun ada beberapa yang cocok di telinga Sam sehingga dia meminta Colin untuk membuatkan daftarnya—dan kebanyakan koleksi Colin adalah lagu-lagu band, dari yang sudah terkenal hingga yang namanya saja Sam ragu bisa muncul di Google ketika dicari.

"Apa kau benar-benar mendengarkan semua ini?" tanya Sam tiba-tiba dan melambaikan tangannya ke arah rak-rak dan tumpukan CD yang menggunung di sekitar mereka. "Apa kau—entahlah—mengoleksi CD sejak bayi atau semacamnya? Ini banyak banget!"

Colin hanya mengangkat bahu, "Nggak juga. Semacam tuntutan."

Lagi-lagi, Sam ngedumel dalam hati. Teka-teki Dunia Colin.

Tapi Sam menemukan kejutan saat sedang melihat-lihat isi booklet salah satu CD Colin beberapa menit kemudian. Dia sedang meneliti daftar nama orang-orang yang diberi ucapan terima kasih—seperti kru, keluarga, dan orang-yang-telah-berjasa. Seperti pada umumnya terdapat pada sebuah album—ketika matanya tertumbuk pada sebaris tulisan putih kecil yang terselip di antaranya;

Fotografi: Colin Faugere

Awalnya Sam tidak bereaksi. Dia yakin kebetulan semacam itu sering terjadi. Namun rasa curiganya semakin kuat ketika dia menemukan kata-kata dan nama yang sama pada, kira-kira belasan CD album lainnya.

Colin. Fotografi. Band-band nggak terkenal. Hobi merangkai foto. Bolos. 'Semacam tuntutan'.

Kontemplasi Sam akhirnya membuahkan hasil. Puzzle Teka-teki Dunia Colin sudah terpecahkan.

"Apa kau fotografer amatir?" Sam bertanya syok, membuat Colin jantungan.

"Ap—?"

"Begini teoriku; kau bolos karena kau harus mengerjakan 'proyekmu'. Bukan proyek semesteran, tetapi proyek entah-apamu sebagai fotografer buat CD-CD ini. Nah?"

Colin menggosok-gosok pelipisnya, kebiasaannya. Nadanya berubah ketus lagi ketika menyahut, "Memangnya siapa bilang aku amatir?"

"Apakah semua koleksimu ini mencantumkan namamu sebagai fotografer?" tanya Sam antusias, melambaikan tangannya ke arah tumpukan CD di sekeliling mereka tanpa menghiraukan protes Colin.

"Nggak, aku hanya membeli CD lainnya sebagai bahan referensi."

"Apa ini semacam pekerjaan sampinganmu waktu masih di Perancis dulu? Karena jujur saja nih, nyaris semua namanya belum pernah kudengar."

"Hampir menjadi kerjaan tetapku." Colin berpindah dari depan laptopnya ke sebelah Sam, "Makanya aku nyaris di depak dari sekolahku yang dulu gara-gara jarang masuk."

Sam menoleh menatapnya, "Dan sekarang kau bakal melakukan itu lagi?"

Hanya detak jarum jam yang kedengaran nyaring saat ini. Colin membalas tatapan Sam, namun dia tetap bungkam.

Colin tampak baik-baik saja sejak kepindahannya dari Perancis. Memang awal-awalnya dia sempat membenci keputusan orangtuanya untuk pindah ke Arizona. Tapi setelah itu Sam cukup yakin Colin sudah dapat menyesuaikan diri dengan baik. Cowok itu belum pernah bolos sebelumnya, hingga saat ini. Jika benar dia nyaris dikeluarkan dari sekolahnya dulu karena membolos untuk pekerjaan sampingannya, maka bukankah melakukan hal itu sekarang hanya bakal mengulang kesalahannya?

"Ada apa, Colin?" Sam meletakkan CD yang sedang dipegangnya, "Kenapa tiba-tiba kau seperti ini?"

Colin membuka mulutnya, hendak bicara. Tetapi dia menutupnya lagi. Setelah beberapa detik yang membingungkan, cowok itu akhirnya buka suara.

"Aku bosan."

Sam tidak memercayai pendengarannnya.

"Bosan?"

"Yeah." kemudian cowok itu melirik jam, "Sebaiknya kau pulang sekarang, Samantha. Ini sudah nyaris jam satu pagi."

---

Teka-teki Dunia Colin...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top