Chapter 15
Senin pagi. Suasananya aneh. Hari ini rasanya Dartville terlalu sepi dan pasif, ditambah cuaca di luar yang berawan gelap.
Sam bertemu Hillary di koridor sebelum dia memasuki kelas pertamanya. Seperti yang Sam duga, Hillary memberinya sambutan heboh. Cewek pirang itu langsung menginterogasinya soal dirinya dan Bill.
"Kau harus membawa Bill berkeliling Dartville kapan-kapan." saran Hillary.
Sam menatapnya skeptis, "Apa aku perlu mengaraknya dengan tandu atau semacamnya?"
"Aku serius!" Hillary nyaris melonjak-lonjak di tempatnya, "Bill ganteng banget! Dia lebih keren dari cowok manapun di Dartville. Kau harus tunjukkan pada dunia bahwa kau bisa punya cowok sekeren dia!"
Yeah, dan cowok-yang-lebih-keren-dari-cowok-manapun-di-Dartville itu tiba-tiba saja mengecupku semalam. Dan asal kau tahu, Hil, dia sebenarnya bukan pacarku. Dan, oh, hampir lupa satu hal lagi, dia suka cowok.
Namun alih-alih menumpahkan semua itu, Sam hanya berkata, "Yeah. Terus apa? Aku bakal jadi ratu populer dan menggulingkanmu?"
Mendengar itu Hillary langsung terdiam, "Hm... well, nggak rela juga sih." kemudian seolah teringat sesuatu, dia meninju telapak tangannya, "Mrs. Midden menyuruhmu ke kantornya sekarang. Aku berpapasan dengannya tadi di dekat pintu masuk dan memintaku untuk menyampaikannya padamu."
"Mrs. Midden pun sudah tahu kau sobatku sekarang." Sam nyengir.
"Yeah." Hillary mengibaskan rambut pirang cantiknya, "Itu tandanya kita sudah tenar. Sampai jumpa di kelas nanti!"
Sam berbalik dan berjalan menuju kantor Mrs. Midden, sambil bertanya-tanya dalam hati apa yang beliau inginkan kali ini. Sam setengah berharap ini mengenai beasiswanya. Dia harus menyerah apabila ini soal menjadi guide anak baru lagi. Pengalamannya dengan Colin memang berbuah lumayan manis—karena kebanyakan diwarnai cekcok—namun dia tidak menjamin akan terjadi hal yang sama kali ini.
"Sam, masuklah!" sapa Mrs. Midden ceria ketika dia menyambut Sam di ambang pintunya.
Lima menit kemudian, Sam sudah ternganga di hadapan kepala sekolahnya, masih belum memercayai pendengarannya.
"Anda mengajukan saya ke Ivy?" ulang Sam.
"Yeah!" kata Mrs. Midden, masih belum mengubah nada suaranya yang riang, "Kau murid unggulan. Prestasimu sudah menonjol hingga taraf negara bagian, ini tidak kulebih-lebihkan. Aku mengirimkan makalah karya ilmiahmu tahun lalu yang mengagumkan itu, segudang prestasi akademikmu, dan Ivy bahkan sudah merespon. Dan tanggapannya sangat baik!"
Oke, ini masih diluar nalar, Sam membatin tak percaya.
"Apakah... maksud saya, saya selalu yakin saya hanya yang terbaik di Dartville... maksud saya, Anda tahu, bukan di luar sana..." Sam membeo.
"Aku mengerti, Sayang." Mrs. Midden menatapnya dengan rasa sayang, "Kau hanya belum menyadarinya. Dengan otakmu yang sekarang, aku yakin kau bisa memperoleh beasiswa detik ini juga dan menjejakkan kakimu ke universitas manapun yang kau suka, Ivy sekalipun, segera setelah kau lulus tahun depan!"
Intinya, Mrs. Midden terus bercuap-cuap selama sepuluh menit berikutnya tentang semangatnya untuk merekomendasikan Sam ke Ivy yang notabene merupakan salah satu dari beberapa universitas paling bergengsi di dunia, dan dia sangat positif akan hal itu.
Sam terus memikirkan ini sepanjang hari, dia tidak percaya dia segitu pintarnya. Dia memang sering dipuji guru-guru dan prestasi-prestasi akademiknya sudah cukup untuk membuat Mary menyemprotkan ingus pada tisu, tapi kenyataan bahwa dia ternyata diperhitungkan di Ivy masih bernuansa mimpi. Biar bagaimanapun, Mrs. Midden terang-terangan meminta Sam untuk mempertimbangkan hal ini baik-baik.
Bagaimana dia harus mempertimbangkannya? Mrs. Midden sudah mendaftarkannya bahkan tanpa meminta persetujuan. Dia malah sudah mewanti-wanti Sam agar siap-siap, karena mungkin saja Ivy bakal mengirimkan undangan wawancara padanya dalam waktu dekat.
"Tinggal mengurus beberapa persyaratan yang belum dilengkapi dan tanda tangan di sana-sini, selesai sudah! Oh, dan jangan lupa kau harus menyiapkan berkas-berkasnya Rabu depan, pastikan untuk datang ke kantorku." ucap Mrs. Midden kelewat percaya diri.
Halo? Aku masih duduk di kelas sebelas dan aku sudah tidak perlu khawatir tahun depan saat semua orang kebingungan mencari perguruan tinggi. Itu karena aku adalah si Sam Calon-Penerima-Beasiswa-Undangan-Ivy-Di-Tahun-Keduanya Feather.
"Apa mau dia?" tanya Hillary begitu Sam memasuki kelas dan menggabrukkan tasnya di kursi di belakangnya dengan tampang lecek.
"Ng... hanya ngomongin masalah beasiswa." Sam menjawab, tak sepenuhnya berusaha menjelaskan. "Mana Colin?"
Hillary mengangkat bahu, "Tahu deh. Nggak melihat dia sejak pagi."
Sam mengerutkan alis, "Aneh. Biasanya dia datang paling pagi."
Pokoknya, hari-hari berlalu begitu saja dengan caranya yang aneh. Pertama, Sam masih belum percaya pada kenyataan bahwa dirinya telah didaulat sebagai calon penerima beasiswa Ivy. Kedua, Sam tidak melihat Colin di sekolah selama beberapa hari, cowok itu bahkan tidak menghadiri kelas-kelasnya. Dan ngomong-ngomong, jangan dikira Sam sudah melupakan kata-kata Lance padanya tempo hari. Sam masih agak terobsesi pada ide Lance bahwa Bill butuh bantuannya.
Entah bantuan apa.
Hal ini sering membuyarkan konsentrasinya, entah itu saat dia belajar, sedang mendengarkan celotehan Hillary, atau bahkan saat dia sedang bertatapan muka dengan Bill sendiri Sabtu malam berikutnya.
"Sammy, kau mendengarkanku?"
Sam terkesiap saat Bill memencet hidungnya. Dari tadi ternyata dia hanya memandangi ujung sedotan jus apelnya sementara Bill berbicara.
"Sori..." Sam meringis.
Bill bersedekap dan menyandar ke kursinya. Cowok itu masih setampan dan sekarismatik biasanya, dengan rambut lurus panjang gelap, pipi tirus mengagumkan, dan hidung mancung tanpa cela. Kemudian dia melihat berkeliling.
"Apa tempat ini rasanya terlalu ramai?" katanya, diiringi helaan napas panjang dan membingungkan. Dia seperti sedang menahan-nahan sesuatu.
Memang, malam ini Fish 'n Chips sedang ramai-ramainya. Remaja-remaja dari berbagai penjuru kota tampaknya berpikiran sama dan memutuskan untuk malam mingguan di restoran ini. Ditambah, salah satu klub futbol SMA kota sebelah sedang merayakan entah-apa di sini. Akibatnya, tak jarang obrolan Sam dan Bill terganggu dengan sorakan tiba-tiba dan teriakan nyeleneh yang bisa membuat kuping sakit.
"Kita keluar yuk?" ajak Bill.
Maka, lima menit kemudian, Sam mendapati dirinya sedang berjalan pelan di sebelah Bill menyusuri trotoar pertokoan.
"Fish 'n Chips seharusnya lebih sering mengadakan diskon gede-gedean untuk pelanggan setia. Kita kan sudah makan kentang goreng berminyak mereka lebih sering dari siapapun." Sam ngedumel. Bill terkekeh.
"Aku bakal nyerah deh kalau menu mereka itu-itu saja. Aku nggak kepingin dicap rocker yang kebanyakan makan junk food di ulasan majalah pada debut album Memaze nanti."
Sam tertawa. Sam jadi membayangkan bagaimana cowok itu dengan bobot berlebih sedang mencoba menaiki panggung dengan susah payah sambil menenteng-nenteng bass di tangan kanannya dan kentang goreng di tangan kiri...
Langkah Sam terhenti. Dia menoleh kepada Bill.
"Kau bilang apa barusan?"
Bill berpura-pura dungu, "Yang mana? 'Menu mereka itu-itu saja'? Atau 'kebanyakan makan junk food'...?"
"Debut album?" ulang Sam tak percaya, "Kalian?"
Bill mengulum senyum, "Yeah. Tanpa disangka, Lance berhasil meyakinkan perusahaan label tempatnya bekerja. Demo kami disukai. Dan Raw Motion Club bukan label yang nggak terkenal."
Sam masih tercengang, "RAW MOTION CLUB?!"
Cengiran Bill akhirnya mengembang sepenuhnya melihat reaksi Sam, "Kami rekaman September ini. Mereka menghubungi Lance kemarin."
Entah bagaimana Sam harus meluapkan suka citanya.
Memaze rekaman. Akhirnya.
Masalahnya, Sam saksi hidup bagaimana Memaze tumbuh. Dia menyaksikan band itu tampil di atas panggung untuk pertama kalinya dengan Bill yang masih memakai eyeliner di bawah matanya dan Michael yang masih berpenampilan seperti hippie mabuk—walaupun sampai sekarang dia memang masih kelihatan mabuk terus—dan Sam sudah mengenal mereka sejak dirinya kelas tujuh. Sam mengetahui perkembangan terkecil mereka, menjadi pendengar pertama lagu-lagu baru mereka, dan memberi penilaian sekejam dan seketus mungkin terhadap bagian lagu manapun yang dia anggap norak. Memaze sudah menjadi semacam bagian dari hidupnya, dan sekarang dia menghadapi fakta bahwa band ini tak lama lagi akan rekaman. Di bawah asuhan label terkenal.
"Wow..." komentar Sam akhirnya setelah beberapa saat hanya mampu melongo takjub.
"Aku tahu. Betapa 'wow'nya hal ini." Bill bergidik senang. Sam dapat melihat pipi cowok itu bersemu diwarnai antusiasme dan ada binar yang terpancar dari mata cowok itu, yang sudah lama tidak Sam lihat.
"Kalian bakal jadi band profesional." ujar Sam masih terpesona.
"Yeah, dan kau manajernya."
Perut Sam serasa jungkir balik.
"Kau bercanda."
Bill mengangkat kedua alisnya, "Kau tahu kapan aku sedang bercanda."
"Bill!" Sam membuka-menutup mulutnya, tergagap-gagap. "Apa kau ingat aku masih kelas sebelas?! Aku bahkan belum dapat buku tahunan dan kau sudah menyeretku untuk jadi manajer?!"
Cengiran bahagia Bill sedikit memudar, "Kau nggak mau?"
"Bukan begitu," Sam menggigit bibirnya, "...hanya saja, masih banyak hal yang mesti kulakukan—"
"Hanya untuk sementara!" Bill kembali bersemangat, "Kau tahu, ini belum pasti. Kami sudah merundingkan siapa-siapa saja kandidat manajer yang tepat untuk Memaze, dan adik Lance kenal orang yang kira-kira cocok. Kami bakal mengadakan pertemuan khusus untuk membicarakan ini Rabu depan di rumah Lance."
Sam hanya mampu memandang Bill dengan tatapan tidak yakin. Bill meraih tangannya dan balas menatapnya dengan ekspresi memohon.
"Kau akan datang kan?"
Sam menggigiti bibirnya.
"Yah, kuusahakan."
❧
---
Memaze debut🎉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top