Chapter 10

Tidak heran jika minggu-minggu berikutnya, Sam dan Colin sudah menjadi semacam Hansel dan Gretel-nya Dartville. Tentu saja ditambah Hillary mereka menjadi Tiga Sekawan.

Awalnya Colin bagai disambar petir saat mendengar berita baru ini; "Hillary dan kau? Sejak kapan?" katanya. Tapi setelah Sam menjelaskan duduk perkaranya, Colin nampaknya mengerti.

Ada sedikit masalah dengan pengaturan tempat makan. Hillary sudah amat terbiasa dengan meja kantin, sementara Colin sudah sangat terbiasa dengan tangga darurat lantai dua. Tapi seperti komitmen yang mereka berdua sama-sama ketahui, Sam dan Colin akhirnya mengalah dan memutuskan untuk bergabung bersama Hillary di kantin. Hal ini memicu decakan-decakan tak percaya dari berbagai arah. Si Perancis Sinis, Mantan Ratu Populer, dan si cewek dari Kaum Hantu duduk bersama di satu meja. Hanya Mrs. J yang tampaknya girang-girang saja dengan pengaturan tempat duduk ini.

Ngomong-ngomong, Colin kembali rajin menelepon Sam pada malam hari. Dengan rekor tersingkat mereka adalah satu setengah jam. Hal ini kontan membuat Mary mencak-mencak. Dia memelototi Sam malam itu di meja makan.

"Tagihan membengkak! Dua kali lipat dari bulan-bulan sebelumnya!" dia mengaduk-aduk panci supnya dengan emosi, sementara Tom dan Lou asyik bermain scrabble di depan televisi sehingga tidak memerhatikan. Lou berkali-kali mengacaukan jalannya permainan. "Bahkan lebih parah dari zaman ketika kau masih telpon-telponan dengan Bill!"

Sam tersedak supnya.

"Masa sih?" hanya itu komentar Sam. Mendengarnya, Mary semakin naik pitam.

"Kalian ngobrol DUA JAM LEBIH tiap malam!" semprotnya.

"Mooom... kan aku nggak mungkin membiarkan Colin terus yang menelepon." Sam tahu cowok itu kaya, tapi setelah sesi curhatnya dengan Colin di kamarnya kemarin dulu, dia memutuskan untuk tidak akan pernah memanfaatkan uang cowok itu demi egonya.

"Kau tinggal jalan lima puluh meter ke rumahnya dan kalian bisa NGOBROL LANGSUNG tanpa harus mengeluarkan biaya." saran Mary habis kesabaran.

Sam tidak menyahut. Rasanya berbeda ngobrol dengan Colin lewat telepon dan secara langsung. Jika mereka berbicara langsung, selalu saja ada momen ketika sesuatu pada diri cowok itu membuat Sam kehilangan konsentrasi.

Dan itu baru Sam sadari belakangan ini.

"Nah, bagaimana? Kita sudah sepakat?" Sam tahu ibunya tidak menunggu jawaban darinya. Itu pertanyaan retoris yang selalu diajukan Mary bila dia sudah benar-benar kesal.

Maka, dengan berat hati Sam mengadukan masalah ini pada Colin keesokan malamnya, ketika dia datang ke rumah Sam untuk mengantarkan tugas makalah mereka yang sudah jadi.

"Kita memang kelewatan sih." itu reaksi Colin setelah mendengar penjelasan Sam. Mereka sedang duduk berhadapan di teras, dengan sepiring kue bolu lemon buatan Mary di antara mereka. Sam meringis.

"Jadi kurasa kita nggak bisa telpon-telponan sesering dulu."

"Bukan masalah. Ibumu benar, kita bisa ketemu langsung."

Sejak kapan Colin Si-Perancis-Sinis Faugere berubah menjadi Colin Yuk-Kita-Ketemuan-Dan-Ngobrol Faugere?

"Bagaimana kalimat pembuka yang bagus setelah ayah atau ibumu membukakan pintu untukku menjelang tengah malam?" Sam berdeham dan meninggikan suaranya, "'Oh, Colin! Senang rasanya bisa mengobrol langsung denganmu seusai makan malam sesuai saran ibuku! Memang tidak seperti yang biasa kita lakukan lewat telepon, yaitu jam sebelas malam ke atas selama dua jam setiap hari, tentu saja... ha-ha. Tapi, hei! Lihat sisi baiknya, setidaknya kita bisa tetap bertukar pikiran dan pendapat cerdas secara langsung. Ditambah, pertemuan rutin ini dilaksanakan tanpa biaya alias gratis. Nah, jadi sampai di mana kita? Kemarin kita baru saja menggosipkan guru-guru Dartville dan memberi mereka peringkat dan julukan berdasarkan tingkat kepekaan mereka saat mengawas ujian!' Bagaimana menurutmu? Apa itu cukup oke?"

Colin terkekeh, "Kau harus sensor beberapa bagiannya. Siapa tahu orangtuaku masih nguping di belakang pintu."

"Oh, ini parah..." Sam mengeluh sambil mencomot bolu lagi, "...kelihatannya kau ceria-ceria saja dengan ide ibuku."

"Yah, bedanya kan nggak terlalu signifikan. Kamarmu hanya lima puluh meter dari kamarku."

"Bagaimana dengan faktor 'malas' dan 'telepon lebih praktis'?"

"Bagaimana dengan faktor 'tanpa biaya'?"

"Kita bisa pakai telepon kaleng!"

"Itu ide ternorak yang pernah kudengar."

"Yeah. Nggak terbayang bagaimana berisiknya kalau kita saling melempar kaleng ke jendela malam-malam." Sam mengangguk sedih. Dia bersandar pasrah pada kursi rotannya. Mungkin karena melihat keadaan Sam yang begitu nelangsa, Colin akhirnya menyeletuk.

"Aku yang akan menelepon jika kau sedang terlalu malas untuk mengangkat pantatmu."

Kepala Sam langsung tegak lagi saking herannya. Colin Yuk-Kita-Ketemu-Dan-Ngobrol Faugere kali ini berubah menjadi Colin Ayolah-Pokoknya-Kita-Harus-Ngobrol Faugere.

"Ya ampun Colin," kata Sam lambat-lambat, "...aku nggak bakal setega itu padamu." dia menegakkan tubuhnya lagi, "Pokoknya kita berlaku adil. Hari ini kau yang datang, besok aku yang datang. Berikutnya kau menelepon, berikutnya lagi aku yang telpon. Peningkatan tagihan telepon kita harus seimbang, aku nggak peduli walaupun sebetulnya aku sudah dilarang meningkatkan tagihan telepon."

Kali ini giliran Colin yang bersandar ke kursinya. Cowok itu melipat lengannya di depan dada sambil tersenyum meledek, "Wah."

"Apa?" tanya Sam dengan ekspresi dungu.

"Kau menerapkan keadilan dalam hal-hal kecil seperti ini." ledek Colin, "Lumayan impresif."

"Oh... well. Trims." Sam berusaha keras untuk terdengar skeptis alih-alih tersipu-sipu.

"Sama-sama."

Colin menatapnya. Maka Sam tak punya pilihan lain selain balas menatapnya.

Dan Sam terdiam.

Inilah salah satu contoh yang tadi Sam sebut-sebut sebagai momen ketika sesuatu pada diri Colin membuat dia kehilangan konsentrasi.

Matanya...

Biru...?

Atau abu-abu?

"WUUUUUSH!" pintu depan terbuka mendadak dan Tom muncul seperti badai. Sam dan Colin sama-sama mengerjap.

"Hai Colin!" sapa Tom ceria.

"Uh, hai Tom." Colin tersenyum.

"Mom tanya apa kalian mau bolu lemon lagiiii?"

Sam yang nyaris bersorak kegirangan saking leganya dia dapat meloloskan diri dari mata Colin, berkata pada adiknya yang memakai taplak meja diikatkan di leher. "Uh, nggak usah, Superman. Kami sudah kekenyangan."

"Oke! Kau mau main scrabble denganku, Colin?"

"Ngg, mungkin lain kali." Colin mengecek arlojinya, kemudian mengedip, "Aku punya jam malam."

"Yaaaah. Lain kali ya, Colin! WUUUUSSH..." Tom masuk lagi ke dalam rumah dengan ribut. Sam melirik Colin.

"Jam malam? Sedih banget." kekehnya.

"Apa boleh buat." Colin berlagak putus asa, "Orangtuaku disiplin sih."

Sam tertawa. Setelah mengucapkan terima kasih atas bolu lemonnya pada Mary dan tos dengan Tom-Lou sudah tidur-Colin berpamitan. Sam mengantarnya hingga ke pagar. Dan saat memandang punggung cowok itu, mendadak saja pikiran itu terlintas di benaknya.

"Colin?"

"Hm?"

Sam bimbang sejenak.

Tidak apa-apakah bila aku cerita soal Bill kepadanya?

"Yeah? Apa?" tanyanya lagi.

"Bukan apa-apa. Eh... selamat malam."

Colin tersenyum.

"Selamat malam, Samantha."

Sam mengawasi cowok itu berjalan menjauh. Ketika akhirnya Colin menghilang di balik pintu rumahnya, Sam baru sadar kalau dia menahan napas.

Belum pernah ada senyum yang dapat membuat jantung Sam seperti baru diisi angin dengan pompa ban sepeda seperti ini. Senyum sejenis itu hanya bisa dilakukan oleh Bill Starlin. Tak ada yang lain.

Paling tidak, sampai beberapa saat yang lalu.

---

Colin Yuk-Kita-Ketemuan-Dan-Ngobrol Faugere

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top