Kenapa Galon, sih?

"Ini serius kalian semua pada nggak bisa move on dari mantan?" Risty kembali bertanya tak percaya, seraya mengibaskan rambut ikalnya ke depan sebelum akhirnya mencepol rambut pirang itu.

Tak satupun mereka mau menjawab lebih dulu, melainkan saling menatap seperti menunggu-nunggu jawaban satu sama lain.

"Ya elah pada diem lagi. Gue tanya beneran, nih. Maksud gue, kenapa ya, gue bisa kecintaan banget gitu sama Arka? Sampai-sampai, gue ngerasa nggak bisa nih jalanin hidup gue tanpa dia ...." celoteh Risty panjang lebar.

Keempatnya masih berada di ruangan yang sama, di meja makan besar di dapur umum kos melati.

"Apa ... kalian juga ngerasain gitu?" sambung Risty seolah mencari pendukung atas sikapnya.

"Lo nya aja yang lebay, Risty. Lo hidup bukan karena ada atau nggak ada si Arka. Tapi, lo itu masih hidup sampai sekarang karena elo masih ber-na-pas," sahut Kezia cuek, sengaja memberikan penekanan pada akhir kalimatnya.

"Huuu, dasar Keja. Orang lagi serius juga," protes Risty cemberut.

Kedua kawannya yang lain terkekeh geli.

"Loh bener nggak? Bener nggak?" Kezia menatap Anna dan Prita secara bergantian, menegaskan kembali bahwa ucapannya disetujui oleh banyak pihak.

"Ya bener juga, sih. Tapi bukan gitu ceritanya, Keja," jawab Anna sembari masih terkikik.

"Kejaaa ..., serius lah. Lama-lama gue geprek juga ni anak, rese banget." Risty berdiri untuk protes dengan rengekannya yang khas.

"Lagian elo, hidup tuh udah diatur sama Allah. Ngapain bawa-bawa Arka, nggak bisa hidup tanpa manusia, gimana ceritanya," ujar Kezia tetap bersikeras, sambil menyodorkan sebungkus besar snack jagung hasil buruannya di kulkas umum kosan Melati.

Prita dan Anna masih tak kuasa menahan tawanya akan tingkah kedua sahabat mereka itu.

"Kalian tu yah selalu adaaa aja yang dipermasalahin," imbuh Prita.

"Lagian simpati dikit kek, gue kan baru diputusin," rengek Risty dengan nada suara manjanya yang terkenal selalu mampu meluluhkan hati para kaum lelaki.

"Baru diputusin doang aja. Lemah!"

"Keja lo tu ngajak berantem?" Risty kembali menggebrak meja di hadapannya..

"Woi woi, sabar-sabar-sabar. Napa jadi pada berantem?" Anna mengengahi, benar-benar beralih posisi di tengah-tengah Kezia dan Risty.

"Keja tuh. Rese. Seolah-olah elo juga nggak kecintaan tuh sama mantan lo. Nggak bisa move on juga kan lo sampe sekarang?"

Kezia membisu, dengan gaya cueknya tetap menyantap makanan ringan di tangannya.

"Ya udah sih, sama-sama galon ini, nggak usah lah saling menyalahkan. Nggak usah berantem," sahut Prita menambahi.

"Gue nggak ngajak berantem. Gue tau, emang susah ngelupain mantan. Tapi bukan berarti lo jadi nggak menganggap adanya Tuhan yang jauh lebih penting dalam hidup lo."

"Lo mikirnya kejauhan, Keja. Susah idup lo," tegas Risty lagi.

"Loh, susah gimana? Lo bilang nggak bisa hidup tanpa Arka loh. Ngadi-ngadi, lo. Lo merendahkan Tuhan yang udah ngasih lo hidup senyaman ini?"

"Ya ampun Keja ...." Risty menjerit kesal.

"Ya ampun Risty ...."

Anna dan Prita tak kuasa menahan tawa. Keduanya sudah paham tabiat Kezia yang memang hanya bermaksud menggoda. Selebihnya, Kezia benar, mengingatkan secara blak-blakan kawannya yang lebih memuja-muja prianya ketimbang Tuhan yang menciptakannya.

"Kalian bedua malah ketawa, gimana sih. Nggak ada yang peduli sama gue," protes Risty.

"Udah-udah, lo kayak nggak ngerti Keja aja, sih. Udah lama temenan juga, masih sakit hati lo denger omongannya dia yang suka nggak disaring?" sahut Prita, merangkul Risty dari samping.

"Nggak disaring tapi suka bener, kan?" seloroh Kezia semaunya.

Ketiga kawannya tersenyum sebal. Bukan pada Kezia, melainkan pada kebenaran akan ucapan kawannya tersebut.

"Lo pada kalo mau galon ya udah, galon aja. Tapi nggak perlu ditunjukin banget apalagi ke orangnya. Tetep kudu dijaga itu harga diri lo! Mahal!" nasihat Kezia, menatap tajam ke arah Risty pada akhir kalimatnya.

Membuat si wanita mengerling kesal, namun menyimpan syukur di dalam hatinya karena memiliki sahabat yang selalu mengingatkannya dalam kebaikan.

"Bawel," lirih Risty, terkesan gengsi.

"Tapi bener juga sih, gaes. Mantan gue makin songong pas tau gue belom move on dari dia," ujar Prita menimpali.

"Iya, tapi lo nya aja, kan, yang masih keganjenan?" tebak Kezia.

Prita terkikik malu, seraya menutupi wajah dengan sebagian kain hijabnya.

"Emang susah tau buat bohongin perasaan gitu. Apalagi, ya karena udah lama bersama. Trus sekarang pisah rasanya ya kayak ada yang hilang," timpal Anna juga ikut menanggapi.

"Betul! Apalagi gue, yang malah diputusin pas lagi sayang-sayangnya. Rasanya kayak ada sesuatu yang belum selesai aja gitu," tambah Risty, pandangannya bebas ke arah langit-langit kos melati, seperti menerawang jauh entah kemana.

"Lo kan diselingkuhin. Yakin lo tetep ngerasa gitu?" senggol Anna, tak habis pikir.

"Ya gitu deh. Soalnya bukan gue yang mutusin dia."

"Ahelah. Itu mah karena lo nggak terima aja, kan, diputusin? Bukan karena masih sayang," sahut Prita meyakinkan.

"Ya nggak tau juga, sih. Yang jelas, susah buat gue saat ini ngebiarin dia sama yang lain."

"Kalo gue, sih, emang tebingnya tinggi banget," lirih Prita, dengan raut wajah kusut.

"Kenapa?" tanya Anna dan Risty bersamaan.

"Akuuu untuk kamu. Kamuuu untuk aku. Namun semua apa mungkin, iman kita yang berbedaaa," dendang Prita dengan penuh penghayatan akan lirik lagunya.

"Yaaah. Susah," celetuk Risty.

"Dah lah, lo nyerah aja. Sangat tinggi perbedaan lo dan dia," saran Anna berusaha memasang raut wajah serius. Meskipun tetap terkesan imut dan menggemaskan.

"Lo pengen denger tanggapan gue, nggak?" tanya Kezia yang masih saja asyik dengan jajanannya.

"Nggak usah, Ja. Gue udah tau kok omongan lo pasti nyelekit. Skip aja," jawab Prita menolak.

Kedua kawannya terkikik geli.

"Lo sama mas Fatih bener udahan, Na?" sambung Prita tak ingin dirundung sendirian.

"Yah. Gue lagi. Udahan, udah lama juga. Dia katanya udah bener-bener hijrah. Nggak mau pacar-pacaran lagi," jawab Anna dengan sukarela.

"Padahal dia udah punya yang baru, ya, Na?" celetuk Kezia cuek.

"Hmmm, gitu sih kayaknya," sungut Anna lesu.

Lagi-lagi kedua kawannya yang lain tertawa.

"Lo sendiri, Ja? Kemana sih si Rion? Kok ngilang gitu kayaknya," sela Anna di antara tawa kedua kawannya yang lain.

Kali ini Kezia terdiam beberapa detik, menyudahi memasukkan makanan ringan ke mulutnya dan meletakkan bungkus makanan itu ke tengah-tengah meja.

"Lo pada nggak tau kabarnya?" tanya Kezia dengan sebelah alis terangkat, ekspresi tak percaya.

Ketiga kawannya menggeleng, namun seketika wajah ketiganya penuh rasa penasaran.

"Orion ....,"

Kezia kembali berhenti beberapa detik, menarik banyak oksigen ke dalam paru-parunya, lalu mengembuskannya perlahan.

"Gue sama dia ...."

"Kenapa, sih?" protes Risty tak sabar.

Bersambung gaes, 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top