Chapter 19 Rahasia Nana
Misi pencarian Hama kemarin tidak membuahkan hasil. Hari ini murid kelas X-3 melakukan aktivitas seperti biasa. Tak ada keributan yang terjadi di dalam kelas lagi.
"Hei...," Rizal baru saja tiba di kelas. Ia menyapa Riza dan Lisa yang tengah mengobrol.
"Hei Za," sapa balik Riza.
Lisa diam. Ia masih canggung dengan Rizal. Awal perkenalan Lisa dan Rizal begitu aneh. Lisa memperkenalkan diri dengan gugup dan Rizal dengan suara genre seriosa.
Rizal tersenyum tipis ke arah Lisa. Lisa menganggukan kepala kecil.
"Zal, sudah mengerjakan tugas Matematika?" tanya Riza. "Sudah dong," jawab Rizal mengacungkan jempol ke depan.
Riza tersenyum merekah. Ia menatap sosok Rizal bagaikan Dewa. "Boleh... aku lihat tugasmu, hanya untuk mencocokan saja,"
Rizal langsung mengeluarkan buku Matematika. "Ini. Kalau mau melihat lebih lama juga boleh," ucap Rizal.
Suasana tiba-tiba menjadi aneh. Ada latar belakang bunga-bunga sakura di antara Riza dan Rizal. Keduanya saling berpegangan tangan, lalu semakin merapatkan diri.
Plak!
"Aduh sakit!" Yesa memekik kesakitan. Ia memegang kepala bagian belakang. Ada rasa nyeri setelah di pukul cukup keras oleh Raka.
"Pagi-pagi sudah membayangkan yang berbau mesum saja," sindir Raka. Ia berjalan menuju tempat duduknya.
"Mengganggu saja," Yesa menggerutu kesal. Adegan klimaks harus tertunda akibat pukulan Raka. Ia menatap objek bahan lamunan, namun sudah tidak ada. Hanya Lisa sedang bermain boneka dan Riza menyalin tugas Matematika milik Rizal.
"Arghh!"
"Hahahaha... Rasakan itu Gadis mesum," tawa Fir nii terpingkal-pingkal.
@@@@@
Megumi Nana. Seorang pesulap ternama di Jepang. Karirnya saat ini tengah menanjak naik ke atas. Banyak produser ataupun acara-acara televisi berebutan untuk mendatangkan Nana, si Pesulap Merah.
Nana memiliki 'bakat khusus' Magician dan dia memang dari kecil sudah mempelajari teknik dan cara bersulap langsung dari Master Lambad.
"Wah... Panggung ini besar sekali," kagum Nana. Ia menatap takjub seluruh tata dan isi ruangan panggung di salah satu studio televisi nasional.
Nana tidak sendiri, ia bersama dengan manajer dan sang kekasih Raya. Nana mengapit salah satu lengan Raya mesra.
"Ada apa beb?" tanya Raya. Ia mengelus rambut cokelat Nana lembut. Padangan kedua matanya begitu kosong tanpa adanya kehidupan di sana.
Saat ini Raya dalam pengaruh bayangan misterius yang pernah ia temui di taman kota. Ia tetap seperti Raya biasanya, namun di hadapan Nana begitu berbeda.
"Kamu... Akan selalu menuruti perkataanku kan sayang?" tanya Nana menatap wajah Raya. Kacamata kotak menjadi ciri khas Raya di sekolah.
"Iya," jawab Raya datar. Nana menyeringai kecil. Sosok Raya sudah dalam kendalinya berkat kekuatan 'Tuan'nya.
Nana hanya menjalankan misi saja, sebelum sang Tuan menampakan wajah aslinya di Shinjuku. Rahasia Nana saat ini aman dan orang-orang tak menaruh curiga kepadanya.
"Beb, kamu lapar tidak?" tanya Raya.
"Iya sayang. Yuk, kita makan siang dulu sebelum acara di mulai," Nana menjawab cepat. Cacing-cacing di perutnya sudah memberontak ingin mendapatkan jatah makanan.
Nana dan Raya berpamitan kepada manajer. Keduanya pergi menuju salah satu kafe di dekat studio.
"Hmm... Gadis penyihir itu benar-benar licik sekali," gumam seseorang. Sosoknya tembus pandang mengikuti area sekitar. Sosok itu pergi meninggalkan studio dengan hati-hati.
@@@@@
Elin berjalan santai di pinggiran jalan raya. Elin terlihat terburu-buru menuju ke sebuah tempat. Beberapa menit kemudian sampailah ia di tempat tujuan.
Sebuah gedung tua di dekat pinggiran kota Shinjuku. Ia masuk ke dalam setelah mengetuk pintu tiga kali. Semacam kode rahasia yang hanya diketahui oleh mereka.
Pintu terbuka sedikit. Tak ada penerangan di dalam, hanya lorong panjang yang terbuat dari batu. Elin masuk ke dalam setelah merasa dirinya tidak diikuti siapapun.
"Selamat datang, Elin," sambut seorang Pemuda bertopeng. Iris mata berwarna biru menatap Elin di balik lubang.
"Ah iya, Ketua. Maaf aku sedikit telat," balas Elin menunduk kepala kecil memberi tanda hormat.
"Tidak apa-apa. Bagaimana dengan misimu?" tanya Pemuda itu. Ia duduk di ujung meja kayu bercat hitam. Ia tengah melakukan kegiatan makan siang. Ada beberapa makanan seperti daging sapi dan cemilan kue tart. Lilin menjadi penerangan di meja makan.
Elin duduk perlahan di salah satu bangku yang telah tersedia. Ia menatap dua sosok lain di depannya.
"Lama tak berjumpa," sapa seorang Gadis berambut biru. Gadis itu memiliki gaya rambut yang diikat dua di kanan dan kiri.
"Hai Elin," sapa Pemuda bertubuh tinggi. Salah satu matanya tertutup rambut hitam.
Elin hanya tersenyum sangat tipis. Ia mengenal kedua sosok di depannya cukup lama. Apalagi dengan si Pemuda tinggi tersebut.
"Pik, singkirkan ekspresi wajah malas mu itu!" seru sang Pemuda bertopeng. Ia mengelap bibirnya dengan kain putih yang tersedia.
"Ah siap!" Kripik bergaya hormat ala anggota keamanan.
"Hehehe...," tawa Gadis di sebelah Kripik. Ia sudah tak sabar bergabung dengan mereka di kelas. "Belum saatnya," ucapnya sedih.
Elin ikut tertawa kecil. Sosok Elin di sini begitu pemalu beda dengan di luar sana yang hanya diam dan misterius. Ia melakukan hal itu sebagai salah satu menjalankan sebuah misi penting.
Keempat remaja itu sekarang menikmati kue tart rasa pelangi. Keceriaan dan kebahagiaan terpancar jelas di wajah mereka.
@@@@@
Waktu telah berlalu. Aktivitas sekolah masih berjalan seperti biasanya. Murid kelas X-3 minus Hama sudah berada di dalam kelas.
"Pagi Resa! Pagi Fuyu!" sapa Andin semangat. Ia kini merubah penampilan sebagai murid terpintar. Kacamata tipis bertengger di hidung.
"Pagi juga," balas Fuyu tanpa menatap wajah Andin. Ia sedang sibuk mengerjakan tugas membuat cerpen.
Resa menatap anak angkatnya kagum. Kekuatan dan bakat milik Andin semakin berkembang.
"Pagi juga... Andin kesayangan," ucap Resa memeluk tubuh Andin lembut. Andin dengan sukacita membalas pelukan hangat itu. Pelukan sebagai pengganti sosok Ibu yang jauh di sana.
Ketiga sahabat itu saling bercengkrama. Fuyu terpaksa ikut atau ia mendapatkan hadiah kasih sayang dari Resa.
"Hmmm... Menyebalkan," gumam Fuyu kesal. Ia menatap Andin dan Resa seakaan ingin memangsa mereka. Tugas cerpen Fuyu padahal sebentar lagi akan selesai. Tugasnya pun tertunda untuk hari esok.
"Senyum Fuyu," ucap Resa tersenyum tipis ke arah Fuyu. Tubuh Fuyu merinding disko. Ia menunduk hormat kepada Resa.
"Hahaha... Fuyu takut sama Bunda," ledek Andin tertawa bahagia melihat seseorang tertindas. Padahal dalam hati ia ingin kabur dari sosok Resa mode iblis.
@@@@@
N
ana dan Raya. Menjalin kasih. Cinta bersemi dari SMA.
Oh Nana...
Oh Raya...
Cintamu abadi...
Nana menyanyikan sebuah lagu yang sedikit di ubah liriknya. Ia mengapit lengan Raya manja.
Murid-murid lain menatap sepasang kekasih yang menjadi tranding topik di sekolah begitu iri. Ada juga yang biasa saja dan ingin merencanakan mengganti sosok Raya di sebelah Nana.
"Beb, hari ini kamu manja sekali sih," Raya mengecup singkat kening Nana. Ia tersenyum tipis.
Nana begitu bahagia. Namun, ia tidak mungkin merasakan hal itu. Ia harus menjalankan misi sebaik mungkin tanpa menggunakan perasaan.
Sakit. Pasti itu yang dirasakan oleh Nana. Ia mulai menyukai sosok Raya. Raya selalu menemani dan membantu dirinya di saat sibuk.
"Aku sayang kamu, Beb," ucap Raya dengan perasaan kosong. Hati Raya telah mati dikuasai bayangan yang bersemu di dalam tubuhnya.
Setetes airmata jatuh dari mata indah Nana. Nana langsung menghapus airmata itu cepat.
"Iya... Aku juga sayang kamu," balas Nana tersenyum tulus.
Sosok bayangan mengamati kegiatan dan tingkah laku sepasang kekasih tersebut. "Dasar bucin!" sindirnya. Sosok itu pun menghilang dalam bayangan pohon.
~Kelas X-3~
Nana duduk manis di bangku. Ia menaruh topi kerucutnya di atas meja. Ia menatap semua wajah murid kelas X-3. Pandangan itu terhenti di satu titik yaitu Raya.
"Maafkan aku," gumam Nana sangat pelan sekali.
Raya tersenyum ke arah Nana. Ia menciptakan sebuah tanda hati menggunakan jari tangan. Nana tersenyum pahit di balik pandangan itu.
Nana membuka sebuah buku. Di sana terdapat tulisan 'Sebentar lagi jati dirimu akan terungkap'.
Deg!!
Nana melihat sekeliling area kelas. Ia tidak menemukan hal mencurigakan. Ia merapalkan sebuah mantera sihir secara diam-diam. Sebuah serpihan serbuk mengelilingi tubuh Nana maupun Raya.
"Aku harus hati-hati," gumam Nana.
Interaksi keduanya telah di amati seseorang di dalam kelas. Salah satu dari mereka tersenyum penuh arti.
Pelajaran pertama pun di mulai. Semua murid kelas X-3 mengikuti pelajaran dengan rusuh.
#############@@@@@@#############
~Jumat, 4 September 2020~
Next Chapter 20 Fans Fanatik Hicchan
Nana aka Naruseh
Raya aka Raylanvas
Riza aka AhmadRizani
Rizal aka Rizalraihan24
Lisa aka lisa_976
Yesa aka Nothingts
Raka aka Taiki_Huda
Elin aka pinnavy
Fir nii aka Kucingrebahan
Kripik aka kripik_kun
Resa aka Resaseki12
Andin aka andinXiena
Fuyu aka Fururun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top