Rey: Akan Ku Balas

Aku dan Yona bermain game seperti biasa. Berbeda dengan anak kecil lainnya yang lebih senang bermain di luar, kami lebih senang bermain dengan game. Menghabiskan liburan kami hanya dengan game.

Aku sudah sangat terbiasa dengan game buatan papa. Tentu saja, Anak semata wayang papa inilah yang menguji-coba semua game buatan papa.

Ah! Yona kalah lagi, ini sudah yang kesepuluh untuk kekalahannya.

Yona terlihat kesal, dia mengerucutkan bibir. Menghempaskan stick controller ke sembarang arah, tanpa memerdulikan sudah yang keberapa kali aku mengganti stick itu hanya karena kekesalannya. Menyilangkan tangannya.

Perlahan air matanya menetes. Aku berlutut di hadapannya. Mengusap air matanya. "Jangan nangis dong... Kita main yang lain aja, yuk." Bujukku.

"Kalau gini terus, gimana aku bisa..." Yona memberi jeda. "dinikahi Rey."

Aku tersenyum menatap anak tujuh tahun yang sudah berfikir ingin menikah denganku. Mengelus rambutnya lembut. "Tenang aja, Rey bakal tetap nikahi Yona kok. Udah ya nangisnya, yuk main yang lain aja."

"Meskipun Yona ga pinter main game?"

"Kata siapa Yona ga pinter? Yona pinter kok, buktinya Rey aja beberapa kali hampir kalah." Ucap Rey sambil tersenyum.

Yona kembali tersenyum. "Suatu saat Yona pasti berhasil ngalahin Rey!"

Terbangun.

Mimpi itu lagi.

Aku mengacak rambutku asal. Bangkit berdiri dari matras yang kubawa sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi.

Aku mencoba membuka pintu kamar Yona.

Terkunci.

Baguslah.

Tok tok tok ...

"Yona ... Kamu masih main game?" tanyaku.

Yona membuka pintu kamar. Wajahnya terlihat sangat bersyukur melihatku. Matanya mulai berkaca-kaca.

Aku menyelidik. Menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semuanya baik-baik saja, hanya~ Celananya basah.

Aku menghela napas berat. Dia selalu seperti ini ketika lupa harus ke toilet setiap dua jam sekali.

"Rey ..." panggilnya parau. "Ini semua karna Rey!"

"Emangnya Rey salah apa sayang?"

"Rey tidur di lantai depan kamar Yona, toiletnya ga ada di dalam kamar. Jadi Yona harus keluar dari kamar biar bisa ke toilet. Yona inget kok harus ke toilet tiap dua jam sekali. Tapi karna Rey tidur di depan, Yona~" Yona memberi jeda. Lalu menangis sesenggukan.

Gill memang memberiku kamar tadi malam, hanya saja dia pasti dendam padaku.

Dia memberiku kamar terkecil dengan single bed yang lusuh di lantai tiga, dengan jarak yang jauh dari tangga. Sedangkan kamar Yona di lantai satu. Aku benar-benar mencurigai Gill, dia pasti berniat macam-macam. Jadi, berhubung aku harus menjaga tunanganku dari serangan hewan liar. Untung saja aku membawa perlengkapannya dari rumah. Jadi, aku tidur tepat di depan pintu kamar Yona. Agar aku bisa terbangun jika ada yang berani macam-macam.

Aku menenggelamkan wajahnya di dada bidangku. Merasa bersalah. Mengecup pangkal kepalanya.

"Gapapa kok kalo ngompol, kenapa harus nangis? Nanti mau sekolah loh, jelek kalo matanya bengkak kan?"

Dia melepaskan pelukanku. Menatapku dengan tatapan kesal.

"Gue gak ngompol!" ucapnya dengan wajah manisnya.

"Iya sayang~" ku kecup pipinya. Memeluknya erat. "Kamu cuma pipis di celana. Aku ada bawa kok celana cadangan kamu di mobil. Kamu mandi aja dulu, biar aku ambilkan celananya."

Dia mengangguk. Aku pergi menuju mobil untuk mengambil baju seragamnya dan perlengkapan untuk mandinya.

Itu artinya dia tidak keluar dari kamar semalaman, kan?

Dia semakin manis saja. Bahkan ketika dia membasahi celananya sendiri.

Tunggu.

Bukankah gue terlihat seperti bocah ABG mesum?

*****

"Gill, kayanya gue bagusan tidur di rumah tunangan gue aja deh." Ucap Yona pada Gillian yang sedang makan siang.

Gill menghentikan acara makan-makannya. Menatap Yona heran, dengan berbagai pertanyaan dari matanya. Semua terpancar jelas di wajah cowok keturunan bule itu.

Gill berdeham. "Emang kenapa Na? Lo ga nyaman nginap rumah gue?" tanya Gill.

Aku melambai kedua tanganku. Sebagai isyarat bukan.

"Well, gue cuma jijik kalo harus basahi celana gue lagi."

Melahap makananku tanpa menghiraukan tatapan bingungnya Gill. Gill tidak tahu aku tidak bisa merasakan hal lainnya selain sakit.

Aku selalu berusaha menyembunyikan penyakitku, agar tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain. Aku tidak butuh simpati mereka.

Penyakitku diketahui oleh Gill juga, karena Gill pernah memergoki aku yang ditabrak mobil. Saat itu kaki kiriku patah. Aku tetap bisa berdiri seperti orang normal, meskipun dengan luka di sekujur tubuhku.

Ayah Gill adalah dokter. Gill telah di doktrin agar bisa memberikan pertolongan pertama pada orang yang mengalami kecelakaan.

Gill yang melihat kecelakaanku. Tanpa aba-aba, dia menghampiriku dan berusaha memberikan pertolongan pertama.

Meskipun aku bersikeras mengatakan aku baik-baik saja. Tapi dia tahu, aku kritis. Dia bersikeras ingin memeriksa kondisiku.

Saat itu, aku tidak ingin banyak yang mengetahui penyakitku. Aku benar-benar menolak pertolongannya.

Jika saja, saat itu Gill tidak keras kepala ingin menolongku. Mungkin aku sudah mati saat itu.

*****

"Terus, gimana acara nginapnya kalian? Berlangsung harmonis kah?" Tanya Lery.

Aku masih terfokus pada game moba di ponselku. "Hm"

"Lagi nyobain game baru?" tanya Lery.

"Baru di kirimin bokap gue tadi pagi. Lumayan lah, meski ada beberapa bug yang harus di perbaiki." Jelasku tanpa melepaskan pandangan dari ponselku.

"Bro."

"Hm"

Lery menunjukkan cermin kecil yang selalu dia bawa. Lery itu pria narsis yang harus selalu eksis. Daripada dia selalu ke toilet. Dia lebih memilih membeli cermin kecil untuk ia bawa kemana-mana.

Aku menoleh pada cerminnya sebentar, lalu kembali fokus pada game moba di ponselku.

"Bagus"

"Oh, gue kira lo ga sengaja polesin lipstick." Ucap Lery menahan tawa.

Lipstick?

Aku menyambar cermin kecil milik Lery. Melihat pantulan wajahku. Lipstick merah menempel pada bibirku dan alis tebal, ala tante-tante girang.

Pantas saja, tadi pagi cermin di toilet menghilang. Padahal tadi malam masih ada.

Pantas saja, aku diperhatikan dari gerbang hingga ke kelas. Padahal ku kira tingkat ketampananku meningkat drastis. Ternyata aku ditertawai oleh mereka semua.

Sialan.

Awas saja, akan kubalas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top