Liona yang Bebal
"Nihh na, gue buatin buat lo." Ucap Retta sembari memberikan lunch box pada Liona.
Liona berkedip dua kali. Tidak paham dengan maksud Retta. Menatap Retta dan lunch boxnya bergantian. Hingga akhirnya menerimanya.
"Tumben?" Ucap Liona setelah mengalihkan pandangannya pada lunch box pemberian Retta.
Retta tersenyum tanpa menjawab Liona.
Liona membuka lunch box pemberian Retta. Menatap takjub pada isinya. Merasa bersyukur dia tidak pingsan hari ini. Karena ini sudah hampir dekat dengan harinya pingsan.
"Gue cuma mau bilang makasih." Ucap Retta tiba-tiba.
"Buat apa?"
"Berkat lo gue bisa di notice pujaan gue. Gue udah bilang, dia pasti selalu sebaik itu. Kenapa juga lo ga bisa akur sama dia?"
Liona menatapnya heran. Merasa ada yang tidak beres dengan sohibnya yang mendadak berubah aneh.
"Lo ga lagi nyoba ngeracuni gue kan?" Tebak Liona asal.
Retta menggetok kepalanya. Mencibir kesal. "Gue udah bilang, gue mau makasih doang sama lo."
Liona mengalihkan pandangannya pada seorang cowok yang baru masuk ke dalam kelas. Cowok itu mengenakan pakaian basket berwarna merah perpaduan hitam, mengalungkan handuk kecil di lehernya. Berkeringat di sekujur tubuhnya.
Cowok itu begitu mencolok. Seisi kelas menatap manja padanya. Hanya para pria yang tidak ambil peduli dengan kehadirannya.
Kapten basket itu duduk tepat di samping Liona. Karena memang itulah tempat duduknya. Mengambil botol minumnya dan meneguk isinya dengan lahap.
Liona berhenti memperhatikannya. Dia merasa sia-sia memperhatikan cowok paling mencolok di kelas itu. Karena itu tidak bisa membuatnya kenyang. Padahal gadis itupun tidak bisa merasakan kenyang. Liona kembali menatap makanan mewah yang dibuatkan Retta padanya.
Dia jarang sekali bisa memakan makanan seperti itu di sekolah. Berbeda dengan Lionel yang selalu membuat bekal makanannya sendiri karena seleranya yang susah di dapatkan di sekolah dan alergi telurnya yang parah. Sehingga Lionel trauma dan tidak ingin sembarang memakan makanan dari luar.
Liona mulai memakannya. "Kenapa ga ada Telur gulung?" Protes Liona.
"Telur?" Gill membeo.
"Iya, gue pengen makan itu."
"Lo kan alergi telur." Ucap Gill mengingatkan.
"Ya, itu kata dokter."
Gadis itu selalu memakan telur, padahal sudah dianjurkan dokter agar tidak memakannya. Tidak seperti Lionel, alergi yang di derita Liona tidak separah kembarannya.
Setiap kali Lionel tidak sengaja memakan telur, Lionel akan merasa sesak dan gatal pada sekujur tubuhnya. Sedangkan Liona, jika gadis itu memakan telur, akan muncul bintik-bintik merah dari tubuhnya.
Dokter mengatakan, jika Liona bisa merasakan sakit. Alergi itu akan sangat menyiksanya. Bintik merah yang muncul di sekujur tubuhnya akan menjadi sangat gatal.
"Jadi lo alergi telur juga?" Tanya Retta yang baru menyadari penyakit Liona.
Gill mengangguk mantap demi menutupi gelengan Liona. "Karena itu tolong jauhi anak ini dari telur." Ucap Gill sambil menepuk puncak kepala Liona pelan.
"Kok gue ga pernah tau?"
"Ya karena, nih anak ga bolehin gue nyebarin kabar. Tiap makan telur, dia selalu berakhir di UKS. Alhasil pas gue balik, gue bohong bilang Liona sakit perut. Tapi semakin dibiarin, rasanya dia malah makin jadi dan tidak memperdulikan kesehatannya." Gill ceramah bagaikan orang tua yang menceramahi anaknya.
Retta mengangguk mengerti. "Gue bakal berusaha sebisa mungkin agar lo terhindar dari telur."
"Ga usah, tolong."
Kapten basket itu mencomot makanan yang diberikan Retta. Liona memukul lengannya tanpa perasaan. Cowok itu meringis kesakitan.
"Punya gue!" Ucap Liona dengan gaya memeluk makanannya.
Gill terkekeh. "Iya-iya, gue juga udah mau balik latihan. Doain gue ya, biar menang di turnamen nanti."
"Alah, gaya lo. Kaya lo bisa menang aja."
"Wah selepe lo! Kalo gue menang, kasih cium nihh ya?" Tantang Gill.
"Oke! Tapi kalo lo kalah, lo harus nyium kaki gue, gimana?"
"Oke! Jangan tarik kata-kata lo ya!"
Liona menempelkan jari telunjuk dan jempolnya sebagai isyarat oke.
*****
Bosan.
Liona duduk bertopang dagu. Tidak semangat dengan jalan kehidupannya yang begini-begini saja.
Ya, hidup itu gini-gini aja. Terlahir, balita, bocah, dewasa abis tuh ya cari duit. Kalo cari duit, kerjanya cuma bangun, kerja, makan abis tuh tidur. Gitu-gitu aja terus sampe mati.
Kalo bagian Liona~ Terlahir, balita, bocah, bocah lagi. Masih main game, sih.
Lagian Liona tuh bosan berada di rank tertinggi dalam game. Dia sangat hebat dalam game, tapi sangat buruk di pelajaran. Sebenarnya Liona tidak bodoh, sama seperti kakaknya yang jenius. Dia hanya malas belajar.
Menurut Liona, jika dia bagus dalam segala hal. Bagaimana Lionel bisa mengalahkannya?
Terdengar seperti alasan memang.
Gadis itu mulai menyantap bakso yang di belinya. 'Ga enak' batin Liona.
Hal yang paling di doktrin ibunya Liona adalah dia tidak boleh membuang makanan dan jangan memilih makanan.
Alhasil, gadis itu tidak pernah mau membuang makanan meskipun itu tidak enak.
Selagi Liona makan bakso buatan Bu Miyah. Liona menyipitkan matanya, berusaha fokus pada dua cecunguk yang baru saja tiba di kantin dan di sambut meriah oleh beberapa cewek ganjen.
Liona yang sudah tahu dua cecunguk itu siapa. Gadis itu langsung terbelalak dan panik. Dia melihat sekeliling, berusaha mencari tempat.
Hingga akhirnya gadis itu memutuskan untuk bersembunyi di kolong meja. Menutup wajahnya dengan rok Retta yang sedari tadi duduk di sebelahnya. Sohibnya itu menjerit kaget karena roknya diangkat-angkat cewek tak bertanggung jawab itu.
Rey menjewer telinga Liona. Membuat gadis itu terkejut dan menjerit histeris lalu pura-pura pingsan.
Rey menahan tawa. "Ret, boleh kasih tempat?"Bisik Rey.
Retta menurutinya. Gadis itu pergi dari mejanya. Meninggalkan Liona yang pura-pura pingsan di kolong meja.
Rey menggeser meja, mengambil gincu yang sudah dipinjamnya pada Bu Miyah sebelum menghampiri Liona. Gincu itu hanya tinggal sejengkal lagi untuk mencapai bibir Liona. Tapi gadis itu berhasil menahan tangan tunangannya.
Liona menahan tangan Rey dengan mata yang masih tertutup dan masih dengan keadaan pura-pura pingsan.
Rey terkekeh melihat tingkah tunangannya. Cowok itu mendekatkan wajahnya ke telinga sang tunangan.
"Bangun sayang, ada kecoak lohh"
Liona bangun dengan cepat. Terlihat jelas dia kaget dan panik. Cewek itu sudah takut pada kecoak sejak kecil.
Hampir saja kepala Liona menghantam sisi meja yang digeser Rey. Cowok itu seolah sudah tahu tunangannya akan bertingkah begini. Dengan cepat, Rey memegang sisi meja yang hampir membentur kepala tunangannya.
Rey meringis kesakitan. Refleks Liona sangat buruk. Telapak Rey yang menjadi pelindungnya justru mulai membiru.
Liona terlihat kebingungan. Masih mencari asal kecoak yang disebutkan tunangannya. Dia bahkan tidak menyadari nasib telapak tangan tunangannya.
"Kecoaknya udah pergi ya, Rey?"
Mungkin beberapa dari kalian sempat membaca chapter "Ratu Gamer" ya?
Sebelumnya saya minta maaf ya..
Chapter itu saya unpublish.
Karena menurut saya, kurang nyambung dan kurang menarik. Jadi saya ganti dengan chapter ini.
Semoga suka ya guys❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top