Liona POV
"Sial! Teamnya noob!" Ceracauku yang sedang bermain game di ponselku.
"Udah gue selamatin malah kabur!" Ceracauku tak peduli dengan suasana hening diantara kita bertiga.
Entah kenapa aku merasa merinding. Hawa disini sangat aneh. Apa rumah ini berhantu?
"Gill" Panggilku. Masih tetap menatap layar ponselku.
"Hm?" Sahut Gill.
"Rumah lo banyak setannya ya? Kok gue merinding dari tadi ya?" tanyaku.
"Setannya dari tadi duduk di sebelah kiri lo, gimana ga merinding?"
Aku menoleh ke kiri. Menatap horror pada Rey yang duduk manis dengan senyuman palsu yang menusuk.
"Gue setan penjaga malaikat maut. Salam kenal." sahut Rey datar.
Aku menoleh lagi pada Gill dengan tatapan horror. "Lo bener Gill, kakinya ga napak!" Ucapku asal.
Rey menggetok kepalaku pelan. "Jangan ikutan!"
Aku mengerucutkan bibir. Rey mendadak judes, bagaikan ibu-ibu yang sedang menstruasi.
Rey terlihat tak peduli dengan cemberutku. Kenapa dia terlihat kesal sekali? Matanya menatap pada.... Gill?
Hm
Sebenarnya ada apa diantara mereka?
Aku menatap mereka bergantian. Gill juga menatap Rey dengan tatapan marah.
"Gue ganggu ya? Kalo gitu gue permisi." Ucapku memecahkan keheningan.
Baru berjalan dua langkah meninggalkan sofa. Rey menarik kerah bajuku dari belakang, membuatku tercekik. Tentu saja, tidak sakit.
"Gue ga mau ganggu hubungan kalian." Ucapku parau.
"SIAPA YANG BERHUBUNGAN!" bentak mereka serentak.
Aku merasa bagaikan kucing yang akan ditendang jika mencuri ikan lagi.
"Terserahlah, Gill kamar gue mana? Gue mau tidur." Kataku bohong.
Rey menatapku bingung. Tentu saja dia pasti bingung. Aku tidak pernah tidur selain pingsan. Aku hanya tidak ingin mengganggu mereka.
Gill tersenyum padaku, dia berdiri dan menuntun jalan untukku. Menurutku Gill itu pria yang manly. Dia terkesan seperti bangsawan yang memiliki derajat tinggi. Meskipun Rey tidak kalah manly dengan Gill. Hanya saja, sikap itu keluar ketika moodnya sedang bagus.
"Ini kamar lo. Kalo ada yang kurang, bilang aja." Ucap Gill sambil memegang kusen pintu yang telah ia buka.
Aku melihat ke sekeliling. Kamar ini memiliki dekorasi eropa yang khas. Wewangian yang keluar dari kamar ini harum tapi tidak menyengat. Selain itu, kamar ini memiliki komputer gaming yang lengkap.
Aku menatap kagum pada komputer mewah milik Gill. Harga kursinya saja bisa mencapai ratusan juta. Harga untuk keyboardnya saja setara dengan satu unit motor gede. Keseluruhannya berkisar lima ratus jutaan. 'Kapan aku dapat ginian dari Rey?' pertanyaan itu muncul di kepalaku.
Gill tersenyum sombong. Dia terlihat senang memamerkan benda-benda mahalnya padaku.
"Pake aja na." Ucap Gill memotong lamunanku.
"Ga usah, gue mau tidur aja." tolakku bohong.
Aku pura-pura menguap dan mengucek mataku. Membuat mataku terlihat sayu.
Gill mengernyitkan dahi. "Kenapa lo mangap gitu?" tanya Gill bingung.
"Gue kan nguap." imbuhku.
"Jadi kenapa masih mangap?" tanyanya.
Sial! Gue beneran ga paham gimana caranya nguap!
Rey menahan tawa dengan menutup mulutnya menggunakan punggung tangannya. Dia tahu aku tidak pandai menguap. Aku tidak pernah merasa ngantuk, mana mungkin bisa menguap. Dia benar-benar menyebalkan.
"Yaudah lo istirahat deh. Gue juga mau tidur. Goodnight." Ucap Gill sambil tersenyum manis padaku dan mengelus pangkal kepalaku.
Rey terlihat berang. Dia menepis tangan Gill. Gill menatapnya dengan tatapan dingin.
Rey balas menatapnya. "Gue udah bilang, gue setan penjaga malaikat maut." Ucap Rey asal.
Aku menggetok kepalanya. "Kalo gue malaikat maut, udah dari dulu-dulu gue masukin lo ke neraka."
Rey terkekeh kecil. Dia sangat overprotective. Terkadang sikap protectivenya menyebalkan. Tapi entah kenapa, aku merasa itu adalah daya tarik tersendiri dari dirinya. Itu menunjukkan ketidak sempurnaannya sebagai manusia.
"Udah ah, gue mau tidur." Ucapku memecah tatapan membunuh diantara mereka.
Mereka beralih tersenyum padaku. Mengangguk sekali dan berlalu pergi berlawanan arah.
Aku menggeleng. Lalu menutup pintu. "Aku harus membuat mereka akur." Benakku.
Aku cekikikan senang. Ini benar-benar merupakan anugrah. Gaming chair yang nyaman ini, hari ini milikku. Komputer mewah yang sangat memanjakan mata.
Aku meraba gaming chair itu pelan. Merasakan setiap bahan dari kursi itu. Mencoba mendudukinya, rasanya benar-benar nyaman. Meskipun duduk di kursi biasa juga tidak ada bedanya bagiku. Tapi menurutku, bukankah apapun yang mahal itu pasti nyaman?
Sama seperti Rey, dia mahal. Dia bahkan lebih mahal dari air mineral di bandara.
Aku mulai mengeklik game moba di komputer. Memilih hero yang akan kugunakan. Lalu memainkannya.
Aku menggunakan headset. Memaksimalkan volumenya, agar memberikan sensasi yang tidak biasa.
Aku mulai berceracau-ria. Mengabaikan apapun yang akan terjadi. Bahkan jika terjadi gempa, aku tidak akan beranjak dari kursi ini.
"WOIIII!" teriak Rey tepat di telingaku setelah melepas headset mewah milik Gill.
"Berisik!"
"Tadi ngakunya mau tidur sampe mangap-mangap gitu?" Rey menahan tawa.
"Bacot!"
"Wah tega lo na."
"Bukan elo! Team gue nih! Bentaran deh kalo lo mau ngomong."
"Gue cuma...." Rey memberi jeda. "Mau tidur disini, diluar dingin." Ucap Rey memelas.
"Mati lo! Matiii!" Ceracauku tak menghiraukan perkataan Rey. Bahkan tak mendengarnya sama sekali.
Seketika layar komputernya mati. Aku mencari-cari penyebab kematiannya. Ku tekan lagi CPUnya, tapi tetap saja tidak mau hidup. Aku mulai memeriksa kabel komputernya, mungkin tercabut pikirku.
Aku merangkak mengikuti arah kabelnya. Hingga mentok di depan kaki seseorang. Aku mendongak menatap Rey yang tersenyum penuh kemenangan dengan memutar kabel yang berhasil ia cabut.
Aku mengerucutkan bibir. Seolah anak kecil yang direbut permennya. Rey selalu merusak kesenanganku.
"Yaudah cepet, mau ngomong apa?"
"Gue mau tidur disini."
"Whattt? Kita belum nikah. Ga baik tidur berdua sekamar dengan beda gender."
"Gue tidur di lantai juga gapapa." Rey memelas memohon.
"Lo bisa tidur di kamar lain." Ucap Gill yang tiba-tiba saja sudah nangkring di depan pintu sambil berkacak pinggang.
Rey terlihat tidak punya pilihan. Dia menatapku dalam, meremas kedua bahuku pelan. "Setelah gue keluar dari kamar ini, kunci pintunya, Oke?" Ucap Rey lalu mendaratkan kecupan hangat di keningku.
Aku mengangguk. Mengikutinya dari belakang. Setelah dia keluar dari kamar, aku menutup pintunya kemudian menguncinya.
Rey benar-benar cowok yang perhatian dan imut...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top