Kesukaan Lionel

Retta sahabatku selain Gill, tersenyum manis seperti biasa, pasti ada maunya.

"Na"

"Hm" sahutku malas.

"Si Yonel suka apa aja?" tuh kan, UUL (Ujung-ujungnya Lionel).

"Apanya?" Tanyaku tidak tertarik.

"Dia suka makanan apa aja emang?"

"Telur gulung." Jawabku asal.

"Makasih Yona sayang!" Seru Retta kegirangan. Gadis itu memang sudah naksir kembaranku sejak lama. Meskipun sudah sering dikibulin olehku, Retta tidak pernah kapok atau marah padaku. Beberapa perkataanku memang terbukti kebenarannya.

"Tapi ga usah pake micin ya, terus gulungannya ga usah terlalu tebal. Dia ga suka makanan yang dicampurin micin. Terus kalo telur gulungnya ketebalan, dia suka eneg makannya."

Retta mencatat semua yang dikatakan Yona. Catatan itu selalu ia bawa kemanapun. Di buku itu, beberapa tulisannya di coret, ada pula yang diberi tanda hati.

"Ngomong-ngomong. Lo kok bisa sih suka sama si Yonel?" tanyaku sedikit penasaran.

"Lah, emang gue temenan ma lo buat apa kalo bukan demi Yonel?"

Kurang ajar emang.

Aku mengurungkan niatku bertanya lebih jauh. Semua jawabannya hanya membuatku makan hati saja. Retta sudah naksir Lionel sejak duduk di bangku SMA. Lionel bahkan cuek-cuek saja pada setiap gadis yang mendekatinya.

Retta sudah menyukai cowok kembaranku itu sejak duduk di bangku SMA. Selama ini dia selalu berusaha untuk bisa sekelas dengan Lionel. Tapi apa yang bisa dilakukan gadis dengan otak pas-pasan itu? Yonel memang terlalu jenius.

Dua hari yang lalu, aku mengibuli Retta. Dengan mengatakan Yonel menyukai hewan berbulu. Alhasil, dengan bodohnya Retta membawa anjing peliharaannya dan menunjukkan hewan itu pada Lionel. Lionel berteriak histeris pada anjing ras kecil berjenis mini pom. Lionel mengidap cynophobia, phobia itu berawal dari traumanya yang digigit anjing ketika usianya masih kecil.

Lionel marah pada Retta, memakinya dan menyuruhnya pergi. Retta menangis di halaman belakang sekolah sendirian. Tapi, Retta memang benar-benar gadis yang baik. Setelah puas menangis, dia akan kembali padaku dengan senyuman tulusnya. Seperti tidak ada yang terjadi, meskipun matanya sembab.

Aku tahu dia menangis, tapi sebagai temannya bukankah aku seharusnya tidak banyak bertanya tentang masalah yang menyakiti hatinya?

Jujur, sejauh ini aku jadi kembarannya cowok populer di sekolah itu. Aku benar-benar tidak tahu makanan kesukaannya atau apalah itu.

Yang benar saja, gimana bisa tau?

Tiap ketemu aja udah bikin naik darah. Jadi daripada mengecewakan cewek sebaik Retta, sebaiknya aku bilang saja apa yang kusukai, kan? Kami kan kembar identik, seharusnya kesukaan kita hampir sama, kan?

"Emang apa yang lo liat sih dari dia?" Tanyaku yang tidak puas dengan jawabannya tadi.

Retta menghela napas berat. Lalu tersenyum lebar padaku memamerkan gigi kelincinya. "Meskipun dia suka ngomong kasar, jutek, marahin gue, maki gue, bahkan nyuruh gue pergi. Gue tau kok, sebenarnya dia itu baik. Salah gue sih,  jadi cewek ga peka banget. Kalo bukan dari lo, gue ga bakal tau dua hal yang dia suka dan dua puluh hal yang dia benci dan tentang phobianya. Gue ga bakal tau semua itu kalo lo ga kasih tau gue hal-hal ngawur yang sebenarnya itu hal yang lo sukai." dia tersenyum tulus. Seolah mengucapkan terima kasih karena sudah membantunya selama ini.

"Jadi, selama ini lo tau yang gue kasih tau itu hal-hal yang gue sukai?"

Dia mengangguk. Lalu tersenyum lagi. "Sama kaya pemikiran lo, gue juga mikir karena kalian kembar identik seharusnya kesukaan kalian itu hampir sama, kan?"

Aku menatap gadis itu tak percaya. Setulus itu kah dia berteman denganku? Apa dia memiliki penyakit yang sama sepertiku? Mungkin bedanya dia tidak bisa merasakan emosi?

*****

Dia menyodorkan lunch box miliknya pada cowok itu tanpa berani menatap matanya.
"Yonel, maaf!" Ucap Retta pada cowok berkacamata kembaran sohibnya itu.

Lionel yang sedang duduk di meja makannya bersama Bram dan dua teman lainnya, menatapnya bingung. Lionel benar-benar tak habis pikir dengan gadis yang pantang menyerah ini. Cowok itu menghela napas berat, kemudian menerima lunch box gadis itu.

Retta menunduk tak berani menatap cowok itu. "Gue cuma mau minta maaf soal yang kemarin. Gue bener-bener ga tau." Ucap Retta parau.

"Tunggu!"

Langkah Retta terhenti. Retta memberanikan diri menatap wajah tampan cowok itu.

Lionel menghela napas berat. Dia sudah membuka lunch box yang diberikan Retta. Lionel menatapnya dengan tatapan kecewa.

"Duduk" perintah Lionel.

Tanpa mengucapkan perintah kedua, Retta menurutinya. Gadis itu duduk berhadapan dengannya. Retta takut, kali ini dia juga salah mengira apa yang diberikannya ternyata bukanlah hal yang disukai Lionel.

"Kenapa yang lo kasih itu ga pernah beres?" tanyanya dengan nada datar.

Retta berusaha sebisanya agar air matanya tidak jatuh. Dia menunduk menatap kedua tangannya yang gemetaran, tidak berani menatap cowok itu.

"Maaf" hanya satu kata yang bisa diucapkan Retta dengan tulus. Dia benar-benar berniat minta maaf padanya. Tidak ada maksud lain selain itu.

"Tatap gue."

Retta menatapnya takut-takut. Matanya berkaca-kaca. Dia takut akan dimaki dan dibenci cowok yang di cintainya.

"Inget yang gue bilang dalam sekali dikte. Oke?" Ucap Lionel tegas.

Retta mengangguk takut-takut.

"Yang paling utama itu gue benci binatang berbulu terutama anjing. Gue benci serangga, sebenarnya lebih tepatnya gue ga suka binatang apapun itu. Yang kedua dalam poin penting itu, gue alergi telur." Ucapnya dengan tatapan tajam pada Retta.

Retta mulai gemetaran, dia menyadari kesalahan fatal yang dia buat sudah dua kali. Retta tetap kekeuh menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Yang gue suka itu makanan khas eropa tanpa micin apapun. Sekarang, jangan lakuin kesalahan lagi. Karena gue alergi telur, gue ga mau makan ini. Jadi, lo aja yang makan disini."

Retta mengangguk. Air matanya menghilang. Dia benar-benar kegirangan diberi kehormatan untuk makan bersamanya. Selain itu beberapa kata Liona itu benar, Lionel tidak suka makanan yang berlebihan micin. Retta tahu betul, Lionel yang bersikap kasar bukanlah Lionel yang sebenarnya. Dia tahu cowok idamannya itu pasti sebaik ini.

Retta memakan telur gulungnya dengan lahap tanpa berhenti menatap Lionel yang menyantap makan siang yang di bawanya dari rumah tanpa menoleh pada Retta.

Tanpa sepengetahuan Retta, dibalik kebahagiaannya, ada banyak orang yang menatapnya dengan tatapan kesal dan iri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top