Just stay
"Kayanya tunangan gue punya cewek lain deh, ta" ucap Liona parau.
Retta yang sedang memakan rotinya membulatkan matanya, menatap sahabatnya.
"Katha siapha?" Tanya Retta dengan mulut yang penuh.
"Internet."
Retta menelan sisa makanannya lalu tertawa. "Lo dibegoin internet sih"
"Ya gejalanya sama sih."
"Emang penyakit, pake gejala?"
Liona menyandarkan kepalanya di atas meja. Belakangan ini, Rey mengabaikannya tanpa sebab yang jelas. Setiap Liona memulai pembicaraan, Rey selalu pergi dan mengabaikannya.
"Gue harus gimana?" Ucap Liona sedikit berbisik.
"Ciee~ lo ternyata bisa galau juga ya" ledek Retta.
"Gue ga masalah sih kalo gue bakal dimadu sama Rey, yang jadi masalah itu.. Gue pengennya dia sama cowok aja. Jangan sama cewek lain."
"Lah kenapa gitu?"
"Kasian mamanya, udah gedein anak susah-susah taunya kelainan, lesbian pula."
"DIA COWOK OI!"
"Gue aja tunangan sama cowok, harusnya dia sama cowok juga kan?"
Retta menarik napas dengan lahap lalu menyemburkannya dengan kasar. "Tau-ah" ucapnya pasrah.
Liona terlihat lesu dan tidak bersemangat. Melihat sang tunangan yang melewati koridor kelasnya, mendadak gadis itu malah mengganti ekspresinya dengan senyuman gila. "Ternyata dia ga sama cewek lain ya."
"Maksudnya?"
"Seharusnya gue udah tau dari awal kalau mereka itu pacaran." Ucap Liona sambil menunjuk ke arah Rey dan Lery yang berjalan berdampingan sambil tertawa dengan candaan mereka.
Retta hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sang sahabat yang entah beneran polos atau pura-pura polos.
*****
Liona mengepak barang-barangnya. Gadis itu bermaksud ingin pulang ke rumah.
Rey baru saja tiba ke rumah, melewati kamar Liona. Pintu kamar Liona yang tidak tertutup, membiarkan laki-laki itu melihat kegiatan gadis itu dari sudut matanya.
Koper besar terbuka di atas kasur diisi dengan pakaian-pakaian yang hampir penuh. Rey menghampiri tunangannya setelah sekian lama.
Liona hanya tersenyum simpul pada tunangannya.
"Apa yang lo lakuin?"
"Gue mau pulang, Rey."
"Kenapa?"
"Gapapa" kata Liona sambil meneruskan mengepak barang-barangnya.
Rey menggenggam lengan Liona. Menatap gadis itu dalam. "Kenapa tiba-tiba mau pulang?"
"Gue tau lo udah ada orang lain Rey."
"Maksud lo?"
"Gue seneng kok, ternyata lo lebih bahagia sama dia."
"Apaan sih na? Siapa maksud lo?" Ucap Rey dengan wajah penuh kerutan stress yang pelakunya jelas adalah tunangannya sendiri.
"Gue mau pulang aja Rey. Biar dia bisa tinggal disini bareng lo." Ucap Liona dengan nada lemah.
Rey masih tetap menggenggam erat lengan tunangannya. Gadis itu berusaha menepis tangannya. Meskipun Liona memalingkan wajah agar menghindari tatapan mata, Rey bersikeras agar Liona menatap wajahnya.
Liona berjalan menuju meja sambil menyeret Rey yang tetap menggenggam erat lengannya, bagaikan anak kecil yang merengek pada bundanya minta dibelikan mainan.
Gadis itu mengambil laptop dan memaksa laptopnya masuk ke dalam koper yang sudah penuh.
Rey tidak mengira gadis itu bisa salah paham terhadapnya. Dia hanya berbuat begini agar Liona mau menurutinya, agar gadis itu sadar akan pentingnya dirinya.
Rey menghela napas berat. Cowok itu benar-benar lelah. Yang dia inginkan hanya untuk kebaikan gadis itu. Tapi hal ini seolah menunjukkan semua yang dia lakukan malah sia-sia.
Rey melepas genggamannya. "Lo tau?" Rey memberi jeda. "Sebenarnya untuk membuat keputusan ini susah banget?"
Liona menghentikan aktivitasnya, menatap tunangannya yang bicara.
"Susah banget ga natap wajah lo.
Susah banget ga natap mata lo.
Susah banget ga liat tingkah aneh-aneh lo.
Susah banget ngehindari lo.
Setiap gue lakuin itu, batin gue menjerit.
Sakit.
Tapi semua yang gue lakuin, itu semua demi kebaikan lo. Gue cuma pengen lo sadar pentingnya gue buat lo." Ucap Rey.
Liona berkedip. "Lo disuruh Pak Tono buat puisi ya?"
Rey menganga tidak percaya. Setelah di jelaskan panjang lebar, gadis itu bahkan tidak mengerti maksudnya dan malah menyalah artikan maksudnya.
Liona menepuk pundak tunangannya. "Udah gue gapapa kok, gue ga masalah selama lo sama cowok. Jangan sama cewek, kasian mama lo." Ucap Liona sambil melanjutkan aktivitas beres-beresnya.
"Co-wok?" Rey membeo tidak menyangka dengan tuduhan sang tunangan.
"Iya, Lery kan? Maaf ya, gue kurang peka selama ini."
Rey menggetok kepala gadis itu geram. Padahal dia sudah berusaha puitis, tapi ternyata gadis itu malah salah paham dengan hal yang mustahil.
Spontan Liona mengelus kepalanya yang digetok Rey. Menatap tunangannya dengan tatapan bingung.
"Mana mungkin gue sama si cunguk itu? Hari ini juga gue bawa lo ke dokter Johan. Kayaknya ada yang enggak beres sama kepala lo."
"Iya, tadi abis digetok kayaknya lecet dalemnya." Kata Liona sambil mengelus bekas getokan Rey.
Rey mengabaikan perkataannya. Dia membuka koper yang sudah dikunci Liona. Cowok itu menaruh kembali laptop yang gadis itu masukkan ke dalam koper. Menggantung kembali pakaian-pakaiannya yang sudah dimasukkan Liona.
Liona hanya menatap cowok itu pasrah.
"Gue ga mau lo kemana-mana. Just stay." Ucap Rey tanpa menatap gadis itu, sibuk meletakkan kembali barang-barangnya dari koper.
Liona yang mendengar ucapannya mendadak merasa aneh. Dia memegang dadanya sambil berucap "Rey, dada gue berdetak deh. Coba pegang."
Liona menggenggam lengan Rey dan mengarahkannya pada dadanya. Nyaris saja tangannya menyentuh bagian itu, Rey menarik lengannya cepat.
Otomatis gadis itu menerima toyoran Rey. Cowok itu tidak habis pikir dengan pikiran Liona. Bagaimana bisa dia sebodoh itu membiarkan cowok perjaka menyentuh area penting wanita?
Bagaimana kalo kesucian Rey tadi sudah dilalap kebodohan tunangannya sendiri?
Rey pasti menyesal seumur hidup.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top