Tiga Belas

Hollaaa... Tanggal 5 ya friends. Sesuai pengumuman yg beberapa waktu lalu. Si Pita kado akhirnya bisa dipeluk2 di rumah, ya. Yuk, ikutan Pre order bukunya. Pemesanan bisa langsung ke penerbit, ya. Bisa juga melalui saya. Info lebih lanjut bisa cek ig yusniaikawijaya.

Yuk, buruan pesan. Mumpung masih tanggal muda. Tanggalnya para sultan.

###

"Yuk ah. Makan. Cobain tuh makanannya enak banget."

Suara Rajasa menarik Pita dari pikiran melanturnya. Ia memandang bingung makanan di tangannya. Ini kenapa ada tulang berdiri tegak di atas piringnya. Aromanya memang sedap namun juga sedikit aneh bagi Pita.

"Mas ini makanan atau bukan sih?" Rajasa terkekeh. Ia sudah menduga hal ini sebelumnya.

"Tentu makanan dong, Pit. Kalau bukan makanan tentu saja nggak di hidangkan di atas piring kayak gini. Aromanya aja sedap. Ayo coba enak banget ini. Bu Fatimah paling ahli buat makanan ini. Tuh ada sambal, kecap, juga jeruk nipis. Tambahin aja biar makin mantap." Rajasa mulai menyuap makanan di hadapannya.

Pita bergidik ngeri. Semenjak datang ke rumah Dian, tak sekalipun Pita makan makanan yang lazim ia makan. Semuanya serba baru juga aneh di lidah Pita. Yah, meskipun aneh namun tetap saja terasa begitu lezat.

Saat sendoknya menyentuh makanan dalam piringnya, matanya menangkap sesuatu yang ganjil.

"Mas ini kacang hijau kan?" Rajasa mengangguk tanpa bersuara mulutnya sibuk mengunyah makanan.

"Nggak ah, aku nggak jadi makan. "

"Loh, kenapa?" setelah menelan makanan di mulutnya pria itu berucap.

"Aneh aja. Masak kacang hijau di masak dengan daging-daging kayak gini,"

Rajasa seketika tersenyum maklum.  Pasti hal itu yang akan Pita katakan.  Kacang hijau biasanya disajikan bersama santan berkuah manis.  Namun kali ini sebaliknya. Kacang hijau menjadi menu makanan berbumbu.

"Itu namanya Kaldu kokot, pit. Dari kacang hijau yang dimasak dengan kikil sapi. Kokot dalam bahasa Madura adalah kikil. Coba aja dulu,  aromanya enak banget kan?"

Pita menyuapkan satu sendok makanan di depannya. Namun saat menyentuh lidahnya, ia seketika mengeryit dan dengan susah payah menelan makanan yang sudah masuk dalam mulutnya itu. Ia pun meraih cangkir berisi minuman berwarna kecoklatan dan menenggak isinya.

Lagi-lagi ia mengeryit. Minuman aneh apa lagi ini? Semuanya serba baru.  Akhirnya mau tak mau ia menenggak air mineral dalam botol yang sengaja Rajasa bawa dari mobilnya.

"Ini minuman apa lagi mas? Dari kemarin aku makan makanan aneh semua."

"Itu pokak. Terbuat dari gula aren,  jahe, kayu manis juga beberapa rempah lain. Cocok banget diminum saat udara dingin karena ada jahe yang memberikan efek hangat ke tubuh. Gimana? Ayo habiskan semuanya."

"Nggak deh. Aku nggak mau. Rasanya aneh. Kalau minumannya sih masih oke," Pita mendorong piring berisi makanan yang baru ia nikmati sesendok itu. Rajasa kembali tersenyum. Ia mengangguk, tak kembali memaksa Pita menghabiskan makanannya.

Tiga puluh menit kemudian Rajasa dan Pita meninggalkan gudang tembakau. Mereka menyempatkan mampir ke sebuah perbukitan wisata. Pita tak lupa mengeluarkan ponselnya untuk mengambil gambar pemandangan menakjubkan di depannya. Foto-foto kebersamaannya dengan Rajasa tak pernah ia lupa.

Pria itu ternyata benar-benar sosok yang menyenangkan. Ia tak keberatan mengikuti langkah kaki Pita yang seolah tak ada capeknya naik turun di perbukitan demi mendapatkan gambar yang Pita inginkan.

Tak sampai satu jam kemudian, mereka meninggalkan daerah itu. Hari sudah semakin gelap. Keberadaan Dian juga masih belum diketahui. Pita berkali-kali menghubungi tapi masih tak ada hasil sama sekali.

Saat mobil memasuki halaman rumah Dian, dari dalam rumah tampak seorang gadis berlari menyongsong mereka. Siapa lagi kalau bukan Dian. Pita dan Rajasa hanya mampu saling pandang melihat gadis yang sudah membohongi mereka habis-habisan. Mereka heran bagaimana bisa Dian sudah tiba di rumah lebih dulu dari mereka?

Dian segera mengetuk kaca mobil tak sabaran bahkan saat mobil belum berhenti sempurna. Pita bahkan meringis ngeri, takut jika kaki Dian bisa saja terlindas ban mobil yang ia naiki.

"Kalian kok baru balik sih. Udah dari tadi ditungguin," Dian seketika melontarkan kalimatnya begitu pintu mobil terbuka. Pita menaikkan satu alisnya semakin heran dengan ulah temannya.

"Nggak usah sok drama deh, Di." hanya kalimat itu yang menjadi jawaban atas ucapan Dian.

"Kamu kemana aja tadi?" kali ini Rajasa yang bertanya.

"Mas Rajasa kan tadi nurunin aku di cafe tentu aja aku di sana. Lupa apa?" Dian berbicara seolah-olah tak ada yang tahu ulahnya.

"Kamu sampai jam berapa di kafe?" Rajasa seketika paham. Dian masih dalam mode pura-puranya.

"Tadi hampir jam lima. Kalian lama sih, jadi aku pulang duluan." Pita menepuk keningnya keras mulutnya hendak berucap namun Rajasa menahannya. Pria itu menggenggam tangan Pita erat. Berharap gadis itu tak bertindak sembrono.

Pita yang seketika tahu maksud Rajasa seketika menutup mulut. Ia menunggu Rajasa yang bertindak.

"Kamu ngapain di cafe?"

"Nggak ada, cuma duduk-duduk aja. Dengerin musik."

"Bohong!" Rajasa berseru keras.

"Kamu sudah berani membohongi kami. Pakai bawa-bawa aku sama Pita lagi." Rajasa mulai terlihat mengintimidasi. Membuat Dian mati kutu seketika.

Inilah bedanya Rajasa dengan kedua kakak juga sepupunya yang lain. Rajasa terlalu mengenal dirinya. Pria itu juga sering kali terlalu tegas kepada dirinya.

"Aku nggak bohong. Sumpah," Dian mengangkat kedua tangan membentuk huruf V.

"Kalau kamu cuma duduk kenapa kami tak menemukan kamu di cafe itu?" Dian terlihat membelalak.

"Kamu nggak nyangka kan kalau kami tadi balik lagi ke cafe tapi nggak bisa menemukan kamu di manapun? Ponsel kamu juga nggak bisa dihubungi. Saat kamu turun tadi emang kamu bilang kalau minta jemput? Nggak kan. Semua kata-katamu itu aneh. Nggak nyambung antara satu dengan yang lain. Maklum saja kamu masih belum profesional untuk urusan berbohong." lanjut Rajasa. Dian pun terdiam.

"Nah, kan nggak bisa jawab," Rajasa menambahi. "Pita tuh baru tiba di sini, bukannya menemani dia tapi kamu malah kabur entah kemana."

"Tape ba'na kan senneng keya dhi-budhina, bisa lan-jalanan kadhuwa'an ban Pita. Wa' Mas Ical la dhari ba'arik esoro ebo' ngancae Pita lan-jalanan. E kala' oreng buru tao rassa ba'na." ¹

Rajasa seketika bungkam. Mendesah lelah sebelum akhirnya berucap, "Ja' ni-bannian ba'na." ²

Sedangkan Pita, apa yang gadis itu lakukan? Tentu saja hanya mampu memandang heran tak tahu dengan apa yang kedua orang di hadapannya ucapkan. Dia benar-benar merasa seperti di planet asing. Tak tahu apa yang baru saja mereka bicarakan.

Mungkin nanti ia akan mengecek ponselnya demi menemukan apakah Google translate sudah bisa menterjemahkan kosakata dalam bahasa Madura atau tidak.

###

1 = Tapi kan kamu senang akhirnya bisa jalan berdua aja sama Pita. Tuh Mas Ical sudah dari kemarin disuruh ibu menemani Pita jalan-jalan. Kena tikung baru tahu rasa.

2 = Jangan macam-macam kamu!

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top