Part 4

Surabaya.

"Mba Laras," panggil Risa  adikku sambil melambaikan tangannya.

Aku membalas lambaiannya  tersenyum menghampiri.

"Ayah sama Ibu mana?" tanya ku setelah  melepas pelukannya.

"Ayah ada pertemuan penting dikantornya, Ibu  menunggu Mba di rumah, masak kesukaan Mba," jawab Risa.

"Jadi sekarang  sudah berani bawa mobil sendiri nih? " selidikku.

" Iya  dong, Risa kan sudah gede," aku tertawa kecil melihat  Risa. Dia baru masuk kuliah tahun ini. Meski  begitu  aku masih menganggapnya gadis kecil yang manja dan penakut.

"Kita langsung pulang ya Mba," ujarnya dibelakang kemudi.

"Iyalah,"

"Ya kali Mba mau ke butik  dulu,"

"Ngga dulu Ris, Mba mau pulang dulu,"

"Siap juragan," candanya.

Setahun tidak bersua dengan  Kota ini, nampak berbeda. Kini tak beda dengan Jakarta, macet di mana-mana.

Sesaat memori ku kembali  ke masa-masa saat aku, Sandra dan Jodi masih sama-sama kuliah. Kami sering menghabiskan waktu  bersama. Nonton, shopping meski  kadang aku sering tidak bisa bersama mereka, karena  aku sudah mulai aktif di komunitas ku. Mungkin  dari sana berawal kisah cinta mereka berdua. Saat aku tidak  bersama mereka. Entahlah.

"Mba," panggil Risa.

"Iya, kenapa Ris?."

"Mba ngga pingin tau kabar Mas Jo__"

"Eh Ris, stop didepan bentar ya, Mba pingin  beli itu," tunjuk ku ke warung yang menjual Kupang lontong.

"Mbaa, Ibu dirumah  masak juga Mba, ntar ngga kemakan itu," Risa mengingatkan ku.

"Risa please, Mba udah lama ngga makan itu," Aku memohon.

Risa mendengus kesal, namun dia menuruti ku. Pelan dia meminggirkan mobil mendekati  warung Kupang lontong.

"Mba aja yang turun, Risa tunggu  di sini,"

"Oke nona,"

Aku  bergegas turun. Aroma petis khas bumbu Kupang menyengat hidung. Ah sudah lama sekali aku tidak menikmati makanan ini. Setelah  memesan aku duduk menunggu.
Tak berapa lama pesanan ku datang setelah membayar aku melihat di sebelah warung menjual es Degan. Aku berhenti untuk  membeli nya.

"Beli tiga bungkus ya Pak," ujarku. Bapak itu mengangguk.

"Pak, bisa saya membeli air kelapa nya saja? " tanya  seorang lelaki  yang baru saja datang nampak panik.

" Bisa Pak,"

"Tolong saya minta bungkuskan air kelapanya saja Pak, buat anak saya,"

"Iya Mas, sebentar ya. Mba ini sudah antre dulu,"

"Oh ngga apa-apa Pak, biar Mas nya aja dulu, kasian anaknya sakit,"

"Terimakasih___"

"Kamu, Jodi__"

Kami sejenak saling menatap. Tenggorokan ku kering seketika. Lelaki  yang masih ku cintai diam - diam itu  berdiri  didepanku. Dekat, sangat dekat.

" Ini uangnya Pak, terima kasih," Dia berlalu  begitu  saja meninggalkan aku yang masih terpaku.

"Mba, ini es nya,"

"Iya Pak, terima kasih," satelah membayar  aku kembali  ke mobil.

"Kenapa Mba?, kaya habis liat hantu. Pucat gitu," komentar Risa tak lagi aku dengarkan.

"Kita pulang sekarang, cepat."  ucapku tanpa menoleh.

"Oke oke,"

Mobil meluncur menuju rumah.

*******
Pov Jodi.

Chika demam, itu membuatku panik. Mama menyuruh ku membeli  air kelapa  hijau supaya  demamnya turun. Kata Bik  Sumi dan Mama, putri ku "gabaken"  Nanti jika sudah meminum air kelapa muda demam nya akan turun bersama dengan ruam  dikulit nya akan keluar juga. "Itu semacam panas  dalam, kamu jangan khawatir,"  ujar Mama.

Istirahat kantor aku keluar membelikan air kelapa muda. Tak susah mencari nya. Namun  kenapa aku harus bertemu dia  disaat yang tidak tepat?. Laras, dia masih seperti dulu. Pipi  chubby  yang merona, mata bening dan dagu belah membuat aku kembali terlempar ke masa itu. Ke masa di saat aku mulai diam-diam menyukainya. Ah tidak, dia terlalu  angkuh untuk mengakui  perasaannya padaku.

Meski sejenak  aku merasa ada bias kerinduan dimatanya. Setelah  sekian  lama aku  tak mendengar kabar tentang nya kini aku tiba-tiba  bertemu. Entah dimana dia selama ini.

Rindu? iya aku merindukan nya, tapi rasa kecewa ku lebih kuat dibandingkan kerinduan ku. Aku kecewa dia membiarkan aku memilih Sandra, meski  aku mencintai Sandra pada akhirnya. Semudah itukah dia menyerah dengan perasaan nya?.

"Kamu kenapa Jo?, ngga kembali ke kantor? " tanya Mama.

Aku mengangguk " Jodi  ke kantor Ma,"

Aku berlalu  meninggalkan Mama yang bengong menatap ku.

Bayangan mata bening  milik Laras menghiasi mataku.  Aku menyandarkan badan ke kursi. Kilasan  kebersamaan kami kembali  terlintas.

"Kalau tiba-tiba ada yang mencintai mu gimana Ras? " tanyaku  kala itu.

" Aku akan liat bibit bobot dan bebet nya, " ujarnya tergelak.

" Lalu kalau ada yang  jatuh cinta padaku gimana? "

" Sama lah, aku juga harus kita bibit bobot bebet nya, karena jika ada yang mencintai kamu aku harus tau siapa dia, aku ngga pingin kamu  jatuh pada orang yang salah," jawabnya diplomatis. Aku saat itu hanya menoyor kepalanya membuat dia menimpukku dengan buku diktat tebal.

"Kenapa mendadak  semua harus memenuhi  kriteriamu, bahkan ketika  ada yang suka padaku?,"  tanyaku saat itu.

Laras  hanya diam, dia tidak  menjawab.
Entah aku yang naif  atau dia yang angkuh  mengatakan perasaan nya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan ku.

"Maaf Pak, mau konfirmasi  untuk meeting besok di Malang, Bapak bisa hadir? " tanya Maya sekretaris ku.

"Biar Robi aja yang hadir, saya akan bicara padanya nanti."

"Baik Pak, permisi."

Aku mengangguk. Chika masih belum sehat, membuatku  enggan  pergi  jauh meninggalkannya, meski ada Mama.
Sore  menjelang, aku berkemas kembali  ke rumah.

******

Pov Laras.

Mendadak  selera  makanku hilang. Lontong Kupang yang aku beli plus es degan tak mampu memancing selera ku. Urap urap sayuran plus ayam panggang buatan Ibu  adalah menu favorit ku pun  tak membuat ku bernafsu.

Aku duduk  menatap televisi namun tidak dengan pikiran ku.

"Mba kenapa sih?," Risa duduk di sebelah ku.

"Mba tadi ketemu__"

"Mas Jodi? " potongnya. Aku mengangguk pelan.

" Mba belum tau kan kalau Mba Sandra meninggal?"

Aku terlonjak kaget.  "Kamu bilang apa Ris?"

"Mba Sandra meninggal kecelakaan sudah empat bulan yang lalu,"

"Kenapa kamu ngga cerita ke Mba?"

"Ibu melarangku," ujar Risa lirih.

"Ibu ngga mau kamu kepikiran. Nanti pengaruh ke pekerjaan kamu Laras. Kan kamu bilang disana persaingan sangat ketat." Ibu  menimpali kemudian duduk  disebelah Risa.

Aku mengangguk, Ibu benar.  "Sandra meninggalkan satu anak perempuan,"  ujar Ibu lagi.

"Kamu ingin menemui Jodi?" tanya Ibu pelan  seolah  tau apa yang kupikirkan. Aku  diam. Terlintas tatapan tak bersahabat dari mata Jodi saat mereka tak sengaja bertemu tadi.

"Laras?, kamu dengar Ibu?"

Aku  menghela nafas,  "Tidak bu, Laras ngga ke sana."

"Sekedar berempati Nak, kamu tau beberapa  bulan setelah kepergian mu ke Jakarta, Jodi  ke sini. Dia mencari mu."

Aku menatap Ibu.  "Entah Bu, mungkin tidak sekarang." jawabku  beringsut dari duduk menuju kamar ku.

"Laras istirahat  dulu ya Bu," pamit ku.

Sepanjang malam aku tak dapat  memejamkan mata. Cerita tentang Sandra meninggal karena kecelakaan  terus terngiang  ditelingaku. Mendadak  aku merasa orang paling egois. Aku merasa kekanak kanakan. Saat Jodi membutuhkan aku, aku tidak ada disampingnya. Bahkan  tidak memberinya akses untuk bisa berhubungan denganku. Besok aku akan mendatangi  rumahnya. Aku akan meminta maaf atas keterlambatan ku mengetahui semuanya. Meski Jodi  membenciku.

*******

Pov Jodi.

Setelah makan malam, aku melihat keadaan Chika  yang sedang di tidur kan Mama.

"Sudah  ngga panas lagi kan Ma? " tanya ku seraya  meraba kening bayi cantik ku.

Mama mengangguk.

Aku melangkah menuju ruang kerja, membuka laci dan mengeluarkan diary biru  milik Laras yang aku ambil malam itu. Lembar demi lembar aku baca kembali.

Aku sadar aku bodoh saat itu, andai saja aku berani mengatakan perasaan ku, pasti saat ini aku sedang bahagia bersama nya. Tapi dengan semua usaha ku memberi signal padanya sama sekali  tidak ditanggapi serius oleh Laras. Dia begitu angkuh mengakuinya.

"Jodi, besok Mama harus menemani Papa ke Bandung, jadi kamu bisa panggil mertua mu  untuk tinggal disini," Mama masuk ke ruang  kerjaku.

"Apa itu Jo? " Mama melihat ke arah diary.

" Milik Laras Ma," Mata Mama membulat.

"Jodi mengambilnya dua minggu sebelum pernikahan Jodi," aku menjelaskan sebelum Mama bertanya panjang lebar.

"Siang tadi Jodi  ketemu Laras Ma,"

"Lalu?, kenapa kamu ngga ajak dia ke sini?, dia selama ini dimana Jo?, apa dia sudah menikah?" Mama mencecar dengan banyak pertanyaan.

Aku menggeleng.  "Jodi tidak menanyakan apapun dan tidak mengatakan apapun padanya,"

Mendadak wajah Mama  kecewa.  "Kamu ini kenapa sih Jo?, cuma na ya apa salahnya."

"Mama, Laras sudah pergi meninggalkan  Jodi. Dia sudah punya kehidupan sendiri,"  ucapku berat.

"Kamu tau darimana kalau dia sudah punya  kehidupan  sendiri?, apa kamu selama ini berusaha mencari nya?, enggak kan? " pertanyaan Mama menyudutkanku.

"Sudahlah Ma, Jodi ngga mau lagi berurusan  dengan Laras." pungkasku kemudian memasukkan  kembali  diary ke dalam laci.

"Terserah kamu sajalah. Yang kamu harus pikir kan Chika, dia butuh seorang Ibu," ujar Mama seraya melangkah keluar ruang kerjaku.

*******

Pov Laras.

Setelah  menuntaskan jogging, aku menuju dapur, Ibunya dan Mbok Nah, sudah menyiapkan sarapan.

Tak lama kami berkumpul menikmati makan pagi.

"Kamu ke butik hari ini Ras?" tanya Ayah.

"Iya Yah, sekalian mau hunting bahan untuk beberapa  pesanan costumer," jawab ku.

"Ya sudah, Risa jangan lupa itu mobil  waktunya ke bengkel,"

"Iya Yah, nanti sebelum kampus Risa ke bengkel,"
.
.
.
.
.
.
.
"Kamu yakin ngga ke rumah Jodi Ras?" tanya Ibu setelah Ayah dan Risa  berangkat.

Aku menggeleng,  " Ibu kenapa sih, sepertinya ingin sekali  aku menemui Jodi?"

"Semalam  Mama Jodi telepon Ibu, dia ingin bertemu  denganmu,"

Deg. Mama  Mirna ingin menemui ku?, tapi untuk apa?.

"Laras,temuilah. Paling tidak kamu tidak memutuskan hubungan  dengan Mama Jodi,"

Aku dan Mama Jodi  sudah sangat dekat. Kami sangat akrab. Hobi kami yang sama membuat kami sering bertukar pikiran. Bahkan dulu aku lebih sering menemui Mamanya dibanding Jodi jika aku sedang main ke rumahnya.

"Laras," sentuhan tangan Ibu di pipiku membuatku tersadar.

"Baiklah  bu, sebelum  ke butik , Laras  ke rumah Mama Mirna," ujar ku seraya membuang nafas pelan.

"Tapi  Mama Mirna tidak di rumahnya, dia di rumah Jodi," jelas Ibunya.

Aku kembali  menghela nafas. Di rumah Jodi, itu artinya aku akan bertemu dengan lelaki itu.

"Ini alamatnya,  pergilah. Kalau kamu  mau kamu bisa belikan buah tangan untuk Chika, dia bayi yang lucu, kamu pasti akan jatuh cinta padanya," ujar Ibu meninggalkanku  sendiri di meja makan.

*******
Pov Jodi.

Aku tidak ke kantor hari itu, sebagai pimpinan  perusahaan  yang bergerak di bidang jasa dan periklanan, bukan masalah besar jika aku tidak masuk kantor.

"Mama dijemput jam berapa sama Papa?"

"Jam tiga an  gitu," jawab Mama seraya meletakkan  Chika di kereta bayi.

"Kamu sudah sarapan? "

" Sudah Ma,"

Aku menatap Mama yang terlihat agak gelisah, sesekali  menatap jam dinding.

"Ma, Papa jemput kan jam tiga, kenapa Mama sudah gelisah dari sekarang?"

"Mama menunggu sahabat cantik Mama,"

Aku memicingkan mata.

"Sahabat cantik?" tanya ku. Mama tak menjawab  dia hanya tersenyum  penuh arti.

*******
Pov Laras.

Setelah memesan  taksi online aku menunjukkan  alamat rumah Jodi. Sengaja  aku tidak pakai mobil ku, aku takut  tersesat. Meski kota ini kota kelahiran ku, namun dengan banyak perubahan aku tidak yakin bisa menemukan alamat  itu dengan cepat.

"Pak, kita mampir ke Baby Shop di depan situ dulu ya," ucapku pada sopir.

"Iya Mba,"

Sampai di Baby Shop, mendadak aku lapar mata, semua barang  mungil disana menarik  perhatianku. Perempuan  biasanya identik  dengan warna pink, aku memilih  semua pernak pernik bayi berwarna  pink, dari mulai sepatu  kaos kaki baju hingga hiasan di kepala. Setelah  ku rasa cukup aku membayar dan pergi  melanjutkan perjalanan  ke rumah Jodi. Di perjalanan aku berdoa  semoga aku tak bertemu  lelaki itu. Hatiku sedikit lega karena ini adalah hari kerja. Meski aku tak yakin dia ke kantor, karena  dia adalah pimpinan nya.

"Ini rumahnya Mba, sudah sampai,"

Aku sedikit nervous,  setelah membayar  aku turun.

Rumah Jodi cukup  besar,  dengan pagar yang tinggi membuatnya aman. Dari luar pagar tampak  taman  indah dan terawat. Ada berbagai  macam bunga disana. Anggrek, Mawar, namun  yang paling banyak Melati. Semua nampak mekar menjadikan taman itu berwarna semarak.

"Kenapa kamu suka  melati Ras?,"

"Karena dia sederhana, namun wanginya bertahan lama,"

"Kalau gitu, nanti aku akan tanam banyak melati untukmu, supaya rumah kita wangi,"

"Kamu bicara apaan sih  Jo?, seolah olah kita bakal  serumah,"

"Meski  kita ngga serumah, paling tidak melati bisa mengingatkan ku padamu,"

"Lebay," aku menimpuk  kepalanya dengan pulpenku. Aku kembali terlempar pada kenangan saat SMA.

"Maaf Mba, cari siapa?" seorang  lelaki bertanya dari balik pagar.

Aku tersadar.  "Jodi ada, eh maksud saya Mama Mirna ada?"

"Oh, Bu Mirna ada, Mas Jodi juga ada, mari silahkan masuk  Mba," ajaknya ramah.

"Saya Pak Sis, saya tukang kebunnya Mas Jodi,"  ujarnya memperkenalkan diri. Aku tersenyum mengangguk. Kini aku semakin nervous.

"Mba silahkan duduk dulu, saya panggilkan Bu Mirna, eh maaf Mba siapa ya? "

" Saya Laras Pak,"

"Oh iya Mba Laras, sebentar ya," Pak Sis  masuk.

Aku duduk mencoba mengatasi perasaan  tak menentu.  Laras kamu akan bertemu  dengan Mama Mirna, bukan Jodi, tenang Ras, tenang. Aku terus menenangkan hatiku.

Dari dalam aku mendengar suara Mama Mirna  memanggil namaku.

"Laras sayang, apa kabar," ujarnya memeluk erat tubuhku.

"Baik Ma, Alhamdulillah."

"Sayang kamu tambah cantik aja, cerita ke Mama kemana  aja kamu ngilang sampai lama, terus ngga kasi kabar apapun," cicit nya.

Aku tertunduk menyadari kesalahanku, menyadari  keegoisanku.

"Laras ke Jakarta Ma, ada tawaran bekerja di rumah mode  disana,"

"Oh ya, hebatt. Tapi kenapa kamu ngga  kasi kabar apapun ke Jodi?." pertanyaan Mirna membuatku kelu.

Menyadari aku tidak punya jawaban atas pertanyaannya barusan, Mirna  mengajakku masuk.

"Ayo  ke dalam, kamu belum liat Chika kan, dia bayi yang manis," ajaknya seraya  menggandeng tanganku. Aku mengikuti langkah Mirna. Sekilas aku melihat foto pernikahan Sandra dan Jodi tergantung di dinding, di sebelahnya ada foto kita bertiga. Melihat  itu aku menjadi merasa orang paling egois. Betapa mereka berdua menyayangi ku. Namun aku? aku hanya gadis  lebay  yang mellow dan terbawa suasana. Aku sungguh aku malu pada Sandra. Maafkan aku Sandra  bisik hatiku.

"Nah, ini Chika. Dia manis kan? " Mirna menunjukkan padaku pada bayi cantik sedang tertidur pulas di box nya. Mendadak  airmata ku keluar tanpa bisa ku tahan,  betapa selama ini aku hanya berfikir tentang perasaan ku. Melihat Chika tertidur membuat ku teringat Sandra. Betapa aku sudah menghukum nya tanpa  dia tau apa kesalahan nya. Aku pergi tanpa meninggalkan pesan apapun, meski Sandra tanpa lelah bertanya pada Risa juga Ibu,setidaknya itu yang aku dengar  dari Ibu dan Risa.

"Kamu menangis Laras?" tanya Mirna hati-hati.

Aku tidak kuasa menahan rasa sedih, aku menghambur  ke pelukan Mirna,  dan menumpahkan kesedihanku  disana. Manik mataku menangkap Jodi yang mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar. Matanya memandangku sekilas, kemudian berlalu.

Vote and komen di tunggu.

Segini dulu 😊🙏

Terimakasih sudah mampir dan membaca.
Support tetep di tunggu. Oia buat yang nunggu xtra part Arka and Caca sabar ya. Doain supaya cepat. Hehehe...
Maafkan masih typo bertebaran.

Ada  yang nungguin pemeran Laras sama Jodi ngga ya, kalau ada ntr di post kalo ngga ya udah, wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #cinta#laras