Part 2 ( Repost)
"Laras, kenapa malah melamun?, bagaimana menurut mu?"
"Oh eh iya, apa tadi Jo? "
Lelaki itu mendengus. " Kamu ngga denger omongan ku tadi Ras? "
" Oh yang itu, iya aku setuju,"
"Setuju? " tanyanya lagi.
" I-iya, setuju kamu mau melamar Sandra kan? " ujar ku sambil menahan hati yang perih.
Wajah Jodi berseri.
" Menurut kamu Sandra mau ngga ya? "
" Tanya aja sama dia, kenapa tanya ke aku,"
"Kenapa kamu jadi ketus gitu? Pms ya?" candanya sama sekali tak membuat ku tersenyum. Meski sakit aku menarik bibir ku seadanya supaya dia tidak merasa aneh dengan perubahan sikapku.
"Jadi kamu sudah selesai bicaranya?," tanyaku jengah.
"Kamu mau kemana?" matanya menatap ku lembut. Ah mata itu aku tak sanggup membalas tatapannya.
"Aku mau ke butik," jawab ku menunduk.
"Kamu lagi ngga sehat Ras?"
"Aku baik dan sehat Jo. Kabari aku perkembangannya ya. Aku akan bahagia melihat kalian," segera aku membalikkan badan berlalu meninggalkan Jodi. Entah apa yang dia pikirkan tentang aku. Sudahlah yang penting dia tak melihat airmata ku saat ini.
********
Perasaan bercampur aduk membuat ku ingin segera mandi dan beristirahat.
"Laras, kamu ngga makan? " tanya Ibu mengetuk pintu kamar.
" Ngga bu, Laras masih kenyang."
"Kamu kenapa nak?, ibu boleh masuk? "
Aku membuka pintu kamar, "Laras baik-baik aja bu,"
"Kamu tidak sedang berbohong kan?" Sepertinya Ibu tau kebohongan ku.
"Laras__"
"Ya sudah kalau kamu belum mau cerita, tapi kapan pun Ibu siap mendengarkan ya," Ibu pergi meninggalkan kamar.
Kembali aku tutup pintu kamar. Mematung didepan cermin. Kilasan kebersamaan dengan Sandra dan Jodi terlintas satu persatu.
Suara ponsel membuyarkan lamunan ku.
"Laras, please kamu wajib tolongin aku," suara Sandra terdengar antusias. Ada nada bahagia disana.
Sambil menahan perih aku mencoba sewajar mungkin bertanya.
"Tolongin apa San? "
" Jodi bilang dia cinta sama aku, dia mau lamaran aku Ras, aku harus gimana? "
" Kamu cinta dia kan? "
" Ih, kan cuma kamu yang tau perasaan ku ke dia gimana,"
Aku tersenyum kecut, aku tau Sandra juga diam-diam menaruh hati pada Jodi, dan dia menceritakan padaku.
"Laras, kok diam sih, gimana aku harus terima ngga? "
" Kalian pasangan yang cocok, saling melengkapi jadi aku pikir terima aja,"
"Iya sih, aku pikir juga begitu, eh dia bilang dalam waktu dekat mau datang ke rumah sama keluarga nya," Aku mengangguk sambil menyeka air mata yang dari tadi tumpah.
"Aku bahagia Sandra, selamat ya,"
"Ras, bikinin aku gaun pengantin ya, yang spesial buat acara ku nanti."
"Iya Sandra, itu pasti."
"Yes, oke Ras sampai ketemu ya, bye."
Aku kembali menatap cermin, bayanganku seolah sedang menatap dengan tatapan kasihan.
Ternyata sakit rasanya bertepuk sebelah tangan itu. Membayangkan mereka berdua bercanda saja aku tak sanggup, apalagi menghadiri pernikahan mereka. Tapi walaubagaimanapun aku harus tetap bersikap wajar. Mungkin lebih baik aku simpan saja indah cinta ini dalam hati. Sampai kapan?, entahlah.
******
Dua minggu sudah dari lamaran Jodi dengan Sandra. Dan sejak dua minggu itu aku sengaja mulai sedikit menjauh dari mereka berdua. Selain tak ingin menambah kesedihan, aku juga tak ingin mereka "iba" denganku. Bisa kalian bayangkan bagaimana jika kalian ada di tengah tengah pasangan yang sedang kasmaran, pastilah kalian tak akan dianggap. Dan aku tentu saja menghindari itu. Aku lebih menyibukkan pada pekerjaan ku di butik. Tpi siang ini pasangan yang sedang berbahagia itu akan datang, mereka meminta ku mencarikan gaun untuk pengantin wanita dan pengiringnya.
"Laras, kamu sibuk banget ya," Sandra berkata riang menghampiriku. Di belakangnya Jodi mengikuti, aku tak berani menatap wajah nya. Dia terlalu sempurna untuk ku, dan Sandra gadis yang pantas memiliki nya. "Laras, jadi seberapa desain yang kamu punya buat acara ku nanti," ujar Sandra.
"Kita duduk dulu yuk San," aku mengajak nya duduk di sofa.
"Kamu ngajak Sandra aja, aku di biarkan berdiri nih?" cetus Jodi. Mendengar suaranya saja sudah membuat ku teriris. Mungkin aku lebay, tapi seperti itulah yang kurasakan.
"Silahkan duduk Jodi," ucap ku memandang sekilas, nampak dia tersenyum.
"Ini Sandra ada beberapa desain untuk gaun mu. Kamu bisa pilih mana yang kamu suka, dan yang ini gaun untuk pengiring mu," aku menunjukkan beberapa rancangan gaun pengantin untuk Sandra.
"Honey sini deh, pilihin yang mana menurut kamu yang bagus buat aku," panggil Sandra manja. Aku tersenyum tipis.
"Eum, silahkan dipilih dulu aku tinggal sebentar," pamit ku pada keduanya.
Aku menemui costumer ku yang lain. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah Sandra dan Jodi. Mereka saling memandang, saling tertawa satu sama lain.
"Laras," Sandra menggamit lengan ku.
"Hei, sudah dapat desain yang cocok? "
" Udah, aku sama Mas Jodi sepakat pilih yang ini," ujar nya menunjukkan rancangan ku. Sebuah gaun pengantin simple berbahan sutra berwarna putih bersih dengan hiasan payet dan renda swarovski. Bagian kepalanya ada akan ada flower crown nantinya.
Aku tersenyum, "Pilihan yang bagus Sandra,"
"Nanti Mas Jodi pake tuxedo Ras," Mas Jodi, sekarang Sandra memanggil nya Mas Jodi. Aku kembali tersenyum, dan mengangguk.
"Untuk pengiring aku pake yang ini aja Ras," lanjut Sandra.
"Oke San, lalu kapan acara indah kalian? " tanya ku datar.
"Kamu bisa ngerjain ini dalam dua minggu kan?" Aku terhenyak secepat itukah aku akan "kehilangan" Jodi?.
"Laras, kenapa bengong?, ih kebiasaan deh. Kamu dengarkan Ras?" tanya Sandra lagi. Aku mengangguk cepat. "Buat kamu apa sih yang nggak bisa, semua bisa diatur San,"
"Alhamdulillah, thanks Ras, lusa undangan jadi, kamu orang pertama yang aku kasi," Sandra berbinar.
Aku mengangguk, sementara aku merasa Jodi sejak tadi menatap ku, pelan aku berpaling ke arahnya. "Kamu tau Jodi, kamu ngga salah pilih Sandra jadi pasangan hidup kamu. Semua kriteria wanita sempurna ada padanya," ucapku mencoba tulus dan ikhlas menerima takdirku.
"Eh, aku ke toilet dulu Ras, Mas," pamit Sandra.
"Kamu kenapa Ras?, aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu, apa kamu tak mau lagi berbagi dengan ku? " tanyanya mendekat. Aku menelan saliva ku, kemudian mundur beberapa langkah. Cepat tangannya menahanku.
" Laras, kita bersahabat sudah lama, kita lebih dulu bersahabat dibanding Sandra, aku tau seperti apa kamu jika ada yang kami pikirkan,"
"Lepasin Jodi, ngga enak nanti Sandra liat," pelan dia melepaskan tangannya.
"Mas, kita pulang yuk," ajak Sandra yang muncul dari arah toilet.
"Aku balik dulu ya Ras, see you," seperti biasa kami berdua berpelukan dan salam cupika cupiki.
"Aku telepon kamu nanti," bisik Jodi meninggalkan ku.
******
Malam ini aku putuskan tidak pulang ke rumah, aku bermalam di butik. Sengaja aku bikin satu kamar supaya jika ada pekerjaan yang mendesak aku bisa mengerjakannya tanpa harus pulang. Kuseduh white coffe di depanku, kemudian kembali memasang payet ke gaun yang setengah jadi untuk pernikahan Sandra. Jika sudah begini aku tak lagi memikirkan yang lainnya, aku fokus pada pekerjaan ku. Supaya tidak mengganggu ponsel aku silent.
Pov Jodi.
Aku bahagia akhirnya bisa mendapatkan Sandra. Gadis cantik, pintar dan sangat humble itu memang banyak yang suka. Kami memang bersahabat, meski awalnya aku bersahabat dengan Laras di Sekolah Menengah Atas , Sandra datang sebagai murid baru disana. Dia sebangku dengan Laras, mereka saling cocok dan sejak itulah kami bertiga dekat. Semakin lama aku semakin menyukai Sandra, namun tentu saja aku tidak berani mengungkapkan perasaanku saat itu. Hingga akhirnya hari ini, aku merasa sangat bahagia. Tapi Laras, seperti ada yang bisa sembunyikan, dari tingkahnya yang tak biasa. Laras, dia sahabat pertama ku. Gadis itu selalu riang, senyumnya dan kehadirannya membuat suasana ceria. Dia sebenarnya tidak kalah cantik dengan Sandra. Jika Sandra tinggi bak peragawati, Laras tidak begitu tinggi, namun proporsional, pipinya tidak tirus seperti Sandra, Laras sedikit chubby dengan dagu terbelah. Matanya bening sangat indah. Oia satu lagi, jika Laras memakai jilbab, tidak demikian dengan Sandra. Gadis yang ku cintai itu tidak memakai jilbab, namun dia selalu sopan berpakaian. Dan aku jatuh cinta padanya, pada Sandra.
Hari ini aku dan Sandra ke butik Laras. Dia menyambut kami dengan senyum. Meski aku tau ada hal yang mengganggu, dari matanya aku bisa tau. Tapi entah apa itu, dia tak mau menjawab bahwa seolah menghindar. Dan sekarang sudah berpuluh kali aku menelepon nya sama sekali tidak ada jawaban. Aku memutuskan pergi menemui nya.
"Assalamualaikum bu," sapa Jodi ketika pintu di buka.
"Eh Nak Jodi, cari Laras kan?, dia ngga pulang baru aja telepon. Katanya lembur ngerjain gaun pengantin buat Sandra, ah kalian akan menikah bukan? " tanya Bu Lastri Ibunya Laras.
" Iya Bu, "
" Kamu ngga telepon Laras? "
" Ngga di angkat Bu,"
"Ah ya sudahlah, kamu langsung ke butik aja,"
"Iya Bu, saya pamit dulu,"
Bergegas aku memacu mobil menuju butik Laras.
Closed tulisan tergantung di pintu kaca butik nya. Aku mencoba mengetuk memanggil nya.
"Kamu nyari aku?" suara Laras tiba-tiba disampingku.
"Kok kamu di luar? "
" Kenapa?, aku lapar baru beli makanan," jawabnya cuek membuka pintu.
"Masuk,"
Aku masuk dan duduk di sofa. Laras duduk di belakang meja. Ah aku merasa formal sekali sikapnya.
"Ada apa Jodi? "
" Seharusnya aku yang tanya kamu kenapa Ras?"
Matanya memicing ke arahku, " Hey, aku baik-baik saja. Kamu kenapa sih?"
"Tapi aku tidak melihatnya begitu Ras,"
"Oh ayolah Jodi, kamu terlalu nervous menyiapkan pernikahan mu, fokus saja ke hari bahagia mu," ucapnya tersenyum.
"Kamu bahagia jika aku menikah dengannya?" tanyaku menatap tajam kearah nya.
Nampak dia kaget dengan pertanyaanku.
"Jodi, kamu ngomong apa sih, aku adalah orang yang paling bahagia mendengar kalian akan menikah," ucapnya santai.
Aku bernafas lega. "Terimakasih Ras, kamu sahabat terbaik, aku harap kamu tidak berubah meski__"
"Jodi, kamu dan Sandra adalah sahabat ku, dan aku tau batasan dimana aku harus masuk ke dalam kehidupan kalian nantinya, sekarang pulanglah, aku sibuk,"
"Kamu ngusir aku? "
" Iya, Sorry."
Aku mengangguk dan pergi, "Ras, maafkan aku," ujar ku sesaat sebelum meninggalkan nya.
******
Kedatangan Jodi ke butik membuat ku kacau. Bagaimana tidak dia seperti curiga dengan sikapku. Beruntung aku bisa menguasai keadaan. Terlebih ketika dia bertanya apakah aku bahagia jika dia menikahi dengan Sandra, pertanyaan seperti apa itu, bahkan aku hampir saja menangis mendengarnya. Saat pertahanan ku hampir habis aku suruh dia pergi, dan dia mengikuti permintaan ku, sebelum dia pergi dia sempat meminta maaf, untuk apa? aku tak tau.
Segini dulu 😅, lagi belajar bikin pov. Bagus ngga ya, bener ngga sih, hihi.
Krisan dunkz teman. Dilanjutkan nggak nih...
Maaf typo ya🙏😑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top