Episode 15. Kata Cintamu Begitu Indah

8 NOPEMBER 2014, 02.30

Mentari pagi menyambut fajar yang merekah. Lily terbangun dari tidurnya. Lily menatap Rio yang sedang tidur di sampingnya. Tubuhnya bergetar membayangkan kemesraan Angga dan Gina dalam mimpi-mimpinya. Sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya. Wajah lelaki itu begitu teduh dan tenang. Dibelainya dada Rio yang penuh ditumbuhi bulu. Ada aliran hangat mengalir di tubuhnya. Ia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Rio.

Tiba-tiba Rio menarik tubuh Lily ke dalam pelukannya.

"Kakak, lepasin, ah!" Lily berteriak-teriak dan meronta-ronta.

Rio menggulingkan tubuhnya hingga tubuh Lily berada di bawahnya.

"Kak, aku mohon, lepasin." Rengek Lily memelas. Tubuhnya bergidik. Ia takut.

Rio melepaskan pelukannya. Ia baru sadar, Lily adalah gadis polos yang belum pernah mengenal lelaki dengan dekat.  "Maaf, sayang." Rio mengecup kening Lily. "Mandi dulu, sana!" ucap Rio memerintah.

"Iya, sayang." Dengan berdebar-debar, Lily bangkit dari ranjangnya.

Namun sebagai lelaki dewasa, hasrat Rio melesat. Ditariknya lengan Lily hingga terbaring kembali di ranjang. Rio membelai pipi Lily lembut. Dikecupnya pipi Lily lembut.

Tubuh Lily menegang. Jantungnya seperti ingin melompat keluar. "Tuhan! Ini adegan 17 tahun ke atas. Aku baru 15 tahun! Apa yang harus aku lakukan? Nanti aku bisa hamil."

"Aku sangat mencintaimu." Bisik Rio. Tangannya masih mengusap-usap pipi Lily.

"Kak... eeggh... Kak... lepasin! Jangan, Kak!" Lily mendorong tangan Rio. Namun tangan itu tergeming.

"Oooh... Kak... aku mohon jangan lakuin, itu" rengek Lily.

"Aku merindukanmu sudah lama, sayang," bisik Rio.

Lily bergidik melihat Rio. Ia teringat bagaimana Angga memperlakukan Gina. Namun  Angga tidak mungkin bisa menghamili Regina. Sedang Rio. Rio adalah laki-laki! Ia takut kalau nanti dia hamil. Ia mendorong tubuh Rio. "Lepasin tanganmu, Kak! Aku mohon, aku enggak mau hamil." Lily mulai terisak.

Rio melepaskan tangannya. "Siapa yang mau menghamili kamu, sayang? Jangan menangis, sayang. Maafkan aku." Ada penyesalan pada kata-katanya. Ia tak dapat mengendalikan dirinya. Ia sadar, walaupun Lily terlihat pendiam dan lemah tapi ia adalah gadis yang taat aturan.

Dengan terisak, Lily menelungkupkan tubuhnya. Ia menenggelamkan wajahnya di bantal. Ia takut! Takut sekali nasibnya seperti kakaknya Lotus.

"Sayang...." Rio membelai rambut Lily. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud kurang ajar dan membuatmu hamil. Aku terlalu mencintaimu. Aku tidak mungkin melakukannya." Rio membalikkan tubuh Lily dan mengusap air matanya. "Jangan menangis lagi ya, sayang. Maafkan Kakak. Kakak tidak bisa mengendalikan diri." Rio mengecup kening Lily.

"Kakak!" Lily memeluk Rio. "Aku enggak mau hamil sebelum kita nikah. Aku enggak mau kayak Kak Lotus." Tangis Lily pecah.

"Aku tidak akan melakukan hal yang memalukan, sayang. Sebagai lelaki dewasa, aku sanggup menahan gejolak hasratku demikian lama. Aku belum pernah nyentuh seorang wanita pun selain dirimu. Maaf, tadi aku tidak bisa mengendalikan diriku." Rio mendorong tubuh Lily perlahan melepas pelukannya. "Aku tidak akan melakukannya lagi." Rio mengusap-usap sisa-sisa air mata di pipi Lily.

"Makasih, Kak. Kau adalah satu-satunya lelaki hebat yang pernah aku temui selain Papa." Lily tersenyum kecil memandang Rio.

"Kau juga gadis cantik, yang hebat. Kau gadis yang mempunyai harga diri." Rio mengecup dahi Lily. "Aku ada permintaan." Ia menatap wajah Lily.

"Apa, Kak?"

"Jangan panggil Kakak lagi," Rio memegang kedua pipi Lily

"Aku harus memanggilmu apa?"

"Bagaimana kalau kau memanggilku, Ayah? Aku sudah setua ini dipanggil Kakak olehmu, tidak enak kedengarannya."

"A-yah?"

"He-eh. Terdengar lebih romantis, kan?" Rio memegang kedua pipi Lily.

"Iya, A-yah."

"Nah, gitu indah di dengar Bunda sayang." Rio mengecup kening Lily. "Aku mencintaimu, Bun." Rio memeluk Lily sejenak dan melepasnya.

Telinga Lily terasa agak aneh dipanggil Bunda oleh Rio. Dirinya kan, masih kecil, kok, dipanggil Bunda. Ia menggedikkan bahu. "Aah! Terserah Kak Rio ajalah. Yang penting dia senang."

***

"Hai Tante, Om. Saya kembalikan Lily, dalam keadaan tidak kurang suatu apa pun," ucap Rio saat mengantar Lily pulang ke rumahnya.

Orang tua Lily yang sedang duduk di ruang tamu tersenyum merekah melihat kehadiran mereka. "Ooo... iya. Duduk dulu sini."

Mereka duduk berdampingan di kursi panjang berhadapan dengan orang tua Lily. Rio melingkarkan tangannya di bahu Lily.

"Turunin, tangannya, Kak," ucap Lily dengan nada berbisik. "Kak Rio bener-bener Angga yang semaunya aja di depan orang mamerin kemesraan."

Namun Rio pura-pura tidak mendengarnya. "Malam ini rencananya mau ke mana, Om?"

"Di rumah saja. Kalian ada rencana jalan lagi?" tanya Budi.

"Tidak ada Om. Kasihan Lily kan, besok mau sekolah. Mmm... saya mau minta sesuatu, boleh Om, Tante?" Rio menatap kedua orang tua Lily ragu.

"Apa itu?" tanya Budi.

"Boleh,tidak kalau malam minggu saya mengajak Lily menginap di rumah kami?"

"Oh, itu. Kemarin kan, sudah Om izinkan"

"Iya, Om. Maksudnya setiap malam Minggu. Boleh, Om?"

"Terserah Lily saja. Kalau dia mau, boleh-boleh saja. Om percaya padamu."

"Makasih, Om. Kalau begitu saya permisi pulang dulu."

"Oya, silakan. Antarkan calon suamimu, Li."

"Iya, Pa." Lily mengantar Rio sampai ke mobilnya.

"Aku pulang dulu sayang. Besok pagi aku jemput kamu ke sekolah. Rio memeluk Lily dan mengecup keningnya sebelum memasuki mobilnya.

"Iya, Yah. Bye!" Lily melambaikan tanganya.

"Bye, Bunda sayang! Sampai jumpa besok!" teriak Rio sebelum menjalankan mobilnya.

Wajah Lily memerah. "Kak Rio kampungan banget, sih. Teriak-teriak gitu. Gawat kalau mama papa dengar." Lily bergegas dan berlari kecil langsung ke kamarnya. Ia langsung mengunci pintunya agar tidak ditanya macam-macam oleh papa dan mamanya.

"Bunda?" Kata-kata yang aneh di telinga Lily. Baru umur 15 tahun sudah dipanggil bunda. "Kak Rio, Angga, selalu aja yang aneh-aneh."

Ting! BBM Lily berbunyi.

"Ayah! Baru saja bertemu sudah mengirim BBM." Lily membuka pesannya.

RAJUT RINDU UNTUKMU

Dirimu adalah jiwaku
Ingin selalu kuraih dan kudekap
dan selalu kuucapkan kata cinta untukmu

Aku tak berdaya
Aku terhempas di pucuk rindumu
Terkurung dalam pesona istana cintamu
Terpenjara dalam hatimu

Apakah kau tau?
Rindu ini amat sangat menyayat kalbu
Membuatku semakin merawan

Bersama rintik hujan dan rona pelangi
kurajut benang-benang rinduku
kukirim lewat mega-mega yang berarak

Lily tersenyum membaca puisi kiriman Rio. " Kata cintamu begitu indah, Yah. Aku juga selalu merindukanmu." Ia memencet pad Android-nya membalas puisi Rio.

KURAJUT RINDUMU

Jiwaku adalah jiwamu
Aku tak kuasa menahan gejolak ini
Kata cintamu begitu indah dan merasuk dalam jiwaku
Aku terhempas dan tak berdaya

Dirimu begitu memesona
Sanggup meneduhkan jiwaku yang gersang
Aku tau yang kau rasa

Rinduku pun amat menyayat kalbu
Kusambut rintik hujan dan rona pelangi
Kuraih dan kudekap rajut rindumu
Dan kubisikkan, "Betapa aku pun merindukannmu."

Rio tersenyum membaca BBM balasan Lily. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk. Ia kembali memencet-mencet padAndroid-nya.

RATU CINTAKU

Perjalanan cinta ini terasa sangat panjang
Tapi aku tidak pernah merasa lelah untuk meraih cintamu
Aku tahu cintaku suatu saat akan menepi
Tertambat di relung hatimu

'kan kuberikan seluruh asaku padamu

'kan kudekap jiwamu

Kaulah ratu dalam istana cintaku

'kan kupersempahkan mahkota cinta ini hanya untukmu

Ratuku...
Cintaku...

Lily kembali tersenyum membaca pesan Rio. Dadanya berdebar-debar. Rio seorang lelaki yang penuh cinta dan kelembutan. Kata-katanya selalu menghangatkan.

RAJA CINTAKU

Mahkota cintamu membuatku merasa berharga
Kau bertahta dalam istana cinta kita
Kaulah raja cinta kita
Ku 'kan menjadi ratumu
Merangkai cinta dalam istana kita

Lily menambahkan kata-kata di bawah puisinya, "Aku mau belajar dulu, Yah. Besok kita sambung lagi, ya?"

Rio membalasnya, "Iya, sayang. Muach. Selamat belajar, sayang."

"Iya, Yah. Makasih. Hati-hati, Yah," balas Lily.

"Iya, Bunda sayang. Bye."

"Ayah, aku sudah selesai belajar. Kau sudah tidur?" Lily mengirim BBM-nya ke Rio setelah selesai belajar.

Ting!

Rio meraih android-nya. Ia tersenyum membaca BBM dari Lily. "Belum, sayang. Aku menunggumu. Kau sudah mau tidur?"

"Iya, yah. Besok kan, aku harus bangun pagi."

"Ya sudah, met bobo, ya? I lov u. Muach."

"I lov u, too."

"Mana sunnya dong, sayang."

"Muach."

"Gitu dong. Ya sudah, cepatlah tidur supaya besok Bunda tidak terlambat."

"Iya, bye Ayah."

"Bye."

***




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top