Episode 11. Suatu Malam...
04 NOPEMBER 2014
Satu hari di malam Minggu...
Rio dan Lily menghadiri pesta pernikahan Ray dan Laura di sebuah hotel berbintang lima. Suasana pesta sangat meriah. Mereka memasuki ruangan pesta. Lengan Lily bergelayut erat di lengan Rio. Mesra sekali pasangan satu ini. Mereka seperti pasangan yang tak dapat dipisahkan lagi.
Malam itu, Lily mengenakan gaun pesta terbuat dari sutera, hitam, panjang, dengan potongan leher berbentuk segitiga. Rambutnya diikat ke belakang berbentuk bun dengan kepangan yang melingkar. Ia tampak terlihat anggun dan cantik.
Rio mengenakan batik berlengan panjang, hitam dengan paduan merah yang serasi, dan celana panjang berwarna hitam. Pundaknya terlihat lebar, dan dadanya bidang. Rambutnya disisir rapi, mengkilap.
Bak raja dan ratu, Ray dan Laura duduk di atas singgasana, yang dihiasi bunga warna warni dengan latar putih. Sangat megah.
Seorang lelaki menghampiri Rio. "Hai, Rio!"
Rio menoleh. "Hai Tony!"
Mereka saling berjabatan dan berpelukkan, sejenak.
Lily melepaskan pelukannya di tangan Rio. Ia berdiri, memandangi keakraban Rio dan temannya itu. Ia menundukkan wajahnya.
"Bagaimana kabarmu, sobat?"
"Baik, Ton."
"Siapa ini?" Tony menatap Lily penuh selidik
Dada Lily berdebar melihat tatapan Tony dari ekor matanya. Sebenarnya ia malas ikut Rio ke pesta ini. Namun ia tidak mau mengecewakan Rio. Teman-teman Rio yang semuanya sudah seperti bapak-bapak. Ia merasa malu dan seperti anak kecil di tengah mereka.
"Oh, iya. Kenalkan, Ton. Ini calon isteriku," ucap Rio bangga, sambil merengkuh bahu Lily.
"Calon isterimu?" pekik Tony terkejut. "Kau doyan yang masih ABG gini, Rio?" bisiknya pelan di telinga Rio.
Rio menepuk pundak Tony. "Ah, kau Ton!"
"GIla! Aku sih, enggak ah, sama ABG masih bau kencur gini," lanjutnya berbisik.
"Namanya juga jodoh, Ton!"
Tony menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Cewek-cewek kampus yang cantik-cantik, enggak pernah kau toleh. Gadis ABG gini bisa membuatmu jatuh cinta. Apa resepnya, ya?"
"Sudah! Sudah, ah!" Rio menepuk-nepuk bahu Tony.
"Oya, kenalkan aku Tony, temen kuliah Rio." Tony mengulurkan tangannya pada Lily.
"Lily." Lily menyambut uluran tangan Tony.
Tony memandang Lily lekat-lekat.
Lily tertunduk menahan ketegangan yang sejak tadi menyelimutinya.
"Ton! Mana isterimu?" Rio meninju bahu Tony perlahan.
"Oh! Tuh di sana sedang mengambil makanan bersama anakku." Tony menunjuk salah satu arah.
Rio mengikuti arah jari Tony. Ia melihat seorang perempuan hamil, sedang menuntun seorang anak lelaki sekitar lima tahun, di dekat meja hidangan. "Isterimu sedang hamil?" tanya Rio.
"He-eh!" Tony mengangguk.
"Anakmu ada berapa?"
"Dua mau tiga."
"Haha.... Kau doyan rupanya?"
"Haha.... Aku suka banyak anak, supaya rumahku ramai. Ngomong-ngomong kapan kau menikah?" Tony melirik Lily.
"Secepatnya." Rio mempererat rengkuhan di bahu Lily.
"Jangan lupa undang aku." Tony menepuk-nepuk bahu Rio.
"Pasti!"
Sepanjang pesta, dengan bangga, Rio mengenalkan Lily pada semua temannya. "Kapan menikah?" kata itu yang selalu ditanyakan semua teman Rio. dan Rio menjawabnya dengan... "Secepatnya."
Rio bergabung bersama teman-temannya. Mereka tenggelam dalam obrolan sebelum menikmati hidangan.Mereka bagai sedang mengadakan reuni kampus saja.
"Makan dulu, Rio!" ucap salah seorang teman Rio.
"Oke, sob! Yuk, sayang, kita makan dulu." Rio merengkuh bahu Lily dan mengajaknya menuju meja hidangan.
Ah, dunia orang dewasa, terlalu tinggi pembicaraan mereka. Lily merasa agak kikuk menyesuaikan diri di pesta itu. Daripada salah bicara, ia lebih baik diam saja. Ia seperti memasuki sebuah dunia yang terasa asing. Dunia orang dewasa. Pembicaraan mereka terlalu dewasa. Ia tidak mengerti. Teman-teman Rio, rata-rata telah menikah dan mempunyai anak. Namun untung saja Rio selalu berada di sampingnya.
Rayhan dan Laura turun dari panggungnya, menghampiri teman-temannya. Ia dan Laura menyalami mereka satu per satu.
"Hai, Rio!" Ray menyalami Rio. "Apakah ini pacarmu, yang kau ceritakan tempo hari?" Ray menatap Lily, dengan dahi berkerut.
"Ya. Kenalkan, Ray." Rio merengkuh bahu Lily dan menggoyang-goyangkannya. "Tapi awas kau, jangan sampai merayunya," lanjut Rio berbisik di telinga Ray.
"Haha...." Ray tertawa.
Lily tidak mengerti apa yang dikatakan Rio sampai Ray tertawa seperti itu.
"Gila kau Rio! Pacarmu masih ABG! Aku tidak suka ABG!" ucap Rayhan "Tapi cantik, sih! Mirip denganmu, Yo."
"Makasih, Ray," bisik Rio.
"Kapan kalian menikah?"
"Secepatnya. Haha...."
Lily menyalami Ray.
Ray menatap Lily kagum. "Kau cantik sekali. Pantas saja, Rio jatuh cinta padamu!" Ia menggenggam tangan Lily erat sekali.
Lily tertunduk ditatap sedemikian rupa oleh Ray.
Sementara Rio menyalami Laura. "Selamat ya, Laura. Semoga kalian bahagia."
Laura kikuk menerima jabatan tangan Rio. "Ma... kasih, Rio."
"O, ya. Kenalkan Laura, ini calon isteriku." Rio menatap Ray dengan mendelik, saat melihat Ray masih menggenggam tangan Lily.
"Ups! Sorry ...!" Cepat-cepat ia melepaskan tangannya sambil menyeringai.
Laura menyikut pinggang Ray. Ia mengulurkan tangan pada Lily. "Laura."
"Lily."
"Kau cantik sekali, pantas saja Rio jatuh cinta padamu. Rio selama ini tidak pernah jatuh cinta pada satu wanita pun. Bahkan tidak pernah tergoda oleh wanita secantik apa pun." Laura berbisik di telinga Lily, saat Lily memeluknya.
Lily hanya tersipu-sipu. Hatinya berdebar-debar mendengar perkataan Laura. Sedemikian kuatkah cintanya pada Lily? Tapi ia merasakan tatapan Laura kepada Rio demikian aneh. Ada apa di antara mereka? Laura juga terlihat kikuk di depan Rio. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh di antara Rio dan Laura. Namun Rio terlihat berusaha santai dan biasa saja.
***
Seusai pesta, Rio mengajak Lily ke kantornya. Mereka menaiki lift menuju lantai 5, lantai paling atas yang terbuka.
"Nah, inilah tempat kencan kita hari ini. tara-ta-ta...!"
"Woow... indah sekali!" pekik Lily.
Kantor Rio berada di bukit kecil, sehingga jika duduk di lantai paling atas yang terbuka dapat memandangi kota dengan kelap-kelip lampunya di malam hari, dan dapat menatap laut yang berada di bagian selatan dengan kelap-kelip lampu nelayan dan kapal yang sedang berlayar.
Rio memeluk tubuh mungil Lily dari belakang menghadap laut. Dihirupnya harum rambut Lily. dikecupnya rambut Lily. "Aku belum pernah kencan. Hanya ini yang bisa kulakukan, sayang." dieratkan lengannya yang melingkar di pinggang Lily.
"Kak...." Jantung Lily berdegup kencang.
Rio membalikkan tubuh Lily, berhadapan dengannya. Diraihnya dagu Lily. "Aku sangat mencintaimu." Suara Rio pelan dan bergetar. Diraihnya tubuh Lily ke dalam pelukannya. Hangat.
Lily memejamkan matanya. Suara Rio terdengar begitu lembut dan mesra. Ini kali pertama Rio mengucapkan cintanya. Kedua kakinya terasa lemas. untung saja Rio memeluknya.
"Kita duduk di sana, yuk!" Rio meraih pinggang Lily dan menuju sebuah meja persegi kecil, dengan sebuah kursi panjang yang menghadap laut. "Tadi, aku meminta karyawanku menyiapkan semuanya. Hari ini, hari spesial untukmu." Rio membimbing Lily duduk.
Mereka duduk berdampingan menghadap laut. Lily merebahkan kepalanya di dada Rio. Rio mengusap rambutnya lembut. Amat sangat mesra.
Suasana saat itu seakan terbawa alunan cinta mereka yang begitu tulus. Remang-remang ditimpa kerlip lampu di sekeliling gedung. Lampu-lampu kapal nelayan seolah bermain mata pada mereka. Bintang bertaburan di langit yang luar. Malam yang cerah dan angin bertiup sangat lembut memanjakan kedua insan yang sedang menikmati lahirnya cinta mereka kembali. Cinta yang t'lah lama terkubur. Cinta yang tak kan lekang oleh waktu.
Lily merasakan kedekatannya pada Rio. Lelaki yang baru dikenalnya itu, serasa sudah dikenalnya berabad-abad. Nyaman sekali berada di dekat Rio.
Dada Rio kembali terasa nyeri, mengingat kejadian masa lampaunya. Mengingat betapa dulu cintanya harus terenggut. Terlalu lama ia menunggu kekasihnya kembali. Terlalu sakit perjalanan hidupnya. Namun tidak ada seorang pun yang tahu. Ia menelan semua luka cintanya.
"Kau suka laut?" tanya Lily.
"He-eh. Kita berdua suka laut."
Lily mendongakkan kepalanya. disentuhnya pipi Rio. "Kita?"
"Ya, kita. Kita sering ke laut dulu," kenang Rio, mengingat kembali semua masa lalunya lewat mimpi-mimpi yang sering ia alami.
"Berdua? Ke laut?"
"Iya."
"Kapan?"
"Sudahlah, tidak usah kau pikirkan. Nanti juga kau akan tau." Rio melingkarkan tangannya ke tubuh Lily erat-erat. Ia ingin sekali menumpahkan semua rasa yang terpendam selama ini. Diciuminya rambut Lily tanpa henti.
Harum tubuh Rio yang khas, menusuk hidung Lily. Ia memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar, darahnya terasa mengalir semakin cepat. Ia tak sanggup menolak Rio. Lelaki satu ini telah meruntuhkan segala pandangannya tentang laki-laki. Lelaki satu ini begitu berbeda. Rio lelaki yang sopan, berpendidikan dan punya intelektual tinggi. Ia juga bukan lelaki penggoda wanita, berbeda dengan suami kakaknya Lotus.
Rio meraup kedua pipi Lily. Didongakkannya wajah Lily. Didekatkan wajahnya ke wajah Lily. Perlahan, diciumnya bibir Lily dengan lembut. Darahnya bergolak. Napasnya menderu. Penantiannya sekian lama, membuat rindunya mencabik jiwanya. Terbayang kembali masa lalunya. Masa lalu dengan kekasih hatinya yang begitu erat dan mesra. Kekasih hati yang selalu ada di hatinya. Cinta itu takkan pernah padam.
Tubuh Lily menegang. Sentuhan bibr Rio kali ini. Lebih hangat dan mesra sekali. Tubuhnya seperti tersengat arus listrik yang dahsyat. Ia merasakan ciuman Rio seperti tidak asing baginya. Sanggup membuatnya terdiam kaku. Napasnya tersengal.
Rio menjauhkan wajahnya. Diraihnya dagu Lily. Dengan interval wajah beberapa milimeter, ia berkata, "Akhirnya aku mendapatkanmu, kembali. Kau masih tetap seperti dulu. Cantik, imut-imut dan pendiam. Kau selalu sanggup membuatku jatuh cinta setiap saat." Rio menatap kedua bola mata Lily dalam-dalam.
Lily memejamkan matanya. Ia sibuk menenangkan jantungnya yang selalu tidak normal jika berhadapan dengan Rio. Rio sudah membuatnya mengenal laki-laki. Ternyata laki-laki tidak semuanya jahat. Ada seorang laki-laki yang luar biasa seperti Rio, yang teramat spesial.
"Kau akan menjadi milikku selamanya. Tidak akan ada lagi yang bisa menghalangi cinta kita. Aku sangat bahagia." Rio kembali mencium bibir Lily, sejenak. "Lakukan untukku seperti kita melakukannya dulu." Ia kembali mencium bibir Lily. Kali ini lebih panas dan bergelora. Ia menggoda bibir Lily.
Ada perasaan aneh yang menjalar di seluruh tubuh Lily. Ia suka sekali dengan sentuhan bibir Rio. Tubuhnya terasa terbakar. Panas! Ia tegang. Ada sesuatu yang seperti ingin mendesak ke luar. Keduanya larut di malam itu dalam paduan kasih mereka.
"Aku mencintaimu sekarang dan selama-lamanya, Regina" desis Rio bergetar.
Angin malam, gemintang di langit, menjadi saksi dua hati yang kembali menghangat. Dua hati yang pernah merana karena cinta yang tak sampai. Dua hati yang pernah meranggas, mengering, lalu mati.
Raga mereka memang pernah mati, namun cinta mereka tidak pernah mati. Api cinta mereka abadi dan terlahir kembali bersamaan dengan benih-benih cinta mereka yang tak pernah mati. Tekad dan janji cinta mereka, mengembalikan hati yang dulu pernah terpisah. Mereka berpelukan erat, merasakan api cinta yang kian berkobar. Cinta ini takkan pernah padam.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top