Bimbang
Di gubuk kecil yang menjadi tempat tinggalnya, Tama diserbu oleh adik-adik angkatnya yang masih kecil, wajah-wajah polos mereka penuh harap meski pakaian mereka lusuh dan tubuh mereka tampak lelah. Dengan nada memelas, mereka meminta makan pada Tama.
“Kak Tama, kami lapar… ada makanan nggak?” tanya salah satu dari mereka dengan suara pelan.
Tama menghela napas panjang, rasa lelah bercampur amarah muncul dalam dirinya. Ia tersinggung. Seakan-akan semua beban kehidupan ini berada di pundaknya sendiri. Dia hanya seorang pencopet kecil di pasar, nyaris tak pernah punya apa-apa, dan kini setiap pulang, wajah-wajah lapar itu selalu menyambutnya, mengingatkan betapa berat kehidupan mereka semua.
Namun di sudut lain hatinya, Tama merasa ada tanggung jawab yang tak terucapkan untuk menjaga mereka. Mereka adalah keluarga yang ia temukan di jalanan, anak-anak yang tak punya siapa-siapa selain dirinya. Dan kini, tawaran Gendis itu kembali memenuhi pikirannya. Jumlah uang yang disebutkan wanita misterius itu sangat besar, cukup untuk menghidupi mereka semua dengan layak, bahkan mungkin mengubah nasib hidup mereka.
Pikirannya beradu keras. Di satu sisi, rasa takut dan gengsinya menolak untuk terikat dalam perjanjian yang terasa mematikan. Namun di sisi lain, ia terbayang wajah-wajah kecil ini, wajah adik-adik angkatnya yang hanya bisa berharap pada dirinya, satu-satunya orang yang mereka anggap “kakak.”
Dalam kebimbangan, Tama meraih salah satu adiknya dan memeluknya. Anak itu tertawa kecil, mungkin tak menyadari beban berat yang ada dalam hati Tama saat ini. Pikirannya berputar-putar; apakah hidupnya lebih berharga daripada memberi kehidupan yang layak? Apakah ini kesempatan terbaik—atau justru jebakan yang akan menghancurkanya?
Ia tahu bahwa tak ada jaminan dia akan selamat dari kutukan Gendis. Namun, ia juga tahu bahwa jika dia menolak, hidup mereka semua mungkin akan tetap seperti ini, terjebak dalam kemiskinan, kelaparan, dan nasib yang tak menentu.
Sambil melihat wajah-wajah mungil di hadapannya, Tama akhirnya merasakan kepasrahan, sekaligus keteguhan. Mungkin ini bukan tentang keberaniannya, tapi tentang pengorbanannya. Dan dengan berat hati, ia memutuskan bahwa malam itu, ia akan menemui Gendis lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top