23


Sepupuku membawa kami ke coffe shop yang ada di lingkungan sebuah hotel. Tempat ini tidak asing bagiku karena memang pemilik sebagian besar sahamnya adalah keluarga kami. Asyik berbincang, membuatku tidak terlalu memperhatikan keadaan sekeliling. Lagipula tempat ini sangat nyaman dan tidak terlalu ramai. Hanya diisi oleh beberapa ekspatriat dan juga para pebisnis. jadi jauh dari keributan tempat berkumpul khas anak muda.

Pembicaraan sore itu berlangsung cukup seru. Terutama setelah aku menyampaikan bagaimana sebenarnya hubungan dengan Kak Awa. sesuatu yang selama ini hanya kupendam sendirian. rasanya letih menjalani hubungan yang tidak jelas tujuannya seperti sekarang.

Sampai akhirnya, ada sekelompok orang yang berada di belakang kursiku sepertinya beranjak berdiri. Sekilas aku menoleh ke belakang. Dan kenyataan itu membuatku merasa bumi seolah berhenti berputar. Birawa ada disana, ia memunggungiku. Aku mengenal kemeja dan juga tas kerjanya.

Tak sekalipun ia menoleh ke arah kami. Dengan langkah tegap ia menuju pintu keluar, bersama dua orang pria paruh baya. Apa ia mendengar semuanya? Seketika kepalaku  pusing, aku baru menyadari kesalahan terbesar yang telah kulakukan. Tubuhku terasa dingin membayangkan apa yang akan terjadi.

***

Kuletakkan ponsel di atas meja. Tidak tahu harus menulis apa. Begitu banyak yang ada dikepalaku sekarang. Entah harus memulai darimana. Kali ini aku menyadari bahwa kadang kata-kata tidak bisa menggambarkan perasaan manusia secara total. Banyak yang tidak bisa diungkapkan. Rasanya seperti bangunan yang hancur dan tidak bisa diperbaiki. Kesedihan karena Mitha belum selesai, sekarang luka itu semakin menganga karena Kaia.

Aku tidak pernah menyangka kalau selama ini ia membohongiku. Aku sangat menyayanginya, sama sayangnya seperti  pada Mitha. Menganggap ia adalah belahan jiwa yang harus kujaga. Mencintai segala kekurangannya. Tapi kembali lagi, siapa aku? Ia adalah aktris yang baik dalam kehidupanku. Layak mendapatkan penghargaan atas aktingnya yang sempurna.

Yang membuatku tak berkutik, adalah kebenaran atas apa yang mereka bicarakan. Aku takkan mempunyai cukup uang untuk membeli sebuah cincin mahal. Atau mengajaknya makan malam di tempat romantis. Apalagi liburan menggunakan pesawat pribadi, first class saja aku tak mampu. Bahkan waktu saja tidak bisa kuberikan pada Kaia.

Kesalahan ini tidak bisa kutimpakan semua padanya. Ada banyak kekuranganku dalam hubungan kami. Semua berujung pada bagaimana aku harus membiayai kehidupan kedua adikku. Diusia muda aku harus memikirkan kelangsungan hidup orang lain. Kukira selama ini Kaia mengerti tanpa harus kuceritakan. Tapi kenyataannya tidak. Ia tetaplah perempuan yang punya keinginan seperti yang lain.

Kaia menghancurkanku dengan caranya sendiri. Sesakit inikah? Kemana aku setelah ini? Aku membangun mimpi sendiri. Apa yang kulakukan kelak bila bertemu dengannya? Kutegakkan kepala dan menatap jalanan yang padat. Tidak... aku belum hancur. Dan tidak akan hancur karena seorang perempuan. Ini bukan pengkhianatan. Hanya kejujuran yang terlalu cepat datang. Disaat aku belum siap. Tapi itulah yang mungkin yang disimpan oleh Kaia selama ini.

Cinta itu terlalu menyakitkan untukku. Ketika aku memberikan seluruh hidup dan kemampuanku yang terbatas. Disaat yang sama mereka ternyata tidak membutuhkan itu. Ada hal lain yang lebih penting dalam kehidupan keduanya. Dan itu bukan aku. Kuhembuskan nafas kasar, agar hatiku bisa lebih lega.

Sudah hampir dua jam aku di cafe ini. Saatnya pulang pada kenyataan sekarang, karena ada banyak yang harus diselesaikan. Kuraih kunci motor dan membayar makanan. Rasanya tidak ingin pulang, tapi aku harus.

Sesampai di rumah, Mitha sudah menunggu di garasi dengan wajah cemas. Apa dia sudah tahu?

"Mas Awa belum fitting kata Tante Gea."

Beruntung bukan pertanyaan yang kutakutkan. Lebih baik ia tidak tahu, sudah cukup banyak masalah yang harus dihadapinya. Aku kemudian menggeleng.

"Kamu sudah beritahu mami?"

Adikku tidak menjawab, memilih mendahului masuk ke dalam, yang kuartikan belum. Aku sudah terlalu lelah bila harus menyelesaikan masalah mereka. Sementara masalahku sendiri tidak bisa kuselesaikan. Ia kemudian mengekori langkahku menuju ruang makan.

Tanpa mandi, kuraih piring dan menaruh nasi. Perutku harus diisi, agar bisa tetap sehat. Ada tumis buncis dan balado tuna. Meski tidak berselera aku langsung makan. Mitha ikut duduk di depanku. Aku tahu apa yang ingin ia tanyakan.

"Mas, aku bingung. Tante Gea nggak mau ada mami saat acara. Sementara papi nggak mau hadir kalau nggak ada Tante Gea. Aku harus bagaimana?"

Kuletakkan sendok dan garpu dipiring. Kutatap ia dengan kesal. Kenapa masalah seperti ini tidak selesai-selesai? Kenapa tidak ada yang mau mengalah? Apakah Mitha malu kalau nanti papi tidak ada di sana? Rasanya hari ini seperti bencana yang tak ada habisnya untukku. Kucoba menahan diri untuk tidak memarahi Mitha.

"Bicara ke papi, kalau mami adalah orang yang melahirkan kamu. Kalau papi tetap nggak mau, ya terserah, mau ada mami saja di sana atau papi."

"Aku nggak enak sama keluarganya Jordy, kan mereka melamarnya ke rumah papi. Masak sih waktu tunangan malah cuma ada mami? Mas please, bantu  ngomong ke mereka."

"Selesaikan masalah kamu sendiri, mas lagi capek. Lagian kamj sudah dewasa, waktunya untuk tidakbergantung lagi sama mas."

"Kalau mas jadi aku, mas akan bagaimana?"

"Mas akan bicara tegas ke papi dan Tante Gea. Bahwa mas adalah anak Radyatama dan Daniella."

"Aku takut papi marah dan nggak mau hadir."

"Kalau nanti papi melarang mas untuk hadir juga. Kamu akan bagaimana? Menurut juga?"

Pertanyaanku membuat Mitha tersentak. Ia hanya diam dan tak berani menatapku lagi. Kutinggalkan meja makan dengan nasi yang hanya sempat dimakan sebanyak dua suap. Benar-benar malas mendengarkan lebih banyak lagi.

Bukan apa-apa, aku masih marah pada papi. Ada dendam yang mungkin tak pernah selesai sampai akhir hidupku. Melihat bagaimana ia memperlakukan kami selama ini. Membiarkan aku memikul beban yang sebenarnya adalah tanggungjawabnya. Tapi ini tidak mungkin kukatakan pada Mitha.

Aku juga bukan pemuja mami. Ia bisa memberikan kehidupan dan hadiah mewah pada kekasihnya, tapi tidak sanggup memberikan biaya lebih untuk kelangsungan hidup kami. Menganggap itu adalah tanggung jawab papi. Tidak pernah berpikir apakah kami sudah cukup atau belum.

Sesampai di kamar aku bergegas mandi, lalu merebahkan tubuh di kasur. Kembali kuraih ponselku, tidak ada pesan apapun dari Kaia. Mungkin tadi ia menyadari kehadiranku. Kini giliranku, mencoba mencari kalimat yang paling tepat untuk mengakhiri semua. Agar bisa selesai secepat mungkin.

***

Kutatap ponsel berkali-kali. Sejak satu jam yang lalu, ponsel Kak Awa terlihat sedang mengetik sesuatu. Tapi sampai sekarang tak ada pesan apapun yang masuk. Aku sendiri masih menunggu apa yang akan disampaikannya. Tidak berani  memulai, karena tidak tahu apa yang harus kukatakan.

Jelas ia mendengar semua pembicaraan kami tadi. Aku masih menyesali kebodohanku. Kenapa sampai bisa mengatakan seperti itu. Tidak melihat ke sekeliling. Seandainya aku bisa mengulang waktu.

Kini bukan hanya Kak Awa yang hancur, aku juga. Kenapa justru saat ini aku menyadari kalau aku membutuhkan sosoknya dalam hidupku? Aku belum pernah sesedih ini. Tahu bahwa sebentar lagi aku kehilangan karena kesalahanku sendiri. Kucoba memejamkan mata tapi tidak bisa. Meminta maaf tidak akan menyelesaikan masalah. Karena aku tahu bagaimana kerasnya Kak Awa.

Akhirnya ponselku berdenting, segera kulihat. Dan benar dari Kak Awa. Tapi bukan pesan whatsap, melainkan sebuah email. Awalnya aku tidak berani membuka, karena bisa menebak apa isinya. Hanya melihat sebaris kalimat pertama saja sudah membuatku tidak sanggup. Tapi sebelah hatiku mengatakan kalau aku harus membaca semuanya. Aku yang menyebabkan ini semua.

Kaia..

Terima kasih, atas kejujuran kamu tadi sore. Kamu dan keluargamu benar, kalau aku bukan siapa-siapa. Aku tidak akan pernah bisa seperti mereka. karena memang bukan berasal dari lingkungan  kehidupan kalian. Aku terlalu miskin untuk menjadi kekasih seorang Kaia Subiantoro.

Selama ini aku harus bekerja keras untuk aku dan adik-adikku. Meski kadang itupun tidak cukup. Selalu ada biaya yang harus dibayar diluar dugaan setiap bulan. Sehingga pada saat hari istimewa kamupun aku hanya bisa membelikan hadiah murah. Tapi yakinlah bahwa aku memilih dengan hati. Karena waktu itu aku mengira kamu tidak akan menilai dari harga sebuah benda.

Kamu tidak salah, karena memang dari level itu kamu berasal. Aku juga seharusnya sadar bahwa tidak ada benda yang murah di rumahmu. Seharusnya memang aku yang berkaca sejak awal, mengenal kembali siapa aku sebenarnya.

Awalnya aku merasa bahagia, karena ada kamu yang begitu mengerti tentang keadaanku. Tapi hari ini aku sadar, kalau kamupun adalah seorang perempuan biasa. Yang menginginkan hidup mapan serta bisa memenuhi standard yang kamu tetapkan.

Kaia...

Sebesar apapun rasa sayangku ke kamu akan sia-sia. Karena kamu tidak memiliki rasa yang sama. Aku tidak mungkin mempertahankan cinta yang hanya berisi sebelah jiwa. Terima kasih atas kejujuran kamu. Aku memang harus menyadari bagaimana posisiku sebenarnya.

Kamu tahu satu hal yang paling menyakitkan? Kamu mengkhianati kepercayaanku. Kamu menjadikan aku alat untuk memuluskan hubungan Jordy dan Mitha. Sakit sekali Kaia! Karena tanpa itupun aku akan tetap memberi kebebasan pada adikku untuk memilih masa depannya sendiri. Aku tidak akan ikut campur. Meski memang aku akan terus mengingat bagaimana Jordy pernah menculik adikku.

Aku tidak akan merusak apa yang sudah direncanakan Jordy dan Mitha. Aku tidak seburuk yang kamu dan keluargamu pikirkan. Aku akan tetap memposisikan diriku sebagai kakak tertua bagi adik-adikku. Kamu tidak perlu takut. Kalaupun kelak mereka memutuskan terus bersama atau berpisah, tidak ada campur tanganku disana. Aku akan tetap menjadi orang luar dalam hubungan mereka.

Kaia...

Aku pamit dari kehidupan kamu. Terima kasih atas hari-hari yang indah. Setidaknya aku akan mengenang, ada kamu yang pernah menemaniku. Tapi sekaligus mengingat bahwa kamu adalah pembohong yang sangat baik. Kamu membuatku mengingat kembali, bahwa cinta tak selamanya indah.

Kita berpisah Kaia, tidak usah menunggu hari pernikahan Jordy dan Mitha. Aku tidak akan menuntut apapun dari kamu. Terima kasih atas semua rasa ini. Karena aku bohong kalau mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Aku akan memblokir nomor kamu dan segala yang berhubungan dengan kamu. Katakanlah aku kekanakan. Tapi aku tidak akan berhubungan dengan masa lalu yang hanya memberikan kepahitan.

Selamat malam.

***

Selamat membaca
Maaf untuk typo
Jangan marah sama saya🙏🙏

24920

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top