PART 9

Bismillahirrahmanirrahim.....

Happy Reading yaa^^

*

*

*

Pelajaran kedua adalah pelajaran sejarah yang gurunya nggak killer tapi nge-boringin abis. Alhasil seisi kelas justru tenggelam dalam imajinasi masing-masing. Tak lama kemudian bel istrirahat berbunyi. Mereka semua spontan berteriak, walaupun sebenarnya nggak punya rencana sama sekali untuk teriak, tapi karena alam bawah sadarlah yang merangsang reaksi mereka untuk meluapkan beban dan wabah 'kantuk' yang merajalela.

Alhasil murid-murid XI-Ipa 1 segera bangkit dari kursi mereka dan berbondong-bondong menuju kantin. "Yuk Intan, Lala, ke kantin." Dita menari tangan Intan dan Lala, lalu mereka bertiga berjalan beiringan menuju kantin. Dilihatnya kantin hari ini tidak seramai kemarin. Dita mengedarkan pandangannya dan mendapati Nara yang sedang membaca sebuah buku disalah satu meja kantin.

"Hai Ra!" Sapanya, "Sama siapa? Sama Reza ya?" Goda Dita ketika melihat dua buah gelas teh diatas meja.

Nara menutup novelnya. Ia menghela napas, "Reza lagi, Reza lagi!" Ucapnya kesal, "Aku sama Aini, tapi Dia lagi ke toilet."

"Hai, teman-teman...." Aini muncul dari belakang mereka. "Tumben nggak bareng Rian, Ta?" Tanya Aini.

"Tau deh teman kelas kamu, sibuk mulu!" Ucap Dita cemberut.

"Yang sabar si, itu udah resikonya punya pacar ketua osis!" Ujar Aini sambil cekikikan.

Sejak menjabat menjadi Ketua Osis beberapa hari yang lalu, Rian menjadi lebih sibuk dari biasanya. Alhasil waktunya banyak tersita oleh rapat-rapat yang harus dia jalani. Jadilah Dita galau karena hal ini. Seperti saat ini, Dia menumpahkan segala kegalauannya kepada yang lain. Dan kegalauan itu pada akahirnya berujung pada topik dengan judul 'Reza cinta Nara'.

Dita membicarakan tentang Reza yang sangat perhatian ke Nara. Mulai dari Reza mengirimi Nara message setiap malam, walupun nggak dibalas sama yang empunya HP. Dan akhirnya dialah yang menjadi korban karena Nara tak membalas pesan dari Reza. Terus Reza dengan sukarela mengantar Nara pulang. Sampai yang paling menghebohkan yaitu saat Reza pingsan dalam pelukan Nara. Dan yang terakhir Reza, ikutan Rohis. Dari semua premis-premis yang ada, Dita menarik satu kesimpulan yaitu Reza cinta sama seorang Aisyah Ayudia Inara.

"Lihat tuh, Reza tuh beneran suka sama kamu Nara!"

Intan yang sibuk makan Nasi gorengnya, mulai muak mendengar omongan Dita yang sebagian besarnya mengandung nama Reza.

"Alahh.... Percaya amat sama tipe cowok kaya gitu. Apalagi model-model Reza yang kalian tau sendirilah dia kaya gimana. Dari kelakuannya aja udah ketahuan, tuh cowok Cuma mau mainin kamu doang, Ra. Dia tuh Cuma berjuang diawal aja. Tapi pas udah dapet, udah deh. Dilepasin. Nggak mau dipertahanin." Intan yang sedang sensitif karena kedatangan tamu bulanan berkata panjang kali lebar. "Aku nggak bisa bayangin deh kalau kamu benar-benar pacaran sama dia. Aku nggak mau kamu di apa-apain sama tuh monyet mesum!!!"

"Hati-hati Tan, kalau ada yang dengar, bisa habis kamu sama Reza." Lala mencoba mengingatkan.

"Emang gue pikirin? Bodo amat, deh."

"Ra, aku tanya serius deh, kamu suka nggak sih sama Reza?" Dita kembali mengumbar pertanyaan sejenis yang selama ini pernah juga Ia ajukan ke Nara.

"Pacaran itu nggak boleh. Dalam salah satu hadist disebutkan bahwa 'janganlah kalian mendekati Zina' dan pacaran itu adalah awal dari perzinahan. Dan berapa kali sih aku harus bilang? aku nggak mau pacaran titik nggak pakai koma."

"Aku kan nanyaknya kamu suka atau nggak, bukan nanyak mau pacaran atau nggak? Okedeh, terlepas dari prinsip kamu itu. Aku Cuma mau tahu gimana perasaan kamu ke Reza. Pacaran itu nggak boleh, itu kata kamu. Tapi..."

"Bukan kataku, tapi itu kata Allah dan Rasul-Nya!"

"Ya ya ya....Kata Allah dan Rasul-Nya. Tapi kamu juga bilang cinta itu adalah anugerah dari tuhan dan setiap individu pasti pernah merasakan yang namanya cinta. kalau nggak, berarti dia nggak normal, kan? Jadi aku Cuma kepengen tau, kamu suka atau nggak? Atau jangan-jangan kamu masuk kedalam spesies nggak normal?" Tanya Dita sembari memincingkan matanya.

"Hati-hati kalau ngomong. Aku normal kali." Nara menoyor kepala Dita, "Kalian serius mau tau siapa yang aku suka?"

"Siapa? Siapa?" Tanya mereka berempat antusias. Jarang-jarang Nara mau ngomongan hal seperti ini.

"Aku....." Nara menatap Dita yang sudah tidak sabaran menunggu jawaban darinya.

Haruskah aku mengaku ke kamu, Dita?

"Aku suka sama........" Lagi-lagi Nara menggantung kalimatnya. "Tau ah, gelep." Sambungnya lagi sambil tersenyum lebar.

Yahhh.... Terdengar helaan napas kecewa dari mereka berempat.

***

"Aku duluan ke kelas ya. Sakit perut nih!" Intan cepat-cepat bangun dari kursi kantin. "Dahh..." Cewek itu melambaikan tangannya dan segera berbalik.

Saat ingin naik kelantai dua, kaki Intan secara otomatis berhenti saat dilihatnya Reza sudah menghadang di depan tangga. Bersama dengan keempat temannya yang menunggu dibelakang punggung cowok itu. Intan melotot kaget, buru-buru dia ingin berbalik agar lewat tangga yang lain dan tidak melewati Reza.

"Woii...Mau kemana lo? Udah puas fitnah gue di depan Nara, hah? Jangan kira gue nggak tahu ya!"

"Mau lo apa sih? Gue nggak mau ribut sama lo disini. Lagi nggak mood!"

Reza mencengkram pergelangan tangan Intan. "Untung aja lo cewek, kalau cowok udah habis lo sama gue!" Anak-anak kelas sebelas yang ingin naik tangga untuk ke kelas mereka akhirnya ikut menyaksikan apa yang terjadi dihadapan mereka.

Wajah intan memerah, saat dilihatnya banyak teman-teman kelas sebelas yang melihat. "Lo kalau mau balas dendam, jangan disini. Jangan kayak banci lo!"

"Oh tenang aja, gue orangnya nggak se-brengsek yang lo pikir dan nggak pernah nyimpan dendam sama lo." Ucap Reza santai namun kontradiktif dengan wajahnya yang memancarkan permusuhan. "Gue lebih suka to the point." Dicengkramnya pergelangan tangan Intan lebih keras lagi membuat cewek itu meringis.

"ini anak demen banget cari gara-gara!" Bayu yang ada di belakang Reza terlihat sama kesalnya. Begitu juga dengan Bagas, Arya, dan Angga.

Teeettt...Teettt......

"Awas! Udah bel!" Cengkraman itu masih belum terlepas juga, membuat Intan naik darah, "Siapa sih yang fitnah lo? Apa yang gue omongin itu sesuai dengan kenyataannya. Lo tu sadar dong, Za! Nara aja benci sama lo. Mau bagaimana pun cara lo ngejar dia, nggak bakalan dia suka sama lo. Tanpa gue ngomong tentang ke-brandalan lo ke Nara, dia juga udah nggak suka liat semua tingkah laku lo. Nara itu cewek baik-baik, dan nggak pantas buat lo!" suara Intan kali ini bukan hanya terdengar oleh Reza, namun juga oleh anak-anak yang lain yang mengerumun di tangga. "Lo mau tau tipenya Nara tuh kayak gimana? Kayak Aldo. Cowok baik, Soleh, berprestasi, nggak kaya lo yang Cuma mengandalkan tampang doang!"

Tanpa mereka sadari, obyek yang menjadi pokok pembicaraan mereka juga ada didalam kerumunan. Kalimat terakhir yang barusan Intan lontarkan berhasil membuat Aldo dan Nara terkejut bukan main. Dan berhasil pula menciptakan kesedihan bagi Lala yang saat ini keluar dan lari dari kerumunan.

Reza menggertakkan giginya.

"Apa? Lo mau marah? Ada yang salah sama omongan gue? Emang kenyataannya gitu kok." Intan mengakat dagu dan menatap Reza dengan penuh kemenangan.

Tiba-tiba tangan Reza yang semula mencengkram pergelangan tangan Intan sangat kuat terlepas begitu saja. Serangan yang baru saja dilontarkan cewek itu seolah tepat menghantam dirinya dengan telak. Cowok terdiam, tidak mampu berkata lagi. Keheningan merebak, Reza mendadak membisu di tempat.

"Omongan lo jaga ya! Lo pikir, lo cewek baik-baik, Hah?" Arya yang ikut geram dengan semua ucapan Intan ingin maju, Namun Reza segera menahannya. "Udah Arya," Kata Reza lirih.

Reza balik badan, naik ke lantai dua sementara Intan terdiam ditempatnya semula. Ia tidak menyangka melihat reaksi Reza, Intan pikir cowok itu bakalan marah besar, tapi hal itu jauh dari perkiraannya. Reza justru mengalah, membisu tanpa kata. Anak-anak kelas sebelas yang sejak tadi sudah berkerumun dibawah tangga segera naik ke kelas meraka masing-masing.

"Nggak usah dipikirin kata-kata Intan!" Arya angkat bicara.

"Enggak, ngapain juga gue pikirin." Reza menggedikkan bahunya. "Omongan dia emang benar. Gue gak pantas buat dia. Tapi cewek juga banyak, kan? Bukan Nara doang." Kali ini Reza tak lagi menggunakan nama 'Ai' saat mengucapkan nama Nara.

Sementara itu, diluar kelas perdebatan masih berlanjut antara Intan dan Dita.

"Kamu bego banget sih, Tan. Udah tahu Lala suka sama Aldo, ngapain ngomong kayak gitu?"

"Sorry. Aku nggak tahu kalau ada kalian. Tadi Aku juga nggak tahu mau nyebut siapa. Kalau sebut Rian, nanti kamu yang cemburu. Dan yang lebih cocok sama Nara itu ya Aldo, tapi aku nggak bermaksud buat Lala sedih kok." Bela Intan dengan wajah merasa bersalah.

"Nyatanya Lala sedih gara-gara omongan kamu! Dan satu hal lagi, Nara nggak mungkin suka sama Rian, ya gak Ra?"

Nara tersentak kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu. Belum selesai kekagetannya dengan kejadian barusan dan sekarang ada lagi pertanyaan yang menjebak dirinya. Nara menggigit bibir bawahnya, memikirkan jawabannya yang tepat.

"Mmm..."

"Ini kenapa masih disini? Tidak dengar bel masuk berbunyi?" Tiba-tiba suaru horror dari Bu Isni menginterupsi percakapan mereka.

Nara menghela napas lega, bersyukur karena Ia tidak perlu lagi menjawab pertanyaan itu.

***

Dita, Lala dan Intan sedang berbincang-bincang di rooftop rumah Nara yang di set seperti taman. Tempat ini adalah tempat yang menjadi favorit Nara dirumahnya selain kamarnya sendiri yang berada tepat disamping rooftop. Di sini terdapat beraneka ragam jenis bunga yang terlihat cantik dan indah. Disalah satu sudut terdapat sebuah ayunan yang cocok digunakan untuk bersantai. Kemudian ada pula satu set sofa yang empuk. Tempat ini telah di set sedemikian rupa, sehingga sangat nyaman jika digunakan sebagai tempat bersantai ketika penat mulai melanda. Ditempat ini pula Nara sering menghabiskan waktu bersama ummi dan abbinya, serta kedua kakak kembarnya, Revan dan Reina.

Lala rebahan diatas ayunan, Ia terlihat murung. Cewek itu sepertinya sedang merenungkan sesuatu. Lala berpendapat bahwa apa yang diomongkan oleh Intan benar adanya. Nara mungkin nggak suka sama Aldo, tapi belum tentu dengan Aldo. Aldo yang dikenal soleh disekolah sudah pasti menyukai cewek seperti Nara, nggak seperti dirinya yang berpakaian terbuka.

Dari sofa Intan mengamati tingkah laku Lala yang sedikit galau. Ia merasa bersalah dan menghampiri Lala untuk meminta maaf. Intan berucap kepada Lala untuk tidak memasukkan ke hati semua omongannya yang di sekolah karena Ia hanya mencari alasan di depan Reza. Lala menggeleng dan mengatakan bahwa omongan Intan membuat dirinya berpikir. Kemudian Lala bangkit dari ayunan dan ikut bergabung dengan yang lain di sofa.

Lala duduk disebalah Nara. Cewek itu mengungkapkan keinginannya untuk berjilbab, tapi ia masih ragu karena keinginannya itu semata-mata bukan karena Allah melainkan karena Aldo. Dan Ia takut akan lebih berdosa lagi jika melakukan hal itu.

Nara terkejut namun Ia juga bahagia dengan keinginan Lala. Nara mulai menjelaskan bahwa Amalan yang akan diterima oleh Allah SWT adalah amalan yang niatnya harus ikhlas karena Allah Ta'ala dan caranya harus sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan. Dan menggunakan jilbab yang niatnya bukan karena Allah, sudah pasti salah. Tapi berjilbab itu adalah sebuah proses. Dipakai saja dulu, biasakan diri. Baru setelah itu, seiring berjalannya waktu dengan sedikit demi sedikit perbaiki dan luruskan niat. Nara berpendapat bahwa mungkin saja Allah menurunkan hidayah-Nya melalui Aldo.

"Nggak apa-apa La. Kali ini mungkin karena Aldo, tapi aku yakin selanjutnya murni karena Allah. Dan aku siap bantu jika memang dibutuhkan."

"Aku mau pakai jilbab bukan hanya karena Aldo doang sih, tapi aku juga kepikiran dengan Hadist yang berbunyi 'Satu langkah anak perempuan keluar dari rumahnya tanpa menutup aurat maka satu langkah pula ayahnya itu hampir ke neraka'. Kalau dipikir-pikir ngeri banget tuh hadist."

"Yappp, betul. Makanya kalau kalian sayang sama daddy kalian, pakai jilbabnya disegerakan ya dan jangan katakana kalau kalian belum dapat hidayah. Hidayah itu tidak datang dengan sendirinya. Tapi hidayah itu harus dicari dan diraih!" Intan dan Dita manggut-manggut mendengar penjelasan Nara.

"Tapi aku mau tanya sesuatu deh sama kamu, Ra. Kata kamu pacaran itu gak boleh karena bisa mendekati zina. Terus bagaimana dengan seseorang yang sudah berjilbab sesuai syariat sepertimu, lalu Ia melakukan maksiat? Misalnya nih, sudah berjilbab tapi masih tetap pacaran. Gimana tuh?" Tanya Dita.

Tarik napas panjang adalah hal pertama yang dilakukan Nara, sebelum mengucap basmalah dalam hati. "Kita pakai logika aja ya. Pakai ilmu matematika. Misalnya nih, Si A sudah berjilbab sesuai syariat tapi Ia bermaksiat. Terus Si B tidak berjilbab dan hanya mengatakan bahwa yang berjilbab belum tentu baik. Kita mulai dari A. Si A sudah berjilbab, misal dia dapat nilai 10 karena sudah melakukan perintah Allah SWT. Kemudian dia bermaksiat, Ia tetap mendapatkan hukuman dalam bentuk dosa, misal nilai dosa yang ia dapat adalah 10 juga. Lalu apakah nilai pahalanya dalam berjilbab akan terhapus oleh nilai dosanya? Tidak. Karena tidak ada perbuatan baik yang sia-sia dan percuma di mata Allah, kecuali perbuatan baik itu membuatnya sombong dan riya.

Dan bagaimana dengan si B? Ia tidak menggunakan jilbab, apakah dapat pahala? Tentu saja tidak, tapi Ia dapat dosa. Misal nilai dosanya 10, tapi dosa ini akan berkembang terus menerus setiap harinya jika si B ini tidak menutup auratnya.

Terus bagaimana jika si B melakukan maksiat? Sama perhitungannya dengan si A, Ia juga akan dapat dosa. Sekarang perhitungan final, si A dapat pahala karena sudah menutupauratnya dan melaksanakan perintah Tuhannya. Apa yang didapat oleh si B? Bukankah tidak dapat pahala? Dan yang Ia dapat malah dosa. Lalu siapa yang merugi? Bukankah si B? Jika kalian cerdas, siapa yang akan kalian pilih? Bukan aku memihak pada seorang wanita berjilbab namun bermaksiat, tapi ini hanya perbandingan sesuai perhitungan menusia, belum perhitungan Allah di yaumul hisab nanti."

"Wahhh...Aku bangga memiliki sahabat sepertimu, tapi untuk berjilbab aku belum siap apalagi berjilbab syar'i sepertimu. Biarlah aku menikmati masa-masa muda dulu, dan setelah itu baru tobat. Hehee." Intan dan Lala mengangguk karena sepaham dengan Dita.

"Aku tunggu kalian untuk berjilbab, aku siap bantu kalian. Dan ingat... mati itu tidak menunggu tobat kalian!"

***

Nara masuk ke mushola sekolah setelah berwudhu, Ia berniat untuk menunaikan shalat dhuha. Shalat yang disunnahkan untuk kita kerjakan sejak terbitnya matahari sampai menjelang datangnya shalat dzuhur ini, Sebisa mungkin selalu Nara laksanakan meskipun saat berada disekolah. Shalat dhuha memiliki banyak sekali keutamaan, salah satunya adalah orang yang istiqamah melaksanakan shalat dhuha kelak Ia akan masuk surga melalui pintu khusus, pintu Dhuha yang disediakan oleh Allah. Hal ini berdasarkan pada hadist yang berbunyi, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu bernama pintu Dhuha. Apabila kiamat telah tiba maka aka nada suara yang berseru, 'Di manakah orang-orang yang semasa hidup di dunia selalu mengerjakan shalat dhuha? Ini adalah pintu buat kalian. Masuklah dengan rahmat Allah Subhanahu Wata'ala," (HR. At-Thabrani).

Masya Allah.... Hanya meluangkan waktu sedikitnya 5 menit, tapi keutamaan yang kita dapatkan sungguh luar biasa. Dan banyak sekali keutamaan yang lainnya untuk mereka yang istiqamah melaksanakan shalat Dhuha dengan niat semata-mata karena Allah SWT. Wallahu'alam.

Usai shalat dhuha, Nara memutuskan kembali ke kelas walau bel istrirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Saat di koridor, cewek itu melihat Reza berjalan dari arah yang berbeda dengannya. Dari kejauhan Nara memperhatikan gerak-gerik cowok itu dengan cermat, saat dilihatnya Reza semakin mendekat, mendadak tubuh Nara terasa tegang. Tapi Nara langsung tersentak kaget saat Reza melintas begitu saja didepan dirinya. Reza justru sama sekali tidak melihat Nara saat berpapasan. Ngelirik pun nggak.

Nara berhenti dan berbalik menatap punggung Reza yang menjauh. Rasanya aneh saja melihat Reza yang bersikap dingin seperti itu. Cewek itu menghela napas dan Ia berusaha tidak ambil pusing.

"Nara. Kamu udah kemana? Ayo makan di kantin!" Ajak Dita saat mereka tak sengaja berpapasan di tangga.

"Ng..nggak deh." Jawab Nara ragu.

"Kenapa? Kamu lagi puasa sunnah ya?" Tanya Dita menyelidik, "Ehh, tapi hari ini kan hari jum'at."

"Aku lagi nggak selera aja. Kamu saja duluan."

"Mmm...Baiklah." Ujar dita agak kecewa, dan Ia pun berlalu dari hadapan Nara.

Nara sedikit tersenyum ke Dita. Kemudian Ia masuk ke dalam kelas. Nara menumpukkan sisi kanan kepalanya di lengannya yang terlipat diatas meja. Posisi seperti ini mengakibatkan cewek itu tak menyadari kehadiran Rian.

Rian tersenyum dan berinisiatif menghampiri Nara.

Drrttt...drtttt....

Cowok itu mengeluarkan ponsel yang bergetar dari saku celana sekolahnya. Satu potong pesan muncul dari Dita.

"Sayang, lagi dimana?"

"Diruang Osis. Sorry gak bisa makan bareng!"

Setelah membalas pesan Dita dengan cepat- secepat kilat, kemudian Rian menon-aktifkan ponsel itu dan mengendap menuju bangku yang di duduki Nara. Cowok itu mengambil posisi yang sama seperti yang dilakukan Nara diseberang meja, mengakibatkan mereka saling berhadapan satu sama lain. Rian tersenyum manis ke Nara.

"Rian???" Nara membulatkan bola matanya, terkejut dengan kehadiran Rian yang tiba-tiba. "Ng....Ngapain kamu disini?" Tanyanya seraya mengangkat kepala dan mengambil posisi duduk.

"Emang gak boleh ya? Setahuku, Aku masih tercatat sebagai salah satu siswa di SMA ini loh." Jawab cowok itu tanpa ba-bi-bu.

"Eng-maksud aku, bukan gitu."

"Santai aja kalau ngomong sama gue." Rian mengambil posisi duduk sambil memperbaiki posisi kacamatanya, "Kenapa nggak ke kantin?"

"Nggak ada, Aku hanya ingin sendirian aja." Kata Nara dengan lebih santai dari sebelumnya. Cewek itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kelas. Refleks dia mengucapkam istighfar ketika tahu tidak ada orang, kecuali mereka berdua yang berada didalam kelas ini.

"Kamu cantik ya. Pantesan Reza suka sama kamu!" Spontan Nara memandang kearah Rian yang saat ini sedang tersenyum hangat. Sesaat pandangan mereka bertemu karena detik berikutnya Nara menunduk malu. Pipi merona dan wajahnya terasa memanas, jantung berdetak melebihi kapasitasnya saat mendengar ucapan Rian yang memujinya. Ia sedikit tersenyum. Dan Tak lama kemudian saat tersadar akan sesuatu, cewek itu segera bangkit dari tempat duduknya.

"Ehh mau kemana?" Cegah Rian sebelum Nara benar-benar pergi. Cowok itu melihat sekelilingnya dan menyadari sesuatu, "Aaahhh, gue ngerti! Kamu nggak mau berduaan kan? Ya udah, biar gue aja yang keluar dan kamu tetap disini." Ucap Rian seolah mengerti dengan pemikiran Nara saat ini. Sebelum benar-benar meninggalkan kelas, tepat didepan pintu Ia balik badan menghadap ke Nara.

"Nara!"

Nara yang masih dalam keadaan berdiri menoleh ketika Rian memanggil namanya. Cewek itu mengangkat kedua alisnya seakan menyiratkan sebuah pertanyaan 'Apa?'

"Aku kagum sama kamu!" Ucap Rian yang berhasil membuat Nara membeku ditempat Seketika. Cowok itu tersenyum lebar, Ia terlihat begitu mempesona saat mengatakan kalimat barusan. Kemudian Ia berbalik keluar kelas dan meninggalkan Nara yang masih mematung ditempat sambil berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari bibir cowok itu.

***

Haiiii....haiii semua.

Alhamdulillah update lagi. Semoga suka deh :)

Gimana nih sama part ini??? Afwan ya kalau jelek :(

Silahkan tinggalkan vote n comment untuk part ini, jika anda berkenan!!!

Jazakillah khairan katsiran^^


Sabtu, 12 September 2015.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top