PART 8

Kelopak mata Reza mengerjap perlahan-lahan hingga akhirnya gradiasi yang semula blur kini terlihat jelas. Cowok itu menyesuaikan diri dengan cahaya yang menerobos masuk kedalam ruangan. Ia memandangi sekeliling dan menemukan keempat sahabatnya. Arya dan Angga berada disisi kanan sedangkan Bagas dan Bayu berada disisi lainnya.

"Reza lo gak apa-apa? Ada yang sakit? Dimana? Lo mau minum atau mungkin makan? atau pipis? Atau BAB? Atau apa bilang ke gue jangan Cuma diam!"

Reza memegangi kedua pelipisnya merasa semakin pusing karena runtutan pertanyaan yang diajukan si Gentong, Bagas.

"Reza kok lo diam aja sih? Jangan-jangan lo amnesia gara-gara tabrakan itu! Ya tuhann.... Reza lo inget gue kan? Gue Bagas si tubuh Sispack."

"Ya kali...Tubuh gentong kayak gini lo katain sispack. Hahaaa." Cibir Bayu seraya menepu-nepuk perut Bagas yang buncit karena kebanyakan lemak.

"Sispack menurut gue ya gini, berisi. Gak kayak kalian kurus kerempeng kayak gak pernah makan! Gemuk itu berarti sejahtera, jadi lo jangan ngehina orang yang gemuk ya!" Bagas ceramah sampai muncrat-muncrat.

"Lo kok bisa kayak gini sih?" Arya yang tidak memperdulikan debatan itu angkat suara.

Reza menceritakan kronologis tabrakan yang tadi pagi menimpanya. Karena terburu-buru Ia sama sekali tak mengindahkan lampu hijau yang telah berubah menjadi merah. Singkatnya Reza menerobos lampu merah dari arah selatan, tanpa disangka-sangka dari arah barat melintas sebuah motor. Bagian belakang motornya ditabrak oleh motor tersebut. Reza tak bisa mengendalikan motor besarnya dan akhirnya Ia jatuh. Kepalanya yang tak menggunakan helm terbentur sisi trotoar, dan kaki kirinya tertimpa oleh motornya sendiri.

"Lo malu-maluin banget!!! Reza si seribu skandal yang terkenal dengan keberanian dan ketangguhannya, eehhh malah pingsan didepan cewek. Hancurlah pasaran Lo, Za!" Bayu yang baru saja sembuh dari sakit giginya mengejek Reza.

"Kalian jangan lihat dari satu sisi doang dong. Kalian gak lihat seberapa gentle dan tangguhnya gue? Walaupun terluka, gue tetap berjuang untuk bangkit demi pergi ke sekolah." Ucap Reza dengan diplomatis serta puitis. "Bukan demi sekolah sih, lebih tepatnya demi cinta. hehee." Reza nyengir kuda.

Tiba-tiba pintu UKS terbuka. Mereka semua menoleh dan melihat kemunculan sosok gadis berjilbab yang terlihat kikuk.

"Tuh kan jodoh, baru aja diomongin, orangnya udah ada didepan mata." Reza tersenyum lebar melihat sosok Nara yang muncul. Cowok itu melirik teman-temannya, mengisyaratkan mereka untuk keluar dari ruangan ini.

"Eh kalian mau kemana?" Cegat Nara begitu menyaksikan pergerakan teman-teman Reza yang mengambil ancang-ancang untuk keluar.

"Gak baik dengar pembicaraan orang yang sedang jatuh cinta!" Ujar Bayu sambil mengerling.

"lebih gak baik lagi jika meninggalkan seorang cewek dan cowok yang bukan mahram berduaan!" Tegas cewek itu. Mereka hanya melongo mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Nara. Mungkin baru kali ini mendengar teori seperti itu.

Nara berdiri disisi kanan Reza, "Gimana? Udah baikkan?"

"Udah baikkan semenjak kamu disini." Reza menampilkan senyum terbaik yang Ia miliki.

"Makasih ya. Demi tugas kita kamu sampai kayak gini."

"Demi tugas? Kamu bilang demi tugas?" Tanya Reza tak percaya dengan pemahaman Nara. Sejak kapan seorang Al Ghazali Tsaqib Ananda Reza perduli sama tugas kalau nggak ada sesuatu. Sebodo amat sama yang namanya tugas, "Ternyata cewek susah banget peka ya?" Gumamnya kecewa.

"maksudnya?"

"Ini bukan demi tugas Ai, tapi demi KAMU!" Ucap Reza penuh penekanan dan juga gregetan melihat Nara yang tak kunjung mengerti, "Ahh sudahlah lupakan!" Lanjutnya lagi dengan raut frustasi.

"Terserah deh, yang penting terima kasih, karena kamu presentasi hari ini berjalan lancar!" Ungkap Nara tak mau ambil pusing dengan ucapan Reza. Cewek itu meletakkan sebuah tas plastic yang berisi kotak bekal makanan. Hari ini Ia membawa bekal karena berangkat terlalu pagi, dan bekal itu Ia berikan ke Reza sebagai ucapan terima kasih. Selanjutnya, Nara mengucapkan salam dan keluar dari ruangan itu. Tapi Nara masih bisa mendengar celutukkan teman-teman Reza dengan jelaas, "Akhirnya, Reza naksir cewek!"

***

Nara berjalan melewati koridor sekolah setelah menjenguk Reza di ruangan UKS. Cewek itu melangkah sambil mengecek fitur message di ponselnya dan langkahnya mendadak terhenti di tengah-tengah, dilihatnya Erin dan kedua temannya tepat muncul di depannya, menghalangi Nara yang sedang ingin ke kantin.

"Lo yang namanya Nara?"

Nara mengangguk pelan begitu seseorang memanggil namanya dengan suara yang menyerupai teriakkan. Alis Nara terangkat bingung, kayaknya ada yang nggak beres nih. "Ng...Ada apa, ya?" Tanya Nara pelan.

Erin memperhatikan Nara dengan tatapan menyelidik dari ujung kaki sampai ujung kepala, seperti mencari hal apa yang istimewa dari Nara sehingga bisa-bisanya menarik perhatian Reza.

"Serius elo yang namanya Nara?" Tanya cewek dibelakang Erin, "Biasa aja, di mana-mana masih cakepan elo juga, Rin. Gak ada yang istimewa kecuali jilbabnya." Sahutnya cuek.

"Masak iya Reza tertarik sama cewek tertutup kayak dia?" Cewek berambut cokelat panjang sebahu dengan model pony-tail di samping kanan Erin ikut berkomentar.

Berita seputar Reza yang mengejar cewek memang sudah santer dikalangan kelas sepuluh sampai kelas dua belas, dan tentu saja berita itu sudah terdengar di telinga Erin. Ditambah lagi dengan kejadian tadi pagi yang Reza tiba-tiba ambruk kedalam pelukan Nara. Sontak saja gossip tentang hubungan antara Nara dan Reza semakin tersebar luas. Dan kali ini Erin tidak bisa tinggal diam saat tahu hal ini, cewek berperawakan ala artis korea itu memperingati Nara untuk menjauhi Reza.

"To the point aja. Gue gak suka lihat lo dekat-dekat sama Reza. Jadi mulai besok lo gak usah deh dekat-dekat Reza lagi, jangan jadi cewek yang suka cari perhatian. Ngerti lo?"

"Maaf kak, tapi saya nggak pernah dekat-dekat ataupun cari perhatian sama Reza!"

"Oh gitu? Berani nantang? Gak takut sama gue?" Balas Erin mengangkat dagu.

"Maaf, tapi saya nggak takut jika merasa benar!" Nara membalas tatapan Erin. Ucapan Nara membuat Erin semakin jengkel.

"Nara...!" Saat situasi mulai menegang, suasana itu dipecahkan dengan seseorang yang muncul dari arah belakang Erin. Otomatis mereka semua melirik kesumber pusat suara dan melihat seorang cowok melangkah mendekati mereka. Dia adalah Aldo, ketua Rohis terpilih tahun ini. "Udah selesai ngomongnya? Kalau udah selesai, Saya mau bicara sama Nara. Ada keperluan yang penting!"

Erin memutar bola mata, jengkel dengan kehadiran cowok ini. "Awas lo ya, sekali lagi gue lihat lo sama Reza. Lo bakalan tahu akibatnya!" Ancam Erin sebelum pergi meninggalkan Aldo dan Nara.

Aldo geleng-geleng kepala melihat tingkah laku kakak kelasnya itu.

"Ada hal penting apa, Do?" Ucap Nara membuyarkan lamunan Aldo.

Aldo menoleh ke arah Nara, "Mmm itu... Berkas-berkas yang dibutuhkan udah siap semua?"

"Insya Allah udah siap semua." Aldo hanya mengangguk merespon ucapan Nara. Karena merasa tidak ada lagi yang harus dibicarakan, Nara pamitan untuk pergi kekantin. Ia mengucapkan salam, dan berjalan kearah kantin. Namun langkah Nara terhenti saat Aldo memanggil namanya lagi.

"Nara!"

Nara berbaalik dan menatap bingung ke arah Aldo.

"Apa kamu cinta sama Reza?" Tanya Aldo yang berhasil membuat cewek itu membesarkan pupil matanya karena terkejut mendapat pertanyaan semacam itu.

"Kenapa tiba-tiba nanyak kayak gitu?"

"Nggak bermaksud apa-apa kok! Heheee," Aldo terkekeh pelan sebagai penghancur ketidak nyamanan diantara mereka, "Ya udah aku duluan ya, nggak baik kita lama-lama disini. Bisa menimbulkan fitnah nantinya." Lanjutnya lagi. Aldo mengucapkan salam dan segera pergi meninggalkan Nara yang masih mematung di tempat.

Nara memandang punggung Aldo yang menjauh dan akhirnya masuk ke ruang UKS. Ia kepikiran dengan pertanyaan Aldo barusan, 'Apa kamu cinta sama Reza?' Nara bingung dengan dirinya sendiri, kenapa Ia harus terkejut dengan pertanyaan tadi? Bukankah jawabannya sangat mudah? Tentu saja jawabanya 'tidak'. Tetapi hal ini tidak semudah yang Ia bayangkan. Rasanya sangat sulit untuk memilih jawaban antara Ya dan Tidak. Ia ingin mengatakan 'tidak', namun satu sisi didalam hatinya menolak hal itu. Entahlah.... Nara tidak ingin ambil pusing dengan pertanyaan itu lagi. Ia balik kanan dan segera bergegas menuju kantin untuk memenuhi permintaan perutnya yang sedari tadi berdemo meminta makan.

***

Bel istrirahat berbunyi, Nara segera keluar kelas. Saat Ia menuruni tangga, dilihatnya Lala, Intan dan Dita sudah berada dibawah anak tangga. Hari ini ada kegemparan lagi yang terjadi, datang dari Reza. Bukan karena tawuran, bukan kericuhan ataupun keributan. Tetapi ada sesuatu yang membuat para siswa terkejut dan terheran-heran.

"Naraaaa!!! Dita langsung teriak heboh. "Sini deh, sini. Akhirnya kamu keluar kelas juga. Ada berita baru buat kamu." Katanya terdengar histeris.

"Apaan sih?"

"Aku mau nunjukkin sesuatu, ikut aku deh !" Dita menarik tangan Nara menuju suatu tempat. Nara mengrnyitkan dahi saat Dita mengajaknya melewati jalan yang sebenarnya ingin Dia lalui tadi, yaitu jalan menuju ruang Rohis. Semenjak bel berbunyi, Ia memang berniat ke ruangan itu, karena hari ini Rohis akan mengadakan perekrutan anggota baru. Kemudian mereka behenti beberapa meter dari ruang rohis untuk memperhatikan sesuatu.

Didepan ruang rohis, dua buah meja tempat pendaftaran telah dipersiapakan. Meja yang pertama untuk Ikhwan (cowok) dan meja kedua untuk Akhwat (cewek). Dimeja untuk Ikhwan, Reza yang tadi dikelas minta Izin ke toilet dan sampai jam pelajaran habis gak kembali-kembali ternyata sedang berdiri bersama teman-temannya, sepertinya Ia sedang meminta formulir pendaftaran.

"Tuh lihat Ra, Reza mau ikutan rohis! Aku curiga deh." Ucap Dita seraya memincingkan matanya.

"Curiga bagaimana? Bukannya bagus kalau dia mau ikutan rohis?"

"Bukan itu maksudku. Nih ya, kalau seseorang melakukan sesuatu diluar kebiasaanya, itu pasti karena ada apa-apanya!"

"Ada apa-apanya gimana? Kok kamu serem banget sih ngomongnya?"

"Aduhh Nara, Kamu dalam hal beginian bego banget ya! Reza ikutan karena cinta. Dia CINTA sama kamu, makanya dia ikutan. Kalau nggak mah mana mungkin Reza ikut beginian!"

"Su'udzon ihh... kali aja dia emang mau tobat beneran."

"Nara...Nara!" Dita menggelengkan kepalanya, "Kamu jadi cewek gak peka-an banget sih. Udah jelas-jelas Reza suka sama kamu, masih aja sok bego. Dalam hal cinta kamu Lola banget deh, kayak Lala!"

"Kok jadi aku yang disebut-sebut?" Lala yang sedari tadi hanya diam menyaksikan perdebatan sahabatnya itu tiba-tiba berujar begitu namanya disebut-sebut.

"Tau ah," Nara mengedikkan kedua bahunya.

"Lagian kenapa sih semua hal yang dilakuin Reza selalu kalian sangkut pautkan denganku?" Ucap Nara setengah kesal, "Udah deh gak usah berpikiran aneh-aneh."

"Aku mau kesana dulu." Nara bergerak menuju ruang Rohis.

***

"Seriusan lo mau ikutan, Za?" Tanya Bayu.

Reza yang focus mengisi formulirnya di bangku taman sekolah, mengangguk dengan mantap untuk merespon pertanyaan Bayu.

"Kayaknya otak lo udah geser deh gara-gara tabrakan itu," Timpal Bagas.

"Apa salahnya gue ikut Rohis? Kok kalian yang repot?" Reza mengerutkan dahinya melihat respon keempat temannya itu.

"Bukan gitu, Nyet. Ya aneh aja sang biang kerusuhan ikutan organisasi islam."

"Lo mau pensiun jadi preman, Za?" Tanya Angga.

"Kalian kira gue preman pensiunan? Udah deh gak usah berisik." Cowok itu melanjutkan mengisi formulirnya tanpa memperdulikan ocehan dan dumelan yang lain, "Lo gak berniat ikut?" Tanyanya ke Arya.

"Nanyak gue?"

"Gue denger-denger si Lala tahun ini ikutan rohis juga."

"Seriusan?" Arya yang semulanya tidak tertarik dengan permasalahan ini, tiba-tiba menjadi antusias saat mendengar nama Lala.

"Yah si Yaya katanya udah move on, ehh taunya masih berharap juga." Ledek Bayu sambil tertawa geli. Jadilah si Arya playboy hari ini menjadi korban bully dari mereka gara-gara gagal move on. Ada juga ya cowok dengan tittle 'Playboy' tapi gagal move on, celutuk teman-temannya.

***

Bel pulang baru saja berbunyi. Nara dan Dita baru saja keluar melewati parkiran dan menuju gerbang. Dilihatnya gerombolan tukang rusuh Reza berdiri dekat gerbang mengganggui siswa yang lain. Setelah berhasil melewati gerbang sekolah yang berasa seperti gerbang neraka, Nara menghembuskan napas lega.

"Ehh jemputan aku udah datang. Pulang bareng yuk, Ra!"

"Nggak deh soalnya aku dijemput sama Kak Revan."

"Ohh... Kamu nggak apa-apa nunggu sendirian?"

"Nggak apa-apa, duluan aja."

"Kalau gitu aku duluan ya, dah!" Dita melambaikan tangannya dan segera menuju mobil jemputannya.

Nara memutuskan duduk di kursi halte sambil menatap trotoar seberang, masih ada beberapamurid baru alias kelas X menunggu diseberang sana. Tapi tidak ada satupun yang Ia kenal. Hanya butuh waktu lima belas menit sekolah sudah nyaris sepi. "Mau gue anterin?" Nara tersentak kaget. Cewek itu menoleh dan melihat Reza sedang menyadandarkan punggung ke tiang halte.

"Makasih. Tapi aku dijemput sama Kak Revan." Nara menolak dengan halus.

"Kalau gitu gue temenin, cewek secantik kamu nggak baik nunggu halte sendirian. Bahaya!" Reza lalu duduk disebelah kanan Nara, berjarak tiga jengkal. Tidak benar benat dekat.

Nara tiba-tiba merasakan pipinya memanas saat dipuji Reza, "Lebih bahaya lagi kalau kita...."

"Berduan!" Sergah Reza memotong ucapan Nara. "Ya ampun, Ini tempat ramai kali Ai, nggak mungkin gue macam-macam sama kamu. Dan satu lagi, meskipun tampang gue berandalan. Tapi gue amat sangat menghargai perempuan."

"Aku gak bermaksud kayak gitu."

"Kamu percaya nggak kalau misalkan gue bilang kalau gue gak pernah pacaran?"

"Ha?" Nara beraksi lambat, Ia menoleh ke Reza. Pupil matanya sempat melebar namun hanya sesaat menunjukkan keterkejutan, namun detik berikutnya Dia langsung merubah ekspresi itu saat melihat Reza tertawa geli.

"Kamu lucu deh kalau terkejut!"

"Reza, Lo ngapain sih disini? Gue cariin juga dari tadi!" terdengar teriakkan yang muncul diantara mereka dan membuat keduanya menoleh ke sumber suara. Ada Erin berdiri sambil bersedekap dengan tatapan membunuh ke arah Nara.

Reza memutar matanya jengkel, "Gue disini, lo ngapain ngikutin gue mulu?"

"Ya gak apa-apa dong! Terus ngapain kamu disini sama cecunguk itu?" Erin menunjuk Nara dengan dagunya.

"Kak Revan udah datang. Aku duluan ya." Bertepatan dengan pertanyaan Erin yang terdengar seperti menghakimi, dewi keberuntungan sedang berpihak pada Nara. Mobil Revan berhenti tepat di depan halte.

Reza bangkit dari kursi halte, diikutinya Nara menuju mobil. Secara tiba-tiba cowok itu sudah berdiri disamping Nara dan membukakan pintu untuknya. Tanpa ba-bi-bu cewek itu masuk ke mobil. Tiba-tiba Reza mendekatkan kepalanya ke Nara dan tentu saja cewek itu sedikit menjauhkan diri, tapi masih bisa dijangkau oleh Reza. "Hati-hati ya." Bisik Reza lembut. Lalu Reza mengedipkan sebelah matanya membuat Nara termangu, membeku ditempat duduk mendapatkan perlakuan tersebut.

"Ehh, jauh-jauh dari adik gue!"

"Woohh, santai aja Kak!" Ucapnya antisipasi dan segera menutup pintu mobil sebelum mendapat omelan lainnya.

Mobil melaju meninggalkan halte bersama Reza yang masih setia memandangi mobil tersebut sambil senyum-senyum gak jelas. Ia berbalik, dan senyumannya seketika hilang melihat Erin yang memandang dirinya dengan tatapan membunuh. Reza menghela napas dan masuk kedalam gedung sekolah tanpa memperdulikan Erin yang sudah siap mencincang-cincang tubuh Reza sangking jengkelnya.

***

Assalamu'alaikum guys....

Tringgg... Saya muncul lagi, moga gak bosen-bosen dengan kehadiran saya ya :)

Lama banget nyelesein part ini, soalnya lagi sibuk nonton Running Man. heheee :D


Oya, terima kasih ya udah baca ceritaku yang absurd ini, terima kasih juga udah vote. Buat silent readers tetap terima kasih juga.

Happy Reading ya.

See you soon.


Sabtu, 05 September 2015.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top