PART 6

"Rian???" Gumam Nara tak yakin.

Kemudian mobil dimana pria paruh baya dan Rian berada berlalu meninggalkan area parkir sekolah. Nara bersembunyi dibalik tiang lobby karena mobil itu melintas melewati dirinya.

"Ada hubungan apa Reza dan Rian?" Tanya Nara pada dirinya sendiri. Ia menggelangkan kepala, mengenyahkan segala pikiran negative yang berkelebat didalam benaknya. Lalu, Nara berbalik dan keluar dari tempat persembunyiaan. Alangkah terkejutnya Dia saat berbalik dan mendapati Reza tepat berada didepannya.

Kepala Nara tersentak kebelakang saking terkejutnya, "Astagfirullah..." Ia mengelus-ngelus dadanya. Baru saja Nara ingin angkat bicara, namun lagi lagi Ia terkejut dengan tindakan Reza. Saat ini, Reza menarik pergelangan tangannya dan menyeret Nara dengan paksa.

"Lepaskan...Kamu mau bawa aku kemana?" Tanya Nara sembari berusaha melepaskan cekalan tangan Reza. Cowok itu tidak menjawab, justru Ia semakin mengeratkan genggamannya saat Nara mencoba berontak.

"Kita bukan mahram Reza!" Seru Nara dengan cukup keras.

Reza tersentak kaget mendengar Nara. Cowok itu berhenti melangkah dengan tangannya tetap menggenggam tangan Nara. Lalu Ia menoleh untuk menatap Nara. Dahi Reza berkerut, bingung dengan sikap cewek ini. Jika kebanyakan cewek diluar sana, mengantri untuk menjadi pacarnya. Bahkan tak jarang pula mereka para gadis menyerahkan diri secara suka rela hanya untuk menyandang status sebagai kekasihnya. Namun cewek ini berbeda, disentuh saja tidak mau. Dan hal inilah yang membuat Ia tertarik dengan Nara.

"Gak usah bawel deh. Aku gak nyentuh kamu kok, masih ada yang menghalangi. Tuh...Baju kamu!" Reza menunjuk seragam Nara dengan dagunya, dan saat itu juga Nara berhasil melepaskan genggaman Reza. Tetapi hal itu terjadi hanya sebentar, karena detik berikutnya, reza kembali menarik Nara menuju sebuah mobil mewah yang terparkir di lapangan parkir samping sekolah.

Nara menatap mobil itu dengan tatapan bingung, karena tadi pagi jelas-jelas Reza membawa sebuah motor besar yang dengan sengaja ditabrak Rion.

"Gue gak mungkin pakek motor rusak!" Seru Reza yang sepertinya mengetahui kebingungan Nara. Nara menoleh kearah Reza, "Siapa yang nanyak?" Batin Nara.

Cowok itu membuka pintu depan mobil dan memberikan perintah secara otoriter ke Nara, "Masuk. Gue antar pulang!"

"Haa?" Nara beraksi lambat. "Nggak. Aku pulang naik angkot." Ucap Nara dan berniat meninggalkan tempat itu. Namun langkahnya dicegat oleh Reza.

"Ini udah mau sore, Ai. Lagian kita juga kan mau belajar kelompok di rumah kamu, jadi sekalian aja aku langsung kerumah kamu." Jelas Reza sembari melirik jam yang berada ditangan kirinya.

"Kamu gak pulang?"

"Gue males pulang."

Nara tertegun mendengar jawaban itu. Entah mengapa, dari kata 'males pulang' itu Nara menangkap sebuah sinyal kesedihan. Dan entah setan mana yang merasukinya, Nara menyetujui ajakan cowok itu.

"Oke. Aku mau diantar pulang, tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Aku duduk di kursi belakang!"

"Kamu pikir gue sopir, hah? Lagian apa salahnya sih duduk didepan?" Ucap Reza yang nampak tidak setuju dengan ide Nara.

"Ya udah deh kalau kamu gak mau! Aku gak maksa kok."

"Oke. Gue setuju!" Sergah Reza begitu melihat Nara yang mengambil ancang-ancang untuk meninggalkannya. Cowok itu mendengus kesal, Kemudian membuka pintu penumpang untuk Nara.

Antara sadar dan tidak sadar Nara masuk ke dalam mobil dan duduk manis di kursi penumpang. Sebelum menutup pintu mobil, Reza memandang Nara lekat-lekat. Kini Nara memandang Reza sekilas sambil mengernyitkan dahi dan terlihat sedikit risih.

"Gue bukan penjahat, penculik, perampok, dan sekawannya. Gue Cuma orang yang berusaha peduli sama kamu Ai. Itu doang, jadi kamu santai aja." Ucap Reza kepada Nara. Kemudian cowok itu tersenyum dan menutup pintu mobil. Lalu Ia berjalan memutari mobil untuk duduk disisi yang lain. Reza menyalakan mesin mobilnya sambil melirik Nara dari kaca spion.

"Tunjukkin gue jalannya ya. Rumah kamu di daerah mana?"

"Di kawasan Taman Udayana."

Reza mengangguk. Lalu mobil itu melaju meninggalkan gedung sekolah yang sudah sepi. Kendaraan beroda empat itu melaju cepat membelah jalan raya. Gedung-gedung dan juga pepohonan yang menghiasi sisi-sisi jalan terlihat seperti berlarian mengejar dan kemudian tertinggal jauh ke belakang. Keheningan tercipta didalam mobil. Baik nara maupun reza, mereka sama-sama diam, larut dalam pikiran masing-masing.

Anjrit! Reza memaki dalam hati, kok gue jadi deg-deg-an kayak gini sih.

***

Reza segera melambatkan laju mobilnya saat sepasang bola mata hitam miliknya melirik kearah spion dan melihat raut wajah Nara yang pucat pasi. "Rumah kamu dibagian mana?"

"Eh?" Nara tersentak kaget, tersadar sesuatu. "masih depanan lagi. Masuk gang Suranadi Barat."

"Ohhh." Nara membalas pandangan Reza yang meliriknya dari kaca spion dan seketika membuang pandangan kearah jalan. Nara menghela napasnya, berdoa lagi supaya dirinya cepat-cepat sampai rumah setelah insiden --Ban mobil Reza pecah-- yang terjadi. Insiden yang memaksa dirinya terlambat pulang. Seharusnya Ia tiba dirumah sebelum Ashar, namun saat ini jam menunjukkan pukul 4.20. Alhasil dengan terpaksa Nara harus shalat ashar di mushola Taman Udayana. Ia juga makan bakso bersama Reza, karena dari pulang sekolah Ia belum makan sama sekali. Ini kali pertama untuk Nara makan bersama seorang cowok berduaan, walaupun jarak tetap selalu ada diantara mereka.

Nara melirik cowok itu lagi yang sekarang terlihat focus pada jalan raya. Wajah Reza tuh kontradiksi banget sama sifatnya, pikir Nara. Orang nggak bakalan tahu kalau sebenarnya Reza merupakan cowok paling nakal seantero sekolahan ; Habisnya nggak ada tampang kriminal sedikit pun di wajahnya.

"Nah, itu tuh, yang warna hijau rumahku!" Reza mengikuti arah telunjuk Nara. Mobil Reza masuk kedalam gerbang yang baru saja dibuka oleh seorang satpam. Reza memakirkan mobilnya di garasi yang berada disebelah kanan rumah Nara.

Nara turun dari mobil. Sebuah mobil dan dua buah sepeda motor bertengger dengan cantik di dalam garasi. "Abbi udah pulang....Aduhhh Gawatttt!" Nara memikik dalam hati. Lalu pandangannya beralih ke gerbang begitu mendengar deruman mesin motor. Sebuah motor matic berwarna hitam memasuki gerbang rumahnya. Motor itu adalah milik Rian dan Ia tidak datang sendirian melainkan bersama sang kekasih -Dita.

"Nara! Baru pulang?" Tanya Dita saat turun dari motor dan mendekati mobil yang ditumpangi Nara.

"Pulang bareng si....?" Kalimat Dita terpotong saat melihat sang pemilik mobil keluar. "Reza!" Seru Dita seraya menatap Reza dengan horror, seakan-akan Ia baru saja melihat kuntilanak berkepala dua yang ganteng. Iyalah, siapa yang nggak kaget? Soalnya ini adalah kepulangan perdana Nara yang diantar oleh sesosok makhluk yang berjenis kelamin cowok, ditambah lagi cowok itu adalah Reza! Wooww banget bagi Dita. Sesuatu yang tak lazim telah terjadi!

Nara menghela napas dan tak menanggapi ocehan Dita. Cewek itu melangkahkan kakinya menuju pintu, mengetuknya seraya mengucapkan salam. Dan tak lama muncullah sosok cowok yang membuat Reza terkejut setengah hidup. Revan!

"Lo?" Reza mengerutkan dahi, bingung dengan situasi yang ada dihadapannya.

Bersamaan dengan keterkejutan Reza, terdengar suara yang sangat menyeramkan dari belakang Revan.

"Kenapa baru pulang?"

Nara melirik sang pemilik suara dari balik tubuh Revan yang tegap. Disana di dekat tangga, seorang pria paruh baya berdiri sambil menatapnya tajam. Well, sidang penentu kehidupan telah menanti Nara!

***

"Ehh dek. Kok muka teman kamu kayak familiar gitu ya! Kakak pernah lihat tuh cowok deh, tapi dimana ya?" Ucap Reina sambil berpikir keras saat Nara masuk kedapur.

"Teman yang mana?" Tanya Nara sambil membuka kulkas, mengambil es batu. Ia membuat minuman untuk teman-temannya, Sedangkan Reina bertugas untuk menyiapkan jajan.

"Itu yang ganteng! Ehh, maksud kakak yang masih pakai seragam!" Cowok yang dimaksud adalah Reza.

"Cuma perasaan kakak aja kali! Itu tolong dibawain kedepan kak." Nara menunjuk jajan yang telah disiapkan Reina dengan dagunya. Dan Ia mengangkat nampan berisi minuman.

"Lihat dimana ya? Arghhh!" Reina frustasi dengan pikirannya sendiri.

***

Nara POV

Yuhuu malam minggu telah tiba!

Kedengarannya aku senang banget dengan kehadiran malam minggu, padahal akunya jomblo. Eitsss...Tidak selamanya malam minggu bagi para jomblowers itu mengenaskan, seperti yang banyak dikatakan orang-orang diluar sana. Contohnya aku. Aku jomblo, tapi happy happy aja tuh!

Malam minggu...

Yappp. Kata orang ; malam minggu para jomblowers itu sungguh mengenaskan dan juga menyeramkan. Malam minggu adalah Malam dimana yang jomblo sibuk menyendiri. Malam dimana yang jomblo sibuk dikamar sambil peluk guling. Malam dimana yang jomblo sibuk mencet remote tivi. Dan malam minggu adalah malam dimana yang pacaran sibuk memperkaya dosa sendiri. #Peace

Oke fix. Semua akan nikah pada waktunya!!! So para jomblowers selow aja yee! Tapi aku gak merasa jomblo tuh. Orang aku-nya lagi LDR-an sama calon imam yang telah tertulis di lauhful mahfuz, calon imam yang aku gak tau itu siapa dan gak tau sekarang dia dimana! Eeaa... Tapi jika boleh berharap dan minta, tentu saja aku mengharapkan Dia. Dia? You know lah...

Aduhh...Omongan ku mulai ngawur. Okedeh. Yang jomblo mari merapat!!! Dari pada nyari dosa mending nyari pahala. Yaa nggak? Hafalan yukk!!!

Saat ini aku sedang berusaha menghafal surat an-Nisa ayat 1-5 didalam kamar sambil rebahan. Hampir saja aku menghafal 5 ayat tersebut, namun dari luar kamar terdengar teriakkan keras yang memanggil namaku.

"Nara...." Muncullah Kak Reina dengan menampakkan senyuman lebarnya. Dia masuk tanpa mengetuk pintu, bahkan tanpa mengucapkan salam. tentu saja hal ini mengganggu aku yang sedang hafalan.

"Apaan sih kak? Ganggu aja deh!" Tanyaku sewot seraya menutup al-quran yang aku gunakan untuk hafalan. Siapa yang gak sewot? Sebentar lagi hafalanku akan habis, tapi Kedatangan Kak Reina membuyarkan semuanya.

"Sekarang kakak ingat dek!" Serunya dengan antusias.

Aku bangkit dan mengambil posisi duduk. Aku menatap Kak Reina yang saat ini duduk di meja belajar yang berada disamping tempat tidur, "Ingat? Tentang apa?" Aku mengernyitkan dahi, bingung.

"Tentang teman kamu yang tadi sore dek!"

"Siapa? Rian? Aini? Reza? Atau Dita? Tapi kalau dita sih gak mungkin, kakak kan udah tau!"

"Itu loh, teman yang nganterin kamu pulang!"

"Reza?" Tanyaku, yang lebih mirip dengan pernyataan.

"Iya Reza. Kakak ingat sekarang! Kamu tau Almarhum Kak Aila kan?"

Aku hanya mengangguk. Kak Aila adalah teman kuliah Kak Reina. Setahu ku Dia orangnya cantik dan juga baik.

"Ternyata Reza itu adiknya Aila!"

Whaattt??? Demi apa? Reza adiknya Kak Aila? Gak mungkin. Soalnya sifat Reza dan Kak Aila itu beda banget, kayak bumi dan langit gitu deh.

"Seriusan kak? Kakak lagi nggak ngelindur kan?" Tanyaku untuk menyakinkan.

"Kakak serius dek. Tapi seingat kakak, Reza itu tidak seperti yang kamu ceritakan deh! Apa yang kamu ceritakan 180 derajat berbeda dengan Reza yang dulu kakak kenal!"

Aku mendengarkan Kak Reina yang terus mengoceh menceritakan Reza yang dulu Ia kenal dengan serius. Entah mengapa aku jadi tertarik mendengarkan cerita tentang cowok itu. Katanya, Reza itu baiklah, penurut, kalem, rajin, dan sedikit usil.

"Ya udah deh, kakak balik kekamar dulu. Mau hafalan, kamu juga ya dek!" Katanya pamitan.

Oke. Aku mulai menghafal dari ayat pertama. Aku berpikir ini akan mudah, karena aku tinggal memperlancar hafalan di ayat yang ke-lima.

Bismillahirrahmanirrahim...

Ayat pertama, kedua, dan ketiga tak ada masalah. Namun begitu masuk ayat ke-empat, tiba-tiba semuanya blank. Aku lupa. Huh, padahal tadi aku sudah hafal. Oke, Aku mencoba kembali dari ayat pertama, Ku kumpulkan seluruh konsentrasiku. Namun lagi lagi hasilnya sama. Konsentrasiku buyar, blank seketika. Kini pikiranku melayang ke peristiwa yang kulihat di sekolah tadi siang. Aku mengingat kembali, bagaimana Reza ditampar oleh pria itu.

Entah mengapa aku tiba-tiba memikirkan cowok itu. Aku penasaran dengan kehidupannya. Aku sungguh penasaran dengan masa lalu Reza hingga cowok itu memutuskan untuk berubah menjadi brengsek dalam hidupnya. Namun pada akhirnya aku sama sekali nggak berhak untuk mengetahuinya. Aku bukanlah siapa-siapanya.

"Argghhh!" Aku menggeram karena frustasi dengan pikiranku sendiri.

***

Reza POV

Suara merdu Bruno Mars yang menyanyikan lagu 'the lazy song' berdering didalam kamarku. Aku berjalan ke meja belajar yang selama ini tidak pernah ku gunakan untuk belajar. Disana ponselku yang berteriak-teriak minta diangkat berada. Segera kusambar ponsel keluaran terbaru dari perusahaan Apple itu dan menekan tombol hijau. Dilayar tertera nama Arya.

Kuhempaskan tubuhku diatas kasur empuk yang bersprei warna hitam, "Apaan?" Tanyaku malas. Terdengar dentuman musik disko diseberang sana

"Woiii Reza!!! Lagi dimana lo?" Tanya Arya dengan keras untuk mengalahkan dentuman music disco yang sedang menghentak club.

"Dirumah." Jawabku singkat.

"Tumben! Lo nggak Clubbing malam ini?"

Tumben? Ya memang tumben malam minggu seperti ini aku masih berada dirumah. Biasanya sih nggak. Rumah mewah dengan fasilitas lengkap tidak membuatku betah berlama-lama diam didalamnya. Aku benci melihat wajah-wajah isi rumah ini, dan jika berada di rumah aku lebih senang menyendiri didalam kamar sambil merokok sepuas hati. Dan Malam ini aku lagi malas keluar, sepertinya aku bakalan melewati malam minggu dengan menyendiri didalam kamar.

"Lagi malas. Udah ya, gue tutup nih!" Aku menekan tombol merah dan melempar ponselku kesembarang arah diatas kasur. Aku bangkit dan menyambar sebungkus rokok serta asbak bulat yang berada di atas nakas.

Aku duduk di balkon sambil merokok. Malas. satu kata yang sekarang sedang menghinggapi setiap anggota tubuhku. Dan itu berawal dari rumahnya Ai. Pulang dari rumahnya, mendadak aku kehilangan semangat.

Ai...Gadis yang belakangan ini selalu berkeliaran dipikiranku. Aku sebenarnya tidak tahu bagaimana perasaanku terhadapnya. Namun, aku tertarik dengannya sejak pertama kali bertemu. Waktu itu Dia memberikan sebuah plester luka untukku setalah berkelahi dengan ketua osis saat MOS. Berikutnya, aku berusaha mendekati gadis itu, namun susah banget. Akhirnya aku memilih cara lain, aku sengaja mencari gara-gara dengan teman dekatnya yaitu Intan. Dan hasilnya nihil, tidak berhasil sama sekali. Waktu itu aku memutuskan untuk menyerah. Tetapi tahun ini aku sekelas dengannya, sepertinya tuhan memberikanku kesempatan lagi untuk mendekatinya. Dan kali ini aku tidak akan menyerah.

Awalnya, aku berpikir aku hanya sekedar mengaguminya. Karena menurutku Dia berbeda dengan gadis lain. Selain itu, Dia juga mengingatkan aku dengan seseorang yang saat ini berada di keabadian. Kenyataan yang aku dapati saat dirumahnya membuatku sadar akan perasaanku sendiri. Ini bukan hanya sekedar perasaan kagum atau suka. Tapi ini adalah perasaan cinta. Ya...aku benar-benar jatuh kedalam pesona gadis itu.

Sakit. Ini sangat menyakitkan saat mengetahui kenyataannya bahwa Dia menyukai orang lain. Orang itu adalah orang yang juga menghancurkan kebahagiaanku sejak 2 tahun lalu. Aku baru sadar orang yang berinisial A.P.A yang ditulis Ai adalah Rian!

Kenapa harus dia, Ai? Kenapa?

Kenapa dia selalu mendapatkan apa yang ingin aku dapatkan?

Tuhan tidak adil.

***

Haiiii Haiii semuanya.

Yeee...Akhirnya part 6 ini selesai juga. Sorry ya kalo jelek!
Soalnya kemarin-kemarin lagi sibuk ngurus KRS. Fiuuhhh...bentar lagi kuliah!

Oke. Abaikan!

Yang di mulmed anggap aja rumahnya Nara ya. #Green lovers.

Oya gimana nih sampe sejauh ini? baguskah? Ato malah jelek? -_-

Pleaseeee tinggalin jejak di cerita ini, biar saya nya tahu ini cerita ada yang minat atau gak.
intinya, Saya butuh banget kritik dan saran dari teman-teman. dan juga tanggapan atas cerita yang gak jelas ini.

So, jangan lupa votement nya ya!!!

Happy Reading guys^^

Minggu, 23 Agustus 2015.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top