PART 4
Sesuai dengan rencana yang sudah Nara siapkan sejak tadi malam, hari ini Dia bakalan menginterogasi Lala habis-habisan perihal nomernya yang jatuh ke tangan Reza! Nara melirik jam tangannya, pukul 06.50. Ini berarti Ia hanya memiliki waktu 10 menit sebelum bel masuk berbunyi untuk melabrak Lala dikelas XI Ipa 1. Karenanya Ia menaikki anak tangga dengan sedikit terburu-buru.
Saat tiba di pintu kelas XI Ipa 1, Nara geleng-geleng melihat pemandangan didalam sana. Pemandangan yang tentunya tidak asing lagi bagi dirinya dan juga bagi anak sekolahan. Semua siswa XI Ipa 1 sudah berkumpul didalam, termasuk sang raja ngaret sekalipun –Angga dan Bayu— Bukan karena mereka rajin, sama sekali bukan! Tapi hari ini ada pelajaran fisika di jam pertama dengan guru killer – Bu Isni ditambah lagi dengan tugas yang soalnya Cuma lima tapi tingkat kecanggihan soalnya bikin pusing tujuh turunan!
"Gue duluan yang minjam bukunya Nana, jadi minggir lo!" teriak Intan mengusir Bayu dari bangkunya.
"Enak aja! Lo pikir buku itu milik lo sendiri?" Bayu tak mau kalah. Alhasil Intan mau tak mau harus mengalah dan harus berbagi buku dengan Bayu yang notabene nya juga merupakan musuh bebuyutan Intan.
"Siallll...gue salah tulis." Rutuk Angga dari bangku paling pojok. "Woiiii mana tip-ex. Pinjam dong! Gawat darurat nih!" teriak angga yang menambah kegaduhan kelas. Cowok itu tak mendapat tanggapan dari yang lain karena masing-masing sibuk dengan bukunya, kecuali Dita yang sudah selesai.
"Ehh Angga! Makanya lo modal dikit dong kalau sekolah! Pulpen aja minjam di Lala!" Cibir Dita.
"Gak usah banyak bacot deh Ta, cepat lempar tip-exnya!" Teriak Angga. Dita memutar bola matanya jengah dengan sikap Angga yang gak tau diri kalau meminjam sesuatu. Dan saat itu pula, Ia menyadari kehadiran Nara yang mematung didepan pintu kelas. Dita melempar tip-ex secara asal kearah Angga dan berjalan menghampiri Nara.
"Nara! Ada apa?"
"Dita....mmm. kamu udah gak marah lagi sama aku?" Nara bertanya pelan.
"Soal kemarin?"
"Iya. Aku minta maaf. Aku gak bermaksud...."
Dita segera memotong ucapan Nara, "Udah kita lupain aja soal yang kemarin! Oya ada apa pagi-pagi kesini? Kangen sama aku ya?"
Nara sedikit tersenyum karena ucapan Dita yang kembali seperti biasa, namun sejurus kemudian wajahnya berubah menjadi sebal karena mengingat sesuatu. "Tuh kan lupa aku!" Nara menepuk dahinya, mengingat tujuannya datang kesini. "Mana Lala?" cewek itu melengos dari hadapan Dita dan berjalan ke bangku Lala yang berada di urutan ketiga.
"Lalaaa.....!!!" Nara langsung berteriak keras begitu berhadapan dengan Lala yang menunduk, menulis. "Lalaaa..." teriaknya lagi karena perhatian Lala masih tertuju pada buku Fisika yang dia salin diatas mejanya.
Lala mendongak sekilas melihat ekspresi Nara yang jengkel setengah mati. "Ada apaan sih Ra? Bentar ! Gue lagi nulis nih!" kata Lala yang terlihat tidak bisa diganggu gugat sama sekali.
Nara menahan diri untuk tidak marah-marah lagi karena Ia paham betul situasi kepepet seperti saat ini. Situasi yang membuat siswa malas berubah menjadi rajin seratus delapan puluh derajat. Dan yang biasanya nulis super lambat –Lala contohnya bisa kebut seketika dalam hal menyalin PR teman. 'The power is kepepet' memang benar adanya bagi murid SMA.
"Kenapa sih Ra? Sebal banget ekspresinya?" tanya Intan bingung.
"Iya Ra!" Dita mengiyakan ucapan Intan.
"Gimana gak sebel coba, Lala..."
"Gue kenapa Ra?" Lala akhirnya selesai mengerjakan—menyalin—PR-nya.
"Kenapa lo kasih nomer gue ke Reza?" tanya Nara to the point.
"Hah? Nomer? Nomer apaan?" Tanya Lala bingung –penyakit LOLA-nya kambuh—
"Ya ampun La! Apalagi kalau bukan Nomer...."
"Nomer BH!" seru seseorang dari belakang mereka.
Intan segera meraih buku paket yang ada diatas meja dan melempari orang itu. Ia menatap orang itu dengan tatapan super tajam.
"Bayu mesum!!! Lo tu ya kalau ngomong di saring dulu dong!" seru intan karena ucapan Bayu yang kotor.
"Nomer Hp, bayu. Bukan yang itu!" Jelas Nara.
"Hah???" Bayu dan Intan berseru serempak.
"Reza minta nomer cewek? Wow!" Seru Bayu lagi dengan ekspresi tak percaya, seakan-akan hal itu mustahil terjadi. Kemudian Ia melangkah menuju bangkunya, meninggalkan mereka berempat karena bel masuk berbunyi.
Nara menghela napas kecewa mendengar bel itu. Ia belum mendapatkan jawaban dari Lala, namun bel masuk keburu berbunyi. Jadi mau tidak mau, Ia harus kembali ke kelasnya. Dan menunda aksi interogasinya.
***
Seisi kelas XI Ipa 3 berubah hening, bungkam, sunyi tanpa suara saat Pak Anwar mengajar didepan. Semua siswa memperhatikan saat guru itu menjelaskan seputar sel.
Sampai diakhir jam pelajaran, Pak Anwar memberikan tugas biologi berupa tugas persentasi. Para siswa mulai kasak kusut begitu Pak Anwar menjelaskan tugas mereka. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang, dan kelompok dibentuk berdasarkan nomor urut di absen. Sedangkan untuk materi persentasi telah ditentukan oleh Pak Anwar sendiri.
Selesai menjelaskan tugas yang harus dikerjakan oleh siswanya, Pak Anwar sengaja keluar kelas lebih awal dan menyisakan waktu 10 menit sebelum pergantian pelajaran. Dengan tujuan memberikan kesempatan setiap kelompok untuk mendiskusikan tugas yang Ia berikan.
Begitu Pak Anwar keluar kelas, Rian --selaku ketua kelas maju kedepan untuk membagi kelompok berdasarkan nomor urut absen.
"Kelompok pertama. Anggota kelompoknya ; Adrian Pradipta Amzari –saya sendiri , Aini nurfati, terus Aisyah Ayudia Inara, dan yang terakhir Al Ghazali Tsaqib Ananda Reza."
Nara menghela napas pendek begitu mendengar nama terakhir yang menjadi anggota kelompoknya. Sementara dibangku paling belakang pojok, Reza terlihat biasa saja.
Rian melanjutkan pembagian kelompok.
Usai membagikan kelompok, Rian, Reza, Aini dan juga Nara berkumpul di bangku Nara untuk membicarakan tugas mereka. Rian menarik bangkunya dan duduk dihadapan Nara dengan antusias. Sedangkan Reza, dengan malasnya duduk disebelah Rian. Sekilas Nara melirik kearah Reza yang sedang memainkan korek apinya.
"Kita ngerjainnya kapan dan dimana?" Rian angkat bicara terlebih dahulu.
"Mmm...gimana kalau dirumah aku aja? Kalau kita ngerjainnya mulai nanti sore, gimana?" Nara menyampaikan pendapatnya.
"Aku sih oke-oke aja!" Aini yang duduk disebelah Nara hanya manggut-manggut dengan usulan Nara.
"Kalau nanti sore kayaknya gue gak bisa!" Rian segera menyergah usulan Nara.
"Kenapa? Kita kelompok pertama yang maju, jadi harus cepat dikerjain!"
"Sorry Ra, gue ada janji sama Dita. Gimana kalau besok aja? Ini juga kan hari pertama dikasih tugas. Jadi gue yakin tugas ini pasti selesai tepat waktu." Jelas Rian lagi.
Ekspresi Nara berubah seketika saat Rian menyebut nama Dita. Namun Secepat kilat Ia menetralkan ekspresinya dengan tersenyum penuh pengertian dengan alasan Rian. Perubahan ini disadari oleh Reza yang sedari tadi tidak banyak omong dan justru diam-diam memperhatikan Nara.
***
Suasana kantin hari ini masih lumayan sepi karena tidak ada yang membuat onar seperti gerombolannya Reza. Nara dan juga ketiga temannya duduk di salah satu bangku panjang kantin dengan makanan mereka masing-masing. Nara duduk dengan wajah masamnya.
"Kenapa kamu kasih Reza nomer aku, La?"
"Hehee...Sorry Ra!" Lala nyengir. "Iya, habis kemarin dia ngejegat gue waktu mau pulang. Kemarin kan gue pulang gak bareng kalian, terus Reza minta nomer lo. Karena gue sendirian dan takut di macem-macemin sama Reza, jadi gue kasih deh!" Lanjut lala dengan santainya sambil menyendok makanannya.
"Kenapa lo kasihhhh tanpa izin gue?!!!" Suara Nara terdengar merengek sebal, sementara Intan dan Dita mereka menatap dengan tatapan terheran-heran karena belum tahu pokok permasalahannya.
"Enggak mungkin. Reza minta nomor kamu Ra? Buat apa coba?" Dita angkat bicara karena tak percaya.
"Reza minta nomor Nara karena katanya ada urusan sama Nara. Kan mereka satu kelas, jadi pasti butuh komunikasi!"
"Tadi malam, Reza SMS gue!" Tungkas Nara.
"Apaaaa?!" Dita dan Intan langsung beraksi bersamaan. "Demi apa lo Ra?!"
"Semua ini gara-gara kamu La, jahat banget ngasih nomor gue!"
"Ya sorry Ra. Kemarin posisi gue genting banget! Lagian kenapa sih kalau Reza SMS kamu? Santai aja kali Cuma SMS doang kok!"
"Oooo jadi kamu ngorbanin aku demi keselamatan kamu, gitu?" Nara makin sewot. "Kalau aku ganti nomer, ya nggak mungkin. Nomor ini pemberian khusus dari Abbi. Jadi aku gak mau ganti nomer, tapi..." Wajah Nara berubah ambigu.
"Ra, heran deh, kamu kenapa segitu ngerinya sih? Kalau gue jadi elo sih ya, gue bakalan seneng, hati gue berbunga-bunga dan dengan senang hati bakal gue ladenin! Reza itu ganteng, pokoknya cowok idaman banget, kan? Tinggi terus tajir, kalau soal nakalnya mah gampang, tinggal lo ubah. Dia kayaknya gak playboy deh, keliatannya setia. Jadi gak salah kalau dulu gue sempat suka sama tu anak. Tapi kamu tenang aja Ra, gue ikhlas kok kalau kamu dekat sama Reza. Kan sekarang gue udah punya Rian."
"Alibi buat pedekate tuh Ra!" Lala segera mencelutuk sependapat dengan Dita.
Namun berbeda dengan Intan, "Jangan mau Ra! Kamu lihat sendiri kan bagaimana perilakunya? Ya walaupun si Reza ganteng, tipe pujaan cewek bangetlah, tapi lo jangan sampai terayu dengan tampangnya yang baby face. Pokonya jangan deh, gue takut lo di apa-apain, lo nya kan masih polos. Dan satu lagi lo belum pernah pacaran!"
"Nggak usah ngehasut gitu Tan, Kalau lo yang jadi Nara pasti senang banget di SMS sama Reza. Kalau gue lihat-lihat nih ya, emang sih kelakuannya Reza parah banget, tapi kalau ke cewek dia gak berani macem-macem palingan sekedar iseng doang. Reza tu susah banget naksir sama cewek, katanya sih. Jadi lo ladenin aja Ra!" Dita membalas kata-kata Intan.
"gak macam-macam sama cewek? Terus kelakuannya ke gue, itu maksudnya apa?"
"Kalau kamu sih, pengecualian Tan. Heheee." Dita terkekeh santai dan berhasil membuat Intan melotot tajam kearah dirinya.
"Ehh Reza tuh, Reza..." seru lala sambil menyikut lengan Nara yang duduk di sebelahnya.
Nara dan juga yang lainnya menoleh ke pintu kantin dan mendapati Reza bersama dengan gerombolannya –Arya si playboy, Bagas si gajah, Angga si bolot alias LOLA, dan juga Bayu si dangdut—
"Begadangan jangan begadang kalau tidak ada artinya..." Terdengar genjrengan gitar dari Bayu begitu memasuki area kantin. Sontak seluruh mata saat ini teralihkan untuk memperhatikan tingkah mereka, dan pastinya untuk memperhatikan wajah ganteng Reza. Dari tempatnya Nara memperhatikan Reza yang tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Kemudian cowok itu melangkah ke antrian untuk memesan makanan sedangkan temannya mengambil tempat duduk terlebih dahulu. Saat itu pula, seorang cowok berambut ikal datang dan menyeruak kedalam antrian.
"Bibi, baksonya dua!" Pesannya tanpa mengantri.
"Woiii!!! Mengapa lo gak mengantri?" Reza menarik kerah baju cowok itu.
"Ada apa? Ada masalah teman?" Tanya seseorang menginterupsi pertanyaan Reza. Dari name tag-nya orang itu bernama Rion.
"Temanmu tidak mengantri!" Jawab Reza, melepaskan tarikannya dan mendorong cowok itu.
"Apa kau tidak mengantri?" Tanya Rion kepada temannya.
"Mengantri? Apa itu? Aku tidak tahu!" Katanya sambil tersenyum miring kearah Reza.
"Oke. Tidak masalah jika kau tidak tahu. Kau pikir kau siapa? Kau pikir kau jagoan?" Cibir cowok itu. Reza mengepal kedua tangannya dan bersiap menonjok wajah cowok itu sebelum seorang guru dengan kepala pelontos datang menengahi pertikaian mereka.
"Hei! Hentikan. Apa yang sedang kalian lakukan?" Tanyanya sambil menunjuk Reza dan Rion bergantian dengan penggaris kayunya.
"Kenapa kalian selalu berkelahi setiap bertemu, hah? Kalian ingin di skors?"
Reza dan rion sama-sama tak menjawab dan saling menatap dengan kemarahan masing-masing.
"Bubarrrr!!!! Sekarang juga!" Teriak Pak guru menggelegar mengisi seluruh ruangan. Tanpa membantah mereka pun membubarkan diri. Reza berjalan meninggalkan kantin diikuti dengan temannya yang lain.
"Gilaa! Reza keren banget. Berani banget melawan kak Rion!" Dita berdecak heran dengan kegirangan.
"Alahh...palingan Cuma cari perhatian doang tuh." Berbeda dengan Dita, Intan justru sewot dengan segala hal yang dilakukan Reza.
"Udah Ra, gak usah denger Intan. Pokoknya nih ya, kamu ladenin Reza aja. Jarang-jarang kan dapat cowok ganteng kaya Reza! Tapi tetap aja sih gantengan Rian! Heheee." Dan pada akhirnya pacar selalu dibela.
"Reza naksir kamu sama dengan Rezeki anak sholeh tuh Ra!" komentar Lala.
Nara menatap mata teman-temannya dengan tatapan bingung. "Kalian pada ngomong apaan sih? Reza naksir aku? Gak mungkin! Kalaupun iya, aku juga gak bakalan Pa-Ca-Ran! Jadi gak usah pada mikir kejauhan deh." Seru Nara dengan menekankan kata Pacaran. Untuk saat ini Ia memilih tetap bertahan dengan prinsipnya 'No pacaran sebelum pernikahan'.
***
Rian sedang berdiri di dekat dinding kelas X. Ia bersandar dengan satu kaki tertekuk ke tembok sambil memainkan ponselnya dengan santai. Ia sepertinya sedang menunggu seseorang. Cowok itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah dan menemukan sang kekasih yang sedang berjalan dari arah selatan. Rian tersenyum. Ia tidak menunggu melainkan segera menghampiri Dita dan juga temannya.
"Hi My Girl!" Sapa Rian dengan senyum manisnya.
"Mmm...Hii!" Jawab Dita kaku karena grogi. Rian semakin tersenyum lebar melihat ekspresi Dita yang menurutnya menggemaskan. Cowok itu terkekeh dan selanjutnya mencubit kedua pipi Dita dengan gemas. Dita memanyunkan bibirnya, pura-pura kesal padahal hatinya berbunga-bunga. Ia ingin memprotes sikap Rian, namun diurungkan saat Intan angkat bicara.
"Ihhhh geli lihat kalian berdua!" seru Intan sambil menggedikkan bahunya, terlihat geli dengan pasangan yang baru jadian ini.
"Makanya cari pacar sana! Aku jadi khawatir kalau kamu bakalan jomblo seumur hidup. Hehee."
"Semua akan nikah pada waktunya! Jadi ngapain pacaran kalau pada akhirnya sakit hati!" Tegas Intan dengan suara mantap. "Lagian yang jomblo bukan aku doang, Nara juga!" Intan memeluk Nara karena merasa senasib dan sepenanggungan.
"Aku gak merasa jomblo!" Jawab Nara dengan santai dan seketika membuat Intan menghela napas kecewa. Ia melepaskan pelukannya dan detik berikutnya matanya berbinar-binar saat ingat bahwa Ia tidak sendirian. Masih ada Lala yang beberapa bulan lalu putus dari pacarnya, yang artinya saat ini sedang menjomblo. Intan tersenyum bahagia karena memiliki teman seperjuangan dalam hal percintaan.
Sekarang justru Dita yang merasa geli karena kelakuan sahabatnya yang saat ini sedang berpelukan meratapi nasib mereka dengan ekspresi sok mendramatisir keadaan.
"Kalian cocok tau gak! Intan yang penampilannya kayak cowok dan Lala yang feminim. Kenapa kalian gak jadian aja?" Usul Dita yang tidak masuk akal. Lala dan Intan langsung melotot kearah Dita yang mencari perlindungan ke pacarnya tercinta.
Nara menatap Rian dan Dita bergantian. Mereka terlihat serasi dan sangat bahagia. Dan seharusnya Ia juga ikut merasakan kebahagian sahabatnya itu. Tapi justru rasa sakitlah yang Ia rasakan begitu melihat kebahagian Dita, dan Ia hanya bisa berpura-pura tersenyum karena bahagia. Dalam hati Nara merutuki kebodohannya sendiri.
Nara tersenyum kecut begitu Dita dan Rian berlalu dari hadapan mereka. Ia menatap nanar tangan Dita dan Rian yang saling bertautan, menggenggam satu sama lain.Ia tersenyum untuk mengejek dirinnya sendiri. Dirinya yang hampir setahun ini menjadi penggemar rahasia, mencintai tanpa dicinta. Entah sampai kapan...Ia sendiri pun tidak tahu. Nara menghela napas, menghembuskan perasaan sakit yang menjalar keseluruh tubuhnya. Sakit yang tak bisa Ia bagi dan eksperesikan, hanya bisa Ia simpan dan Ia adu-kan dihadapan tuhan disetiap sujudnya.
Ia merasa sangat bodoh. Bodoh karena tetap mencintai seseorang yang sudah jelas tidak mencintainya. Di satu sisi, Ia juga sungguh pintar. Pintar karena berhasil menyembunyikkan perasaan yang selama ini Ia pendam dari sahabatnya.
Namun entah mengapa, ekspresi yang tak biasa itu justru berhasil ditangkap oleh Reza yang sedang berjalan ditengah lapangan sambil memperhatikan Nara. Ia merasa ada sesuatu yang dipendam oleh gadis berjilbab itu. Ada sesuatu yang tersimpan dibalik sikap ceria gadis itu dan Hal itulah yang membuat dirinya tertarik.
"Hai sayang. Pulang bareng yuk!" Ajak Erin seraya menggandeng tangan Reza.
Reza mengalihkan pandangannya dan sekilas melirik Erin yang tiba-tiba datang tanpa di undang. Tanpa menjawab, Reza justru mempercepat langkanya dan mengabaikan semua ucapan Erin. Tapi bukan Erin namanya jika Ia mudah menyerah. Beberapa kali cewek itu menggandeng lengan Reza sambil merajuk walaupun selalu ditolak oleh Reza.
"Woiii Reza!!! Cepetan dong!" seru Bayu dari lobby.
Nara mengikuti arah pandang Bayu yang memanggil nama Reza. Di lapangan sana, Ia melihat adegan manja-manjaan sepihak dari Erin. Tapi Reza tetap saja dingin dan mengabaikan primadona sekolah yang jelas-jelas menyukainya. Dan ternyata adegan ini, tidak hanya diperhatikan oleh Nara saja. Tanpa ada yang tahu, dari salah satu sudut kelas, ada sepasang mata yang juga sedang memperhatikan adegan ditengah lapangan itu. Orang itu Mengepalkan kedua tangannya hingga urat-urat tangan itu terlihat jelas.
"Sialan!" Desisnya.
***
I hope you like it Guys...Happy reading yaaa!!!!
Okeyyy... Vomment jangan lupa ya :D
See you next chapter!
Senin, 10 Agustus 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top