PART 3
Reza masih memandangi punggung Nara yang bergerak menjauh hingga akhirnya punggung itu masuk ke dalam angkot.
" Lo gak pulang?" Tanya Rian yang mengakibatkan Reza mengalihkan pandangannya.
Reza melirik Rian sekilas. Dia berbalik dan berjalan meninggalkan Rian tanpa menggubris pertanyaan itu. Rian pun hanya menggelengkan kepalanya dan menjalankan motornya meninggalkan halte sekolah.
"Pucing pala Barbie.... pala Barbie...Aw aw..."
Di halte lainnya, halte disamping sekolah Gerombolan Reza –Bayu, Arya, Angga, dan Bagas – sedang bernyanyi. Bayu memainkan gitar kesayangannya dan yang lainnya menari mengikuti penyanyi dari pemilik lagu tersebut. You know lah..... Reza geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-temannya. Karena memang menurut mereka ; temanan itu bukan Jaim bareng tapi temenan itu Jail bareng. Jadi gak ada tuh ceritanya dalam hidup mereka jaga image didepan orang lain, entah itu didepan teman atau bahkan didepan guru sekalian.
"Gue cabut duluan." Kata Reza sambil menaikki motor ninja-nya yang terparkir dipinggiran Halte samping sekolah.
"Mau kemana lo?" Tanya Bayu menghentikkan permainan gitarnya.
"Somewhere lah!"
"Jangan-jangan lo mau pergi bunuh diri gegara di tolak sama Nara." Sahut temannya yang lain --Arya-- dengan nada mengejek sambil cekikikan. Dan yang lain pun ikutan tertawa.
"Gak usah sok tau kalian."
"Ya udah lo hati-hati bro, jangan lupa ntar malem!" Sahut Arya lagi.
Reza mengacungkan jempolnya sambil menutup kaca helm-nya. Dihidupkan mesin motor besarnya lalu tancap gas meninggalkan sekolah dan juga teman-temannya.
"Ehh...liriknya kita ganti aja jadi ; pucing pala babi...pala babi aw..aw." Kata Bayu sepeninggal Reza sembari menyanyi memberi contoh.
"Lo aja. Gue sih ogah! Muka ganteng kayak gini disamain babi." Ucap Arya dengan ekspresi jijik.
"Iya kali Mbak Yu, masak kita dibilang babi. Kalau Barbie mah gak apa-apa, kita kan emang unyu-unyu. Hahaa." Timpal Bagas.
"Sialan lo gajah...jangan panggil gue kayak gitu." Teriak Bayu ke Bagas yang memang memiliki badan segede gajah, Karena Bayu paling nggak suka di panggil Mbak Yu. Cowok mana juga yang mau dipanggil mbak-mbak. Welehh..welehhh. Bayu meletakkan gitarnya di bangku halte dan segera berlari menagkap Bagas yang sudah kabur dari halte. Sedangkan Arya dan Angga hanya tersenyum melihat perkelahian mereka.
Motor Reza melaju membelah jalanan kota Mataram yang mulai memadat seiring dengan datangnya senja. Kendaraan mulai mengisi setiap sisi jalan, deringan klakson mulai ribut mengganggu pendengaran. Motor Reza meliuk-liuk diatas jalan menghindari jalanan yang sedikit macet. Sudah 30 menit Ia berada diatas motor dan sebentar lagi Ia akan sampai ditempat yang beberapa bulan ini belum sempat Ia kunjungi. Motor besar Reza memasuki jalanan yang agak sepi, karena lokasinya memang jauh dari hiruk pikuk keramaian Kota mataram yang menjadi Ibu kota dari pulau Lombok, pulau yang dikenal sebagai pulau seribu masjid dengan sejuta maling.
Reza berhenti disebuah tempat dan memarkirkan motornya diluar bangunan. Ia membuka helm dan turun dari motornya. Reza menggunakan jaket kulitnya yang berwarna hitam sebelum memasuki tempat itu. Karena angin mulai berhembus menyambut matahari yang akan kembali ke peraduannya.
Reza menghela napas. Terasa berat sekali baginya melangkahkan kaki dan memasuki tempat ini. Karena luka itu masih bersemayam di lubuk hatinya. Luka yang tak bisa dilihat oleh orang lain karena memang luka itu tak bernoda dan juga tak berbekas. Tetapi cukup bagaimana Ia sekarang menjadi bukti bahwa luka itu masih ada dan entah kapan Ia bisa berdamai dengan masa lalu untuk menyembuhkan luka itu. terkadang Reza tak mau lagi ketempat ini, karena masih terlalu menyakitkan untuk menerima kenyataan yang terjadi dua tahun lalu. Tetapi disisi lain, ketika Ia benar-benar merindukan mereka hanya tempat inilah yang Reza bisa kunjungi.
Lagi. Reza menghela napas berat dan Ia berjalan memasuki gerbang bercat putih yang dipuncak gerbang itu bertuliskan sebuah kalimat : TPU kota Mataram.
Ribuan bahkan jutaan rumah peristrirahatan sementara untuk manusia sebelum menghadap ke Tuhan Yang Maha Esa terlihat jelas dimata Reza begitu memasuki tempat ini. Reza berjalan melalui sisi kanan pemakaman yang emmang sudah disiapkan untuk penziarah. Dengan perasaan yang campur aduk Ia menyusuri sudut pemakaman sebelum tiba disebuah pohon melati yang tumbuh dengan suburnya. Pohon itu mengeluarkan bau yang khas dan beberapa kelopak bunganya jatuh diatas kuburan. Reza berjalan mendekati pohon itu. Tepat dibawah pohon itu terdapat dua buah kuburan dengan batu nisan atas nama :
Aisyah Aila Varisha Al ghazali dan Varisha Ananda
Reza berdiri mematung ditempat. Ia hanya memandang lekat-lekat kedua nisan itu tanpa mampu berkata-kata. Bola matanya memancarkan kerinduan yang teramat dalam dan tak bisa ditampikkan terlihat pula kkesedihan yang menggerogoti setiap jengkal tubuhnya. Di tempat ini Reza merasa lemah tak berdaya. Ia merasakan kesepian. Tak ada lagi kehangatan dalam hidupnya, yang ada hanya kesedihan, kesepian dan kedinginan. Reza masih berdiri dan memandang kedua kuburan itu, hingga Sebutir air mata jatuh membasahi pipinya.
***
"Udah kemana aja lo, Baru muncul sekarang?" Tanya Bayu yang melihat kemunculan Reza. Dentuman music disko yang memenuhi tempat ini menyebabkan Bayu sedikit berteriak saat bertanya kepada Reza.
Reza menghempaskan tubuhnya di sofa Bar tempat Bayu duduk dan menyandarkan kepalanya di punggung sofa. "Tempat yang sangat berharga!" Jawab Reza santai sambil memejamkan matanya.
"Apa lo tidak pulang kerumah?" Tanya Arya yang muncul dengan membawa minuman melihat tampilan Reza yang menggunakan celana sekolahnya dan dipadukan dengan kaos lengan pendek.
Reza membuka matanya dan hanya menggedikkan bahunya. Lalu diraihnya rokok yang tergeletak diatas meja. Ia menyalakan korek api dan menghidupkan rokoknya. Reza mulai menghisap rokok itu dan menghembuskan asapnya. Perlahan Asap rokok mengepul berbaur dengan udara diskotik.
"Ehhh Za, gue pusing sama si Erin , nyariin lo mulu dari tadi." Kata Angga yang baru datang dari lantai dansa dengan mukanya keliatan kusut kayak gak pernah disetrika.
Dan benar saja, seorang wanita cantik dengan pakaian sexy-nya muncul dihadapan mereka. Wanita itu tersenyum penuh arti ke Reza. Dia adalah Erin, Kakak kelas ditempat mereka sekolah dan juga merupakan ketua Cheerleaders. Dari awal sekolah, Erin yang merupakan primadona sekolah secara terang-terang an menyukai Reza.
"Awas lo!" Perintah Erin ke Angga yang duduk disebelah Reza. Angga hanya menghela napas dan pindah ke kursi sebelahnya lagi.
"Hai Ganteng..." Sapa Erin sambil memeluk Reza.
"Apaan si? Gak usah peluk-peluk deh, bukan muhrim." Kata Reza dingin sambil berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Erin.
"Udahh Rin bareng gue aja. Si Reza mah gak doyan cewek dia." Ucap Arya yang memang terkenal playboy.
"Diam lo!" Erin melotot tajam kearah Arya dan seketika tersenyum manis kearah Reza.
"Kemana aja sih? Gue tungguin juga dari tadi!" katanya sambil memanyunkan bibirnya.
"Siapa juga yang nyuruh lo nungguin gue?" Ucap Reza sambil menghembuskan asap rokok. Sedetik kemudian raut wajah Erin berubah menjadi masam. Dia sudah muak dengan sikap dingin Reza. Selama ini dia udah bersabar, namun sikap Reza tetap aja dingin.
"Sumpah ya Za, kenapa si lo sensi-an banget sama gue? Bisa gak sih lo ngehargain gue sedikit aja?"
"Gimana gue bisa hargain orang yang orang itu sendiri tidak bisa hargain dirinya sendiri." Ucapnya lagi dengan santai sembari mematikan rokoknya.
"Maksud lo?"
"Lupakan. Gue cabut duluan." Reza bangkit dan menyambar kunci motornya yang berada diatas meja.
"Mau kemana lo Za? Baru juga datang." Teriak Arya melihat punggung Reza yang menjauh.
"Gue nginep di kos lo." Tanpa berbalik Reza mengangkat sebuah kunci dan tetap melangkah meninggalkan tempat itu.
" Heran gue ma tu anak. Punya rumah gede tapi doyan nya nginep di kos gue yang gedenya gak seberapa!" Kata Arya sembari meneguk minumannya hingga ludes.
"Aishhh..." Rutuk Erin kesal dan beranjak dari duduknya.
"Ehhh Rin, mau kemana? Disini aja senang-senang bareng kita. Ya gak man?" kali ini Bayu yang bersuara menggoda Erin sambil mengakat dagunya meminta persetujuan Arya dan Angga. "Yo'i Bro." kata mereka serempak sambil tersenyum menggoda ke Erin.
"Jangan Mimpi deh kalian! Haisshhhhh....betek gue disini." Erin menghentakkan kakinya yang menggunakan high heels dan pergi meninggalkan Arya, Bayu, dan Angga yang menertawakan dirinya.
***
"Apaaaa??? Kamu lagi PeDeKaTe sama mmpphhh..." Sontak Intan berteriak begitu mendengar cerita Dita. Dan Dita reflex membekap mulut Intan, kalau gak, bisa-bisa terbongkar rahasianya.
"Aduhhh...Gak usah teriak juga kali Tan."
"Opps sorry. Gue kaget. Terus terus?" Intan mendesak Dita untuk bercerita lagi.
"Terus apanya?"
"Ya terus..." Ucapan Intan terpotong karena Nara yang tiba-tiba ngomong.
"Aku ke toilet dulu ya." Intan berdiri dari kursinya.
"Jangan lama-lama. Nanti Makanan mu keburu dingin." Kata Lala memperingati.
Nara hanya mengangguk. Ia pun melangkah meninggalkan kantin. Nara berjalan dengan setengah kesadaran, karena setengah kesadarannya ia gunakan untuk berpikir, memikirkan cerita dari Dita dikantin tadi. Matanya tidak menatap kedepan melainkan ke lantai koridor. Nara sama sekali tidak sadar dengan keadaan sekelilingnya, karena pikirannya masih terfokus dengan kata-kata Dita. Kini matanya mulai terasa panas dan Nara mati-matian berusaha menahannya agar cairan bening itu tidak keluar.
"Awwwh!" Nara sedikit berteriak dan nyaris saja tubuhnya jatuh terhuyung kebelakang jika saja tidak ada sebuah tangan yang menahan lengan dan bahunya. Nara mendongak dan melihat Reza tepat dihadapannya. Hanya berjarak beberapa senti!
Reza sama kagetnya dengan Nara, kaget karena ternyata Nara yang baru saja Dia tabrak.
"Kamu hati-hati dong! Untung gue yang nabrak kalau cowok lain gimana? Bisa beda urusannya!" Mendengar suara Reza, Nara mengerjapkan mata dan sadar dari lamunannya. Ia segera menjauhkan diri dari Reza sambil mengucap istighfar berkali-kali.
"REZAAA!!!! BERHENTI KAMU!!!" Terdengar teriakan keras dari belakang Reza. Terlihat Bu Nur –guru BK, guru spesialis anak-anak nakal bin bandel -- mengejar Reza.
"Kamu gak apa-apa Ai?" Tanya Reza saat melihat mata Nara yang sedikit berkaca-kaca. "Kamu kelihatan—Awww.." Reza meringis saat merasakan sesuatu yang keras menjepit telingannya.
"Nara, cowok kayak gini gak usah kamu ladenin. Sekarang kamu Reza ikut Ibu." Perintah Bu Nur sambil menjewer telinga Reza.
"Dahh Ai." Reza melambaikan tangannya ke Nara.
"Aduhhh. Ibu jangan jewer saya di depan cewek dong Bu. Malu tahu!" gerutu Reza saat melewati Nara.
"Ohh ternyata kamu masih punya kemaluan?"
"Hah? Emang Ibu gak punya?"
"Maksud Ibu Urat malu. Kamu tuh ya pikirannya yang lain-lain aja." Bu nur semakin keras menjewer telinga Reza.
"Aduhh sakit Bu, kalau nanti telinga saya putus, gimana? Kan gak lucu kalau orang ganteng bin manis bin keren gak punya telinga!"
Nara masih berdiri ditempat sehingga Ia bisa mendengarkan sayup-sayup perdebatan antara murid dan guru itu. beberapa siswa-siswi yang berada di koridor memandang cowok itu sambil geleng-geleng kepala. Dan ada lagi sebagian yang tertawa geli melihat tingkah laku Reza.
Sesaat Nara melupakan perasaannya –Reza effect—namun beberapa detik kemudian, cerita dari Dita kembali berkelebat didalam benaknya. Nara berlari menuju kamar mandi.
Didalam kamar mandi, Nara menumpahkan segala kesedihan dan kekesalannya.
"Ya Allah perasaan apa ini? Kenapa rasanya sakit sekali." Lirih Nara sambil memegang dadanya yang terasa sesak karena mengetahui kenyataan pahit ini. Nara menghela napas beberapa kali karena rasa sesak itu tak kunjung pergi.
"Astagfirullah... Ampuni hamba-Mu ini ya Allah." Nara mengucap Istighfar berkali-kali untuk sedikit mengobati hatinya.
Nara mengambil air wudhu untuk menenangkan pikiran dan juga hatinya. Lalu ia mengirimkan sebuah pesan untuk Dita.
"Aku balik ke kelas duluan ya."
Nara memutuskan balik ke kelasnya ketimbang balik ke kantin. Didalam kelas, Nara menumpukkan kepalanya di lengannya yang terlipat diatas meja..
"Ra, Aku bisa minjam catatan biologi kamu gak?"
Nara terkejut mendengar suara tersebut. Ia mengangkat kepalanya dan menemukan seseorang yang menyebabkan dirinya seperti ini. --Rian berdiri didepan mejanya--
"Ehh..Iya bisa. Bentar ya!" Nara mencari catatan biologinya didalam tas punggungnya yang disandarkan dikursinya.
"Kamu kenapa? Kok pucat gitu? Sakit?" Tanya Rian tiba-tiba dan mengakibatkan Nara menghentikkan kegiatannya sejenak.
"Iya. Sakit hati." Ucap Nara didalam Batinnya. "Astagfirullah." Nara menggeleng-gelengkan kepalanya mengenyahkan seluruh pikiran negatifnya dan mencari bukunya lagi.
"Aku gak apa-apa! Nih bukunya." Nara menyodorkan bukunya.
"oke. Terimakasih ya, besok gue kembaliin. Oh ya kalau kamu kurang enak badan mending ke UKS aja, istrirahat. Gak usah maksain diri sendiri." Ucap Rian sambil tersenyum.
Dan Nara membalasnya dengan senyuman juga.
***
Seisi kelas XI Ipa 1 berubah hening, sunyi, bungkam tanpa suara pada saat Bu Rini mengajar didepan. Ibu guru yang cantik nan rupawan dan merupakan salah satu guru termuda disekolah ini.
Semua siswa memperhatikan saat guru itu menjelaskan tentang seputar trigonometri kecuali Dita dan Intan. Mereka berdua malah sibuk saling ber-SMS-ria dengan selembar kertas. Dan orang yang memulai itu adalah Intan si Kepo!!!
"Sejak kapan kamu pedekate sama Rian?"
"Mmm....dari akhir-akhir semester kemarin."
"Apaaa??? Udah lama dong. Kok kamu gak pernah cerita? Dan baru cerita sekarang."
"Aku kan gak ember kayak kamu."
"Aishhh....terus udah sampai tahap mana sekarang?"
"Gak tau deh. Dia nya gak nembak-nembak."
Dita menggeser kertas itu berniat memberikannya ke Intan. Namun tiba-tiba kertas itu diambil paksa oleh seseorang yang membuat Dita dan Juga Intan terkejut. Mereka mendongakkan kepala dan mereka sama-sama memolototkan mata saat mengetahui siapa yang mengambil kertas itu. Yaa...Bu Rini berdiri disamping meja sambil membaca isi kertas yang ada ditangannya. Dita ingin angkat bicara perihal isi kertas itu, namun diurungkan saat seseorang mengetuk pintu kelas.
"Assalamu'alaikum Bu. Saya mau nganter tugas teman-teman kelas XI Ipa-3." Rian muncul dari balik pintu dengan setumpuk buku di tangannya dan hal ini membuat Dita semakin terkejut.
"Mampus gue tan!" bisik Dita ke Intan.
"Letakkan di atas meja." Peintah Ibu guru muda ini sambil berjalan kedepan kelas masih dengan kertas digenggamannya.
"Baik Bu." Rian menaruh buku-buku itu diatas meja guru.
"Ehhh kamu rian kan? Iya pasti. Soalnya setahu saya disekolah ini Cuma kamu yang namanya Rian." Ibu rini ini masih muda jadi gaya ngomongnya 11 12 lah ama anak SMA.
"Iya bu, Saya Rian."
"Oke. Dita maju kedepan!" Perintah Bu rini lagi.
"ehhh kok saya bu?"
"Maju!"
Dita maju kedepan kelas dengan langkah yang ragu-ragu. Dan sekarang Ia berdiri tepat disebelah Rian, sesuai dengan perintah Bu rini.
"Kamu santai aja kali. Gak usah tegang gitu. Kayak orang mau nikahan aja." Kata Rian berbisik tepat ditelinga Dita.
"Gue malu banget Rian." Kata Dita sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kenapa? Malu ketahuan pacaran sama aku?" Goda Rian.
"Hah pacaran? Kita kan belum jadian!"
"Gimana kalau kita jadian sekarang aja. Dita would you be my girl?" Tanpa ada rencana apapun, spontanitas Rian mengucapkan kalimat itu.
"Hahhhh? Kamu apaan sih?" Dita terkejut bukan main dengan kalimat yang dengan mudahnya keluar dari mulut Rian.
"Udah jawab aja."
"Iya deh. Ehh kok iya sih." Dita menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tak gatel.
"Kok kalian malah bisik-bisik? Kalian ada hubungan apa?" Bu rini menatap mereka dengan tatapan curiga.
"Kami baru aja jadian Bu." Jawab Rian dengan mantap sambil tersenyum manis.
Pernyataan itu seketika membuat seisi kelas tersentak kaget. "Hahhhh?" Ucap mereka serempak menatap Dita dan Rian tak percaya. Sedangkan Dita menutup dirinya dengan tangan kanannya karena merasa malu. Berbeda dengan dita, Rian justru tersenyum dengan percaya dirinya.
"Aaaaaa......sumpah ya gue gak pernah kepikiran kayak gini." Dita terlihat uring-uringan perihal penembak-an Rian tadi. Sekarang, Dita-Nara-Intan-Lala sedang berada ditangga menunggu adzan dhuhur.
"Gue ngebayangiinnya Rian itu bakalan nembak gue dengan cara romantic. Nembaknya Di pantai. Pada waktu matahari mau terbenam, terus dia nyanyiin gue, terus ngasih bunga. Habis itu ngasih gue cincin atau gak kalung!" Kata Dita menerawang kedepan sambil senyum-senyum gak jelas membayangkan apa yang dia ucapkan benar-benar terjadi. Tetapi detik berikutnya, Ia menghela napas kecewa.
"HHmmm...tapi ini! nembaknya didepan kelas sambil bisik-bisikkan lagi. Arggghhh..."
"Aduhhh Ta, nembak kayak gitu mah udah mainstream. Gila! Rian romantic banget. Beda daripada yang lain. " Ucap Intan dengan senyuman menggodanya.
"Iya. Tapiii...."
"Udah deh. Gak penting kayak gimana nembaknya. Yang penting kalian berdua saling cinta!"
"Iya juga sih." Dita tersenyum bahagia. Kebahagiaannya saat ini tidak bisa diekspresikan dengan kata-kata. Intinya Dia bahagia pakek banget banget. Dita berhenti tersenyum dan sekarang justru Ia mengerutkan dahinya melihat Nara yang terlihat murung.
"Nara. Kok kamu diam mulu sih dari tadi? Kamu gak senang aku jadian sama Rian?"
"Bukannya gitu. Tapi..."
"Oke. Kamu mau bilang kalau pacaran itu gak boleh. Aduhh...kamu tenang aja Ra. Aku gak bakalan pacaran kelewatan batas kok. Aku rasa Rian juga bukan cowok yang kayak gitu!"
"Tapi kan tetap aja. Sesuatu yang haram ya tetap haram!"
"Nara kok gitu sih? Bikin mood gue rusak aja." Ucap Dita kesal dan pergi menaikki tangga.
"Dita...Aku gak bermaksud kayak gitu." Kata Nara sedikit berteriak.
"Dita mau kemana?" pertanyaan Intan sama sekali tak ditanggapi Dita.
"Aduh kok jadi gini sih." Keluh Lala.
***
Nara menghabiskan waktu maghrib dengan menjalankan shalat tasbih. Ia menyalurkan perasaannya yang gelisah dengan ibadah kepada Allah SWT.
Ddrrrtt...drttt....
Ponsel Nara yang berada diatas tempat tidur bergetar dan layarnya berkedi-kedip. Tetapi hal ini sama sekali tidak menganggu Nara. Ia tetap khusyuk dengan shalat-nya dan larut dalam bermunajat kepada Allah SWT. Usai shalat, Nara mengemasi mukenahnya dan menaruhnya kembali ditempat semula. Ia berjalan ke tempat tidur dan meraih ponselnya.
Nara mengeryitkan dahinya begitu mengaktifkan ponselnya.
087863620XXX
5 panggilan tak terjawab
5 panggilan tak terjawab dari nomer yang sama dan nomer tersebut tak Nara kenali. Nara mengirim pesan ke nomer tersebut untuk memastikan sang pemilik nomer. Siapa tau ada hal yang penting!
"Maaf ini siapa ya?"
Send.
"Ini gue...Reza."
Reza...!
Bola mata Nara nyaris keluar dari bola matanya saking terkejutnya saat membaca balasan itu. Dia gak mungkin salah lihat. Enggak. Soalnya mata Nara sehat wal'afiat tidak rabun jauh, rabun dekat, ataupun katarak, apalagi buta. Dan pesan itu benar-benar dari Reza!
Sebuah pesan masuk lagi dari nomer yang sama.
"Kok kamu gak angkat telpon aku? Kamu gak apa-apa kan? Soalnya tadi disekolah aku lihat kamu sedih gitu!"
"Dari mana dapat nomer aku?"
Send.
Dua detik kemudian, ponsel Nara bergetar lagi.
"Kalau orang nanyak ya dijawab Ai...siapa lagi kalau bukan dari teman kamu."
Hah? Temanku. Intan gak mungkin. Berarti ini Dita atau Lala. Kemudian Nara membalas pesan itu.
"Dita atau Lala?"
Dan tak lama muncul balasan yang membuat Nara terkejut bukan main.
"Intan si Orang Utan."
"Hah? Gak mungkin si Intan. Kamu bohong ya? Bohong itu dosa tau!"
"Oya gue lupa, bohong itu kan dosa. Iya deh, gue dapetnya dari Lalatubies. Kenapa emang? Gak boleh ya?"
Nara sama sekali tak berniat membalas pesan Reza lagi. Yang terpenting sekarang Dia sudah tahu dari mana Reza mendapatkan nomernya. Nara meletakkan ponselnya diatas bantal dan ponsel itu bergetar lagi.
Dua pesan masuk secara beruntun masih dari nomer yang sama.
"Kok gak dibales sih? Udah tidur ya, Ai?"
"Good Night Ai. Jangan lupa mimpiin aku ya! Oya Jangan lupa save nomerku ya. Reza. Jangan pakek J tapi pakek Z. Jangan lupa juga embel-embelnya si ganteng bin manis "
Nara hanya menghela napas membaca pesan itu. Lala...Awas aja tu lalatubies besok! Geram nara sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Lalu memejamkan matanya, tertidur masih dengan ponsel yang berada dalam genggamannya. Ia memutuskan tidur lebih awal dari biasanya karena merasa sedikit pusing.
***
Sabtu, 01 Agustus 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top