Sampai hari ini, Nara tidak pernah melihat Reza lagi baik di lingkungan sekolah atau di mana pun. Mungkin, dia bolos. Nara segera menggelengkan kepala, mengenyahkan kemungkinan negatif tentang Reza. Atau mungkin, dia sedang sakit. Segala kemungkinan dipikirkan oleh cewek itu hingga berakhir pada satu titik bahwa Ia tidak tahu keberadaan Reza dan sebenarnya Ia ingin tahu. Tapi bingung bertanya ke siapa?
Nanya ke Intan atau Dita, tidak mungkin karena mereka masih bermasalah. Nanya ke Arya dan teman-temannya, khawatir mereka akan berpikir yang bukan-bukan. Berpikir bahwa dirinya perhatian atau apalah. Meskipun sebenarnya begitu, tapi Nara masih tidak menyadarinya
Jadi? Ya, Reza hanya teman kelas, sehingga menurut Nara normal jika Ia ingin tahu tentang keadaan Reza.
***
Keinginan Nara untuk mengetahui informasi tentang Reza sepertinya akan kesampaian.
Di sekret Rohis, ada Aldo, Aini dan Nara yang sedang mengevaluasi kegiatan Do’a Bersama kemarin sekaligus sedikit membicarakan seminar motivasi untuk tahun ajaran baru.
“Aku pikir kegiatan kemarin berjalan lancar, meskipun ada beberapa kendala. Bagaimana menurut kalian?” Tanya Aldo di tengah pembicaraan.
“Iya lancar, meskipun sempat jantungan juga gara-gara Reza.” Timpal Nara yang diiyakan oleh Aini. “Ehh ngomong-ngomong, Aku gak pernah lihat Reza lagi semenjak acara itu. Dia kemana?”
Sepertinya Nara harus berterima kasih kepada Aini yang tiba-tiba menanyakan keberadaan Reza.
Aldo melirik Nara melalui sudut matanya. Kemudian beralih ke Aini, “Dia gak pernah ngabarin, jadi aku juga gak tahu.”
“Seriusan? Oh ya, aku baru tahu kalau kalian berteman sejak kecil. Tapi kok aku gak pernah lihat kalian berdua bareng, ya?” Tanya Aini penasaran.
“Tahu dari siapa?” Aldo mengerutkan dahi, “Jangan-jangan selama ini kalian gosipin kami.”
“Isshh apaan sih? Ini fakta, bukan gossip. Kami gak ngomongin aib kalian, kecuali kalau kamu memang menganggap pertemanan adalah aib.” Jelas teman sebangku Nara ini.
“Mungkin Aib bagi Reza. Kami udah gak sedekat dulu.” Lirih Aldo pelan dengan tangannya sibuk membolak-balik kertas laporan kegiatan.
“Kenapa? Dan apa hubungan Reza sama Dinda, kok dia juga ikutan menghilang?” Ujar Aini heran dan mencerca Aldo dengan pertanyaan demi pertanyaan.
Nara diam-diam melirik Aldo, menunggu jawaban dari mulut cowok itu. Ia dari dulu memang ingin tau hubungan antara Reza dan Dinda.
“Lagi ngomongin apa?”
Mereka bertiga spontan mendongak, melihat Imam yang tiba-tiba datang menginterupsi obrolan mereka. Cowok itu memandang teman-temannya bergantian, lalu ikut lesehan dan megambil posisi duduk disebalah Aldo. “Kenapa sebut-sebut nama Reza?”
Aldo menggedikkan bahu. “Kok ini jadi pada ngomongin Reza? Back to topic, deh!” Seru Aldo sembari kembali fokus dengan beberapa lembar kertas dihadapannya.
Nara menghela napas pelan, kemudian melanjutkan diskusi terkait program kerja selanjutnya. Meskipun sebenarnya ada perasaan kecewa di tempat yang tidak seorang pun bisa melihatnya.
***
Bel pulang berbunyi merdu membangunkan para siswa dari mimpi indahnya usai jam belajar yang terasa panjang. Mereka sering kali mengeluh, mengapa palajaran eksak yang seharusnya membutuhkan konsentrasi tinggi di jadwalkan di akhir jam sekolah. Alhasil rumus trigonometri pun menjadi dongeng sebelum tidur. Nara yang biasanya tetap fokus sampai jam sekolah selesai, kali ini ikut merasakan bosan di tengah kegiatan belajar mengajar. Akhir-akhir ini Ia memang sering tidak konsentrasi. Misalnya saja, seperti sekarang saat sedang bersiap-siap pulang.
“Ra, aku duluan ya!” Seru Aini menyadarkan Nara dari lamunannya.
“Eh iya. Hati-hati!” Ucap Nara seraya melanjutkan kegiatannya mengemas peralatan sekolah ke dalam tas.
“Nara! Aku ingin bicara sebentar!” Rian datang menghampiri Nara di depan mejanya dengan tas sudah berada dipundak.
Cewek itu menoleh sebentar, “Apa?” Tanyanya dengan tangan tetap melanjutkan aktivitasnya.
“Aku tahu kamu masih marah. Maafin aku ya.” Kata Rian membuka percakapan.
“Aku nggak marah.” Sahut Nara tenang.
“Sykurlah.” Rian tersenyum lega. Cowok itu tahu bahwa Nara bukanlah tipe cewek pendendam yang tidak mau memaafkan orang.
“Aku nggak marah.” Ulang Nara lebih pelan, “Tapi kecewa, Aku salah menilai kamu selama ini.” Cowok sempurna yang menghargai perempuan, kesan pertama Nara terhadap Rian. “Setelah apa yang sudah kamu lakukan sama Dita, sekarang kamu bilang suka sama aku. Kamu merebut sesuatu yang bukan hakmu bahkan disaat kamu tidak mencintai orang itu.” Nara berhenti sejenak, lalu mengangakat kepala memandang Rian, “Aku tahu, manusia memang tidak bisa mengontrol perasaannya. Tapi setidaknya manusia punya akal untuk mengontrol perbuatannya.”
Rian terperangah memandang Nara, kaget. Cewek itu berujar dengan tenang dan lembut, tapi berhasil menikam ulu hatinya sedemikian rupa. Ia telah gagal menjaga perasaan seorang perempuan yang selama ini menjadi nasehat sang bundanya.
“Aku rasa kita tidak ada urusan lagi. Assalamu’alaikum.” Nara keluar kelas sambil menenteng tasnya, meninggalkan Rian yang tak bisa berucap apa-apa lagi.
***
“Dita!” Panggil Intan membuat Dita memalingkan wajahnya ke Intan.
“Sampai kapan kamu mau marahan sama Nara?” Tanyanya.
Dita mengangkat sebelah alisnya, “Kenapa? Aku salah marah sama dia?” Cewek itu berhenti di depan lobby ketika melihat Nara yang sedang berbincang dengan Lala di halte sekolah. Ia mengurungkan niat menunggu jemputan disana.
“Aku pikir ini hanya kesalahpahaman saja.” Terang Intan.
“Kesalahpahaman yang sampai saat ini belum bisa kupahami, Aku harap kamu mengerti perasaan aku, Tan.”
“Aku mengerti. Tapi kamu juga harus mengerti keadaan Nara.”
“Kamu belain dia?” Kata Dita sedikit ketus.
“Bukan. Aku gak membela siapa pun diantara kalian. Kalian berdua tidak salah. Jadi kamu…”
Kalimat Intan terpotong karena segera disergah oleh Dita. “Nggak. Dia yang salah. Jika dari awal dia jujur tentang perasaannya, aku gak bakalan pacaran sama Rian. Dan semua ini gak akan terjadi.”
“Semuanya sudah terlanjur terjadi. Bukan salah Nara jika Rian ternyata memiliki rasa yang sama. Kamu tahu kan, Nara itu tertutup kalau soal perasaan. Ia tidak jujur pasti karena memikirkan perasaan kamu yang dari dulu suka sama Rian.”
Intan mengedarkan pandangannya ke tempat Nara sebentar, lalu kembali menatap Dita. “Aku harap kamu memikirkan semua ini dengan baik. Jangan sampai hanya persoalan cinta membuat persahabatan kita hancur. Mencari cowok itu gampang, tapi mencari teman yang setia dikala suka dan duka itu sulit.”
“Aku duluan!” Pamit Intan meninggalkan Dita dengan sejuta pemikirannya.
***
Libur Ujian Nasional dimanfaatkan Reza untuk pulang ke kampung halamannya. Meskipun tempat tinggalnya sekarang tidak terlalu jauh dengan rumah masa kecilnya dulu, tapi Reza tidak pernah lagi berkunjung kesana. Terakhir Ia ke Narmada adalah waktu awal semester ganjil kemarin, itu pun hanya pergi berziarah ke makam Mama dan Aila. Kunjungan kali ini berbeda karena Reza berencana tinggal disana untuk beberapa hari ke depan. Rencana ini sesungguhnya bukan ide Reza, melainkan datang dari otak Dinda.
“Ngapain harus kesana? Gue gak mau!” Reza pada awalnya menolak mentah-mentah ajakan Dinda.
“Ya ampun Reza, apa salahnya sih berlibur disana?”
Reza menghela napas, “Berat buat gue masuk ke rumah itu lagi. Bayang-bayang Kak Aila masih terlihat jelas, seolah baru terjadi kemarin.”
“Justru karena itu. Selama ini lo selalu berusaha menghindar dan bersembunyi dari masalah. Masa lalu sudah menjadi bagian dari hidup kita yang tidak mungkin bisa kita lupakan dan hindari. Karena semakin melupakan justru akan semakin mengingatkan kita. Gue tahu itu sulit buat lo, tapi lo belum menncoba untuk berdamai dengan masa itu.”
Bujukan dari Dinda rupanya berhasil membuat Reza kembali ke kampung halamannya. Sudah satu minggu lebih Ia disini, terhitung dari awal libur Ujian Nasional. Banyak hal yang mengingatkannya tentang masa kecilnya dulu. Sudah bertahun-tahun tapi peristiwa itu terasa terjadi kemarin. Misalnya saja saat Ia masuk kembali ke rumah, bayangan Mama dan Kak Aila begitu nyata dihadapannya. Reza tertunduk lemah mengingat kembali masa-masa itu. Sakit dan menyesakkan memang, tapi cowok itu sedang berusaha menerima kenyataan. Bukan lagi menyangkal dengan ketentuan Tuhan.
“Za, kamu tahu nggak, kenapa aku suka sama kamu dari dulu?” Dinda mulai membuka suara dengan gaya bahasa yang berubah tanpa lo dan gue lagi.
Reza hanya diam.
“Karena kamu itu kuat dan hebat. Aku selalu ingat saat Papa meninggal dan kamu bilang bakalan gantiin Papa untuk melindungiku.” Mata Dinda mulai berkaca-kaca. “Itu sangat hebat untuk anak kecil seumuran kita. Dan kamu berhasil melakukan itu sampai kemarin, sebelum kak Aila dan tante Risha meninggal.”
“Maaf!” Lirih Reza spontan.
“Aku gak menerima kata maaf. Aku butuh bukti!” Cerca Dinda. “Jangan sampai kesedihan membuat kamu lupa akan mimpi-mimpi yang dulu pernah kamu rajut! Setidaknya kamu harus berjuang sekali lagi, demi Kak Aila dan tante Risha meskipun mereka tak disampingmu lagi. Terlebih demi om Rendy! Jangan sia-siakan waktu bersamanya sebelum kehilangan menjelaskan arti kehadirannya.”
Reza menoleh saat Dinda menyebut nama sang Papa. Satu nama yang terkadang Reza lupa akan kehadirannya. “Aku tidak mau membahasnya!” Ungkap Reza dingin sambil memeperbaiki posisi tasnya dan memasuki rumah menuju kamar kecilnya.
Dinda pun hanya bisa menghela napas. Karena Ia paham bahwa kepergian orang paling dicintai bisa berpotensi membunuh orang yang ditinggalkannya.
***
Pesan masuk secara beruntun dari aplikasi line milik Reza. 65 pesan belum dibaca dari chat grup bernama GGS (Ganteng-ganteng Swag).
BaDut (Bayu Dangdut) : Tes…. Tes….. tes ……
BaDut (Bayu Dangdut) : cek cek 1 2 3
BaDut (Bayu Dangdut) : Halo disini ada setan. Sepi banget nih grup. Huh.
BaDut (Bayu Dangdut) : Woiii jangan kacangggggggggggg…..
BaDut (Bayu Dangdut) : Ya elahh cuma di read doang.
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
BaDut (Bayu Dangdut) : P
Arya K : Berisik!!!! Gak di dunia nyata, gak di dunia maya, lo tetap aja berisik.
Bagas : Krikk…Krikkk
BaDut (Bayu Dangdut) : Gue ada gossip baru!
Bagas : Apa???
BaDut (Bayu Dangdut) : Jangan kaget ya. Tadi habis makan gue….
Angga : Gak usah banyak prolog
BaDut (Bayu Dangdut) : Sabar dong sabar. Capek ngetik nih.
Bagas : Vagekkkk… Lo makan gak undang-undang
BaDut (Bayu Dangdut) : Maaf ndut, makanan di rumah gue gak cukup mengisi perut lo.
BaDut (Bayu Dangdut) : Minta traktiran di Angga. Bentar lagi kan dia ULTAH. Pibesdey Angga.
Angga : Udah dari dua bulan yang lalu kali
BaDut (Bayu Dangdut) : Maksud gue ulang hari. Besok kan hari Rabu.
Angga : Terusssss???
Arya K : Dan gosipnya adalah….
Bagas : Palingan Bayu mau bilang kalau dia punya gebetan baru
Angga : Atau dia udah move on dari si Siti
BaDut (Bayu Dangdut) : Oh ya gue lupa. Ini bukan soal cewek. Tapi lebih hot lagi.
BaDut (Bayu Dangdut) : Jadi gini…. Gue tadi kan habis makan, terus…. Gue sakit perut dan PUP. Warnanya ijo, masak?
Arya K : Anjirrr… Gak penting!!!!
Arya K meninggalkan obrolan
Bagas meninggalkan obrolan
BaDut (Bayu Dangdut) : Lah kok pada left, sih?
BaDut (Bayu Dangdut) : Awas aja kalau lo ikutan left, Ga.
BaDut (Bayu Dangdut) mengundang Arya K ke group
BaDut (Bayu Dangdut) mengundang Bagas ke group
Angga : Lu sih, gak banget.
BaDut (Bayu Dangdut) : Lo japrilah mereka buat gabung di grup. Kali ini gue serius mau ngomongin masalah Reza.
Angga : Kok nyuruh gue? Japri sendirilah!
BaDut (Bayu Dangdut) : Kalau gue gak di read, bocah. Cepat. Atau kita putus?
Angga : Gue masih normalllll…..
5 menit kemudian
Arya K bergabung dengan obrolan
Bagas bergabung dengan obrolan
BaDut (Bayu Dangdut) : Parahhh!!! Udah satu minggu lebih Reza menghilang.
BaDut (Bayu Dangdut) : Gue dari kemarin hubungin dia, tapi nomernya gak aktif.
BaDut (Bayu Dangdut) : Kalian pada tahu dia kemana?
Arya K : Gue udah nanya Aldo sama Rian, tapi mereka juga gak tahu
Angga : read by 4. Berarti Reza gak pernah nongol di grup ini.
BaDut (Bayu Dangdut) : Jangan-jangan dia pergi ke planet lain sampai gak ada signal segala.
Angga : Ehh Nara tahu nggak ya?!
Arya K : Sepertinya nggak. Tadi Nara sempat nanyak soal Reza gitu di sekolah
BaDut (Bayu Dangdut) : Seriusan si Ai nanyain Reza? Wahhh lebaran semakin dekat nih.
Angga : Puasa aja belum --__--
Arya K : Gak langsung nanyak sih, tapi arah pembicaraannya gue simpulkan seperti itu. Wkwkwk.
Bagas : Line Today : Seorang Siswa SMA, Reza kawin lari bersama teman sekolahnya bernama Dinda karena cintanya ditolak Nara.
Bagas : Hahahaa….
BaDut (Bayu Dangdut) : Line Today : Seorang Siswa SMA, Reza kawin lari bersama teman sekolahnya bernama Dinda karena cintanya ditolak Nara (999)
Arya K : Line Today : Seorang Siswa SMA, Reza kawin lari bersama teman sekolahnya bernama Dinda karena cintanya ditolak Nara (1000)
Angga : Seriusan si Reza masuk Line today???
Reza tertawa renyah membaca chat teman-temannya itu. Selama liburan Ia memang sengaja menonaktifkan ponselnya. Usai melahap seluruh isi chat, jemarinya pun lincah mengetik balasan.
Ananda Reza : Sepertinya nggak. Tadi Nara sempat nanyak soal Reza gitu di sekolah (Semoga bener).
Ananda Reza : Line Today : Seorang Siswa SMA, Reza kawin lari bersama teman sekolahnya bernama Dinda karena cintanya ditolak Nara (Ini hoax).
Wkwkwkwk.
Setelah itu, Reza mematikan data selulernya, tidak mau berlama-lama dengan chat absurd dari keempat temannya itu. Malam ini, Ia mau menikmati suasana rumah sebelum besok balik ke Mataram. Cowok itu sekarang sedang duduk di atas rumput taman belakang rumah. Kakinya berselonjor dengan kedua tangan berada di samping untuk menopang tubuhnya. Perlahan kepalanya menengadah, matanya berbinar memandang langit yang berkilau. Tak lama kemudian, sudut bibir cowok itu terangkat simetris ketika sel otak menuntunnya untuk mengingat sesuatu. Ingatan tentang gadis itu membuat Reza mengikuti kebiasaannya yaitu menghitung bintang satu per satu.
“Menghitung bintang aja mustahil, apalagi menghitung nikmat Tuhan. Lantas apa yang membuat kita merasa sombong dihadapan-Nya?”
“Apa kamu juga mustahil untukku?” Gumam Reza ketika kalimat itu muncul tanpa diminta.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Dinda datang menghentikan lamunan Reza.
“Tidak ada.” Jawab Reza singkat sambil menoleh ke arah Dinda.
“Kamu tidak menghubungi Nara?”
Reza menggeleng.
“Aku dengar dia sedang ada masalah!”
“Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah berdo’a untuknya.” Pungkas Reza, “Ayo masuk!” Ajaknya lagi.
“Aku masih ingin disini.” Jawab Dinda tanpa memandang ke arah Reza.
“Jangan lama-lama, angin malam gak bagus untuk kesehatan.” Reza bangkit dan berniat meninggalkan tempat. Namun diurungkan ketika tangannya tiba-tiba ditahan Dinda.
“Reza aku ingin memberikan sesuatu untukmu.”
Dinda mengeluarkan sebuah amplop dari saku jaket yang dikenakannya, lalu mendongak sembari menyodorkan benda itu ke Reza.
“Apa ini?” Reza meraih amplop itu dengan kerutan di keningnya. Lalu duduk kembali dan memandang Dinda untuk mencari jawaban.
“Buka aja!” Perintah cewek itu.
Untuk Jagoan Mama, Reza.
Kalimat pertama yang Reza baca setelah membuka ampolp dan menemukan secarcik kertas di dalamnya. Cowok itu membelalakan mata, terdiam untuk sejenak ketika menemukan kata MAMA dalam surat itu. Lalu menoleh kembali ke Dinda yang masih setia disampingnya.
Dinda menghela napas, “Itu surat dari tante Risha yang dititpkan untukmu.”
Kemudian Reza melanjutkan membaca isi surat itu…..
Assalamu’alaikum pangeran kecilku.
Kepada anakku tersayang, buah hati dan cahaya kehidupanku. Sebagai seorang Ibu, Mama sangat bahagia bisa mengandung, melahirkan dan merawat Reza hingga sekarang. Adalah suatu karunia terbesar bagi Mama dan Papa bisa menemanimu saat belajar shalat, menagaji hingga menghafal surat demi surat yang Mama harap akan selalu kamu jaga hingga besar nanti.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, putra kecil Mama kini beranjak remaja menjadi pangeran untuk Mama dan Papa. Seiring dengan bulan yang terus berganti, kehidupan pun terus berlanjut. Selayaknya sebuah cerita yang memiliki ending, maka kehidupan juga memiliki kematian sebagai akhir kisah di dunia. Maka melalui surat ini, Mama ingin menyampaikan bahwa tidak selamanya Mama akan selalu ada di samping Reza. Seperti yang sering Mama katakan, tidak ada yang bisa menjamin umur seseorang. Reza tahu kan, kalau peluang mati dan hidup esok hari adalah sama, karena kematian selalu mengintai setiap saat, tidak mengenal usia, gender atau bahkan kesehatan. Dan Mama pun tidak tahu kapan Allah akan membawa Mama menjauh darimu untuk selamanya.
. Jika kelak waktunya tiba, jangan salahkan siapun atas kepergian Mama, apalagi sampai menyalahkan Allah karena masalah yang Ia berikan kepada Reza. Anakku, kepergian mama bukanlah karena tidak menyayangimu, tapi anggaplah itu cara Allah mencintaimu. Pangeran kecilku, ketika Mama sudah tiada, Mama memiliki permintaan sederhana, hiduplah dengan penuh rasa syukur kepada-Nya, Ingatlah Allah disetiap langkah kemana pun kamu pergi dan yang terakhir, teruslah gapai mimpi-mimpimu bersama Al-Quran sebagai pedomanmu.
Jangan berlarut dalam kesedihan karena Mama, Nak. Teruslah berdoa’a agar kelak Allah mempertemukan kita kembali di surga-Nya.
Love, Mama.
***
Assalamu'alaikum. Selamat malam semua.
Alhamdulillah update lagi nih. Hehee. Semoga suka ya. Maaf kalau aku updatenya lama. Jangan bosan nunggu untuk part-part akhirnya, ya. Maaf juga kalau gak sesuai dengan harapan kalian.
Doakan semoga bisa update lagi.
So, Happy reading gaess...
Last but not least.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT. Dan semoga kita dipertemukan kembali dengan Bulan Ramdhan tahun depan. Aamiin.
See you 💕
Hasfi_Yui
Selasa, 26 Juni 2k17.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top