PART 18

Nara bergegas keluar dari rooftop rumahnya dan menuju kelantai dasar. Namun, langkahnya dicegat oleh Reina tepat di depan pintu.

"Ehhh, mau kemana dek?"

"Mau kebawah kak."

"Dengan pakaian seperti itu?" Tanya Reina dengan mengangkat dagunya kearah Nara.

Nara mengernyitkan dahi, kemudian memperhatikan pakaiannya. Cewek itu menepuk jidatnya sendiri karena terburu-buru jadi sampai lupa dengan baju yang Ia kenakan.

Di dalam kamar, Nara tidak fokus sama sekali saat mengganti pakaian. Pikirannya dipenuhi oleh kedatangan Reza, lebih tepatnya mengapa cowok itu datang malam-malam seperti ini. Saat mematut diri di depan cermin untuk merapikan pasmhinanya, Nara mendadak teringat Reza yang pernah mengatakan ingin melamarnya jika Nara tidak mau pacaran.

"Baguslah kalau kamu tidak mau pacaran. Jadi aku bisa langsung melamurmu."

Nara memejamkan mata dan menggeleng saat kata-kata itu terlintas di otaknya. Cewek itu memandang dirinya dipantulan cermin untuk menguatkan diri. Tuh cowok gak mungkin bakalan senekat itu. Nara mengambil napas panjang lalu menghembuskannya sebelum benar-benar keluar menemui Reza.

***

Nara duduk bersebelahan dengan Reza di sofa ruang tamu. Keduanya masih saling diam. Bukan karena canggung, tapi karena mereka risih. Revan yang duduk dihadapan mereka terus menerus memperhatikan keduanya.

Setelah mengalami interogasi yang cukup sengit dari abbinya Nara, akhirnya Reza diizinkan bertamu malam ini dengan syarat harus ada orang ketiga diantara mereka. Jadilah Revan ditugaskan untuk mengawasi setiap gerak gerik mereka.

"Kok pada diam? Katanya mau belajar?" Ujar Revan memecahkan keheningan.

"Kak Revan, lo jangan liatin gue kayak gitu dong. Seolah gue mau berbuat jahat ke Ai!" Balas Reza dengan lemah lembut.

"Sejak kapan gue jadi kakak lo?"

"Sejak hari ini! Jadi baik-baiklah sama calon adik ipar." Reza tersenyum.

"Udah ngomongin ipar-iparan aja. Udah bisa ngaji kagak lo? Bisa bawa adik gue ke jalan yang benar nggak? Kalau nggak yakin, dengan hormat gue minta lo mundur. Karena masih banyak yang ngantri buat Adik gue."

Reza terdiam. Nara sekilas melirik ke arah Reza yang sepertinya sedang mencari jawaban yang tepat. "Aduhh.... Kok malah debat gini sih. Kakak juga! Sok-sokan ngajr orang, dia sendiri gak berani ngelamar anak orang." Ucap Nara mencoba menengahi.

Reza tersenyum simetris mendengar hal itu, "Ciiiieee.... Calon istri membela calon suaminya." Goda Reza dan mendapatkan pelototan dari Nara.

"Ya udah sini, yang mana belum kamu ngerti?"

Cowok itu menyodorkan buku tulis dan paket fisikanya, " Semuanya."

"Ya ampun Reza, udah mau 2 tahun sekolah dan satu pun nggak ada yang kamu ngerti? Terus selama ini kamu ngertinya apa? Hah?" Ujar Nara sedikit jengkel. Cewek itu menghela napas karena tingkat soal yang paling mudah pun nggak dimengerti oleh Reza.

"Yang Cuma gue ngerti adalah gue suka lo dan insya allah lo bakalan suka sama gue."

Takkk.....

Reza meringis kesakitan saat sebuah buku mendarat di tepian kepalanya. "Sekali lagi kamu ngegombal, kita gak jadi belajar!" Tegas cewek itu.

"Itu kenyataan bukan gombalan." Celetoh Reza lagi.

Nara mendecakkan lidah dan lagi lagi mendapatkan celotehan yang lain dari mulut nakal cowok bermata hitam itu. "Istri Shaleha itu gak boleh ngambek-an."

"Reza..." Kali ini Nara benar-benar membentak Reza. Nyali cowok itu menciut saat memandang tepat ke dalam bola mata cewek berjilbab itu. Reza sempat terhenyak karena baru kali ini mereka benar-benar saling memandang. Dan entah kenapa tatapan Nara membuatnya menjadi patuh dan diam.

"Dengerin baik-baik, nggak ada pengulangan."

***

15 menit berlalu, Reina kemudian datang sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan. Ia menawari Reza sembari ikut bergabung dengan mereka. Reina duduk disebelah saudara kembarnya Revan, sambil mengamati Reza dengan seksama.

"Kamu Reza kan? Reza adiknya Aila?" Akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari bibir mungil Reina. Pertanyaan itu mampu mengundang perhatian dan rasa penasaran dari Revan. Pasalnya Ia tidak tahu menahu cowok dihadapannya ini adalah adik dari sosok perempuan yang dulu dikaguminya.

Reza menoleh ke arah Reina dengan ekspresi yang cukup dingin. Perubahan itu rupanya ditangkap oleh gadis yang berada disebalahnya, Nara.

"Dari mana tahu tentang kak Aila?" Reza balik bertanya.

"Aku teman kuliah Aila. Tunggu dulu... Kamu gak ingat sama kakak? Dulu aku sering kerumah kalian yang di Narmada. Ahhh.... Aku jadi ingat bagaimana jahilnya kamu dulu. Tapi aku kagum dengan suara kamu saat mengaji." Cerita Reina dengan sumringah. "Hari dimana Aila meninggal, dia sempat mengirimiku SMS. Hari itu Aila akan memutuskan pacarnya karena Ia tahu itu salah. Namun sayang, takdir berkata lain. Hari dimana dia ingin bertobat, dihari itu juga tuhan memanggilnya kembali. Kami sangat terkejut dengan kabar kematian Aila. Tapi nyatanya yang terluka bukan kamu saja, tetapi lelaki yang disebelahku ini juga terluka. Dan sepertinya sampai saat ini belum bisa move on dari kakak kamu. Heheee." Reina terkekeh sambil menggoda kakaknya itu.

Revan yang digoda hanya bersikap biasa saja dengan ekspresi datar seolah tidak terpengaruh dengan cerita Reina. Tapi soal hati hanya tuhan yang tahu. Berbeda dengan Revan, Reza terlihat tidak nyaman dengan topic pembicaraan ini. Hingga akhirnya Ia pamit untuk pulang dengan alasan sudah terlalu malam padahal jam dinding baru menunjukan pukul Sembilan.

Nara segera menyusul cowok itu ke depan rumahnya saat mendapati benda segi empat milik Reza masih tergeletak di atas meja.

"Reza," Panggil Nara dan menyebabkan reza berbalik terhadap dirinya. "Hp kamu ketinggalan."

"Ohh...Makasih ya." Cowok itu meraih ponsel yang dijulurkan Nara dengan sedikit senyum, jenis senyuman yang dipaksakan.

"Maaf. Maaf karena kak Reina mengungkit masalah kakak kamu."

"Gak masalah." Jawabnya cuek. "Ya udah gue balik ya. Kamu masuk gih, nanti dimarahi sama abbi."

Nara mengangguk patuh, "Kamu hati-hati di jalan."

Reza hanya mengangguk dan berjalan kembali ke motornya yang terpakir di depan teras rumah. Sebelum Reza benar-benar pergi, Nara memanggil Reza lagi dan menyampaikan sesuatu.

"Aku memang tidak tahu tentang masa lalumu. Tetapi, percayalah bahwa kamu tidak pernah sendiri. Karena kemana pun kamu melangkah, yakinlah bahwa Allah akan selalu menyertaimu. Dan pada akhirnya hanya kepada-Nya lah tempat kembali yang hakiki. Allah memanggil Kak Aila lebih dulu bukanlah kesalahan siapa pun, tapi sejatinya karena Allah lebih menyayanginya dibanding kamu. Karena itu, ikhlaskan hatimu untuk memaafkan lalu berdamialah dengan masa lalu." Nara terdiam sejenak, lalu melanjutkan. "Maaf kalau aku lancang."

"Aku anggap perkataan mu tadi sebagai bentuk rasa cintamu." Ungkap Reza dibarengi dengan bibir yang terangkat membentuk bulan sabit yang sedang menerangi mereka dari langit. Setelah menurunkan kaca helmnya, cowok itu langsung memacu gas motor spotnya pergi dari rumah Nara.

***

Motor Reza melaju membelah jalanan kota Mataram seiring dengan bulan yang terus bergerak. Kendaraan mengisi setiap sisi jalan, deringan klakson rebut menganggu pendengaran. Cowok itu melajukan motor besarnya dengan kelajuan sedang. Dibawah gemerlap lampu kota yang menghiasi sepanjang jalan daerah Udayana, Reza mengingat kembali sosok kakak perempuannya.

Reza, cowok yang dianggap tidak memiliki beban hidup oleh temannya. Namun nyatnya beban itu Ia pendam sendiri dilubuk hatinya yang terdalam. Ia belum bisa berdamai dengan masa lalu karena sampai saat ini Ia belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Reza mungkin membenci Rian dan papanya tapi dibalik itu semua ia lebih membenci dirinya sendiri. Cowok itu menyalahkan kebodohonnya atas kematian Aila. Seandainya dulu Ia melarang kakaknya itu pacaran mungkin hal ini tidak akan terjadi. Seandaniya Ia berani melaporkan ke papanya tentang hubungan Aila dengan si brengsek itu, mungkin sekarang kakak dan juga ibunya masih disini. Namun sayang, itu hanyalah pengandaian yang tidak akan pernah terealisasikan.

Hidup akan rumit jika kita sibuk membahas hal yang seandainya begini dan seandainya begitu. Hal demikianlah yang masih memenjarakan hati Reza untuk memaafkan orang lain terlebih lagi memaafkan dirinya sendiri.

***
No Edit. Maafken kalo jelek.

Udah tahun baru ya??
Mau curcol dikit yah.
Itu gambar yg di mulmed, rencananya mau aku jadiin sequelnya cerita ini. Awlanya deadline cerita ini sampai desember. Tapi sampai tahun baru pun cerita ini belum kelar juga. Sedih..... Hikss. Tapi sudahlah, karena kebanyakan tugas makanya gak bisa selesai desember #Alasan :-D
So, aku gak bisa update cerita ’Hello January’ karena cerita orang tua mereka aja belum selesai. heeee....

Okehh itu aja. Oh ya minta do’anya ya teman* mulai minggu depan aku ada ujian. Jadi update selanjutnya bakal 2 minggu yg akan datang, mungkin.

Udah 18 part nih. Please leave your vote and comment about this part.
See you and Happy holiday utk adik adik #Jadiberasatua.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top