PART 16

"Ehh Ra, kamu kemana aja?" Cerocos Aini saat Nara baru saja masuk ke dalam kelas. "Dicariin Aldo tadi!" Lanjutnya lagi.

"Aldo? Kenapa nyariin aku?" Tanya cewek itu sembari duduk dan mengeluarkan bukunya.

"Katanya ada rapat mendadak untuk kegiatan penggalangan dana besok minggu."

Nara hanya ber-oh-ria mendengar penjelasan Aini dan kemudian fokus dengan buku fisika-nya. Meskipun terlihat fokus, sesungguhnya pertanyaan Reza di taman belakang sekolah berhasil membuat pikirannya kacau balau sampai-sampai tidak konsentrasi dengan proses belajar yang telah dimulai.

***

Penggalangan dana untuk korban asap di Riau dilaksanakan di Taman Udayana yang setiap hari minggu dilakukan car free day. Kemarin, penggalangan dana juga telah dilaksanakan dibeberapa titik lampu merah sekitar wilayah mataram. Meskipun saat ini Lombok juga sedang diterpa bencana yaitu 'Anak Gunung Rinjani Baru Jadi' beberapa hari yang lalu meletus dan kini abu vulakniknya telah sampai ke wilayah Mataram. Akan tetapi hal ini sama sekali tidak menyurutkan semangat anak-anak ROHIS untuk melakukan aksi kemanusiaan untuk saudari dan saudaranya yang juga terkena musibah berupa asap dibelahan kota lain di Indonesia.

Para panitia penggalangan dana sedang sibuk mempersiapkan atribut yang akan digunakan untuk orasi di halaman Islamic Center, begitu pun dengan Rian yang ikut dalam kegiatan ini. Disampingnya, Dita berwajah masam melihat kekasihnya itu lebih memilih sibuk dengan spanduk ketimbang dirinya.

"Kapan sih kamu punya waktu luang untuk aku?" Tanya Dita kesal terhadap Rian yang sedang sibuk mempersiapkan spanduk. "Kemarin janjinya mau ngajakin aku jalan. Tapi sekarang..... malah ikutan kegiatan ini!"

"Aku kan ketua osis, yank. Jadi gak mungkin aku gak ikutan disaat anak-anak ROHIS melakukan penggalangan dana. Aku mau memberikan contoh yang baik sebagai pemimpin." Ucap Rian diplomatis.

"Tapi kamu udah janji!"

"Iya deh maaf, lain kali pasti aku tepati. Oke?? Jangan marah lagi dong, nanti cantiknya hilang." Hibur Rian sambil tersenyum dan berusaha mengelus rambut panjang Dita, namun segera ditepis oleh cewek itu.

"Kapan? Kapan kamu bakalan tepati? Dari kemarin kamu janji mulu tau! Semakin kesini kok aku merasa kamu semakin jauh ya, kamu berusaha menghindar seperti menyembunyikan sesuatu!"

Rian mengernyitkan dahi, "Maksud kamu?"

"Argghhh.... Tau ahh. Jangan buat janji kalau kamu gak bisa tepati!" Dita menghentakkan kakinya, berlalu meninggalkan Rian yang termangu memandang punggung ceweknya yang kian menjauh.

"Maafin aku Dita. Maaf telah mempermainkan perasaan kamu."

***

"Ra, kamu gak malu?" Tanya Dita saat menghampiri Nara yang sedang menuliskan sesuatu diatas kardus.

Nara menghela napas, lalu meletakkan kardus diatas tanah. "Malu? Malu karena apa?" Cewek itu berdiri sembari mengernyitkan dahi.

"Ya malu minta-minta sumbangan. Nanti gimana kalau dicuekin sama orang, terus mereka ngatain yang nggak-nggak?"

"Ngapain mesti malu? Yahh...memang begitulah kita sebagai manusia, tidak malu saat berbuat maksiat tapi justru malu saat berbuat kebaikan. Pegangan tangan didepan umum, mesra-mesraan di jalan dan dengan bangganya memperlihatkan aurat. Saat berbuat demikian kita tidak malu sama sekali. Tapi saat disuruh berbuat kebaikan, katanya malu-maluin." Nara tersenyum miris.

"Aku banget tuh." Ucap Dita merasa tersindir.

"Bukan cuma kamu, aku juga." Cewek itu tersenyum, "Aku yang mengingatkanmu belum tentu lebih baik dari kamu Ta. Tapi disaat aku mengingatkan orang lain maka disaat itu pula aku sedang mengingatkan diriku sendiri."

"Iya... ya aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkan aku." Ujar Dita sambil memeluk Nara.

"Ingatkan aku juga jika aku salah."

"Mau dong ikut pelukan!" Suara bariton dari seseorang membuat mereka saling melepaskan pelukan.

"Enak aja. Bukan muhrim." Tegas Dita.

"Bukan muhrim, tapi kerjaannya berduan mulu sama Rian!" Balas Reza telak.

"Bilang aja cemburu, kasian deh yang cintanya digantung sama Nara!" Dita berlalu sambil cekikan mengejek Reza yang diam-diam melirik Nara, sedangkan cewek yang dilirik itu tiba-tiba saja salah tingkah.

***

Reza tidak fokus dengan kardus yang ia pegang, Ia justru fokus dengan aksi yang dilakukan oleh Nara. Sedari tadi mata cowok itu mengekori kemana saja cewek berjilbab itu melangkah. Sesekali ia tersenyum melihat Nara dengan ikhlas dan tulusnya meminta sumbangan kepada pengunjung Taman Udayana. Beberapa kali cewek itu juga ditolak bahkan diusir oleh pedagang yang enggan menyisihkan sedikit saja uang dagangannya.

Reza menggeram menahan emosi saat melihat Nara berbincang dengan seorang pemuda yang tak ia kenali. Baru saja Ia ingin melangkah menghampiri mereka, akan tetapi suara manja dari seorang gadis menghentikan niatnya.

"Mau nyumbang dong mas." Kata cewek berambut prang itu dengan suara manja yang dibuat-buatnya. Tanpa berkata-kata Reza menjulurkan kardus yang Ia pegang ke cewek itu.

"Tapi aku gak punya uang."

Reza menghela napas, "Kalau gitu ya gak usah."

"Gimana kalau aku sumbangin hatiku untuk kamu aja?" Goda cewek itu dan disambut dengan kekehan dari temannya yang lain. "Mumpung lagi kosong nih!"

"Sorry hati gue udah di boking dan gak ada tempat buat cewek cabe-cabean kayak lo!"

"Idihhh, ganteng-ganteng kok kasar." Ujar cewek itu dan kemudian pergi dari hadapan Reza yang hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan gadis itu. Reza menoleh kearah Nara. Cowok itu semakin geram setelah dibuat geram oleh cewek tadi, karena sekarang Ia melihat Nara masih setia berbincang dengan pemuda itu.

Disisi lain, Nara dengan sabar menjawab pertanyaan pemuda yang ada di hadapannya ini. Ia meminta sumbangan ke cowok ini, bukannya menerima sumbangan Ia malah menerima serentetan pertanyaan mengenai musibah yang terjadi di Riau. Seolah cowok ini sedang menguji pengetahuannya. Setelah menjelaskan panjang kali lebar, Nara hanya bisa mengelus dada sembari beristighfar saat cowok ini mengatakan, "Tapi maaf mbak, saya lagi tidak ada uang."

Dengan kelapangan dada, Nara tersenyum ramah sambil mengucapkan terimaksih dan kemudian perlahan mundur. Tetapi Ia begitu kaget saat tiba-tiba cowok ini diserang oleh seseorang.

"Kalau emang lo gak berniat sedekah, ya udah gak usah. Lo jangan banyak bacot deh, Modus banget lo!" Kata Reza memperingati usai melayangkan tinju ke cowok itu.

"Reza! Kamu...."

"Udah sana pergi!" Usirnya lagi. Cowok itu pun pasrah dan pergi meninggalkan Nara dan Reza.

Reza mengalihkan pandangannya ke kardus yang dipegang Nara. "Nih, gue nyumbang. Jadi mending kamu gak usah minta-minta lagi deh, daripada kamu dimodusin sama cowok-cowok disini."

Nara memandang beberapa lembar kertas ratusan ribu yang dikeluarkan Reza dengan gamang. Cewek itu kemudian memberanikan diri menatap Reza. Kilatan marah terlihat jelas dimata cewek itu."Aku paling benci sama cowok yang hanya bisa mengandalkan uang dan fisiknya saja, tapi tidak bisa mengandalkan otaknya." Tegas Nara. "Dan asal kamu tahu, sedekah itu bukan tentang seberapa banyak jumlah uang yang kamu sedekahkan tetapi sedekah itu berbicara tentang seberapa besar rasa ikhlas yang kamu miliki. Percuma nyumbang banyak uang tapi jika tidak ikhlas maka sedekah itu tidak ada nilainya dihadapan Allah. Tapi sebaliknya, sedekah sebesar 500 perak tapi jika niatnya Lillahita'ala maka itu jauh lebih tinggi nilainya dimata Allah." Jelasnya lagi.

"Siapa bilang aku nggak ikhlas?. Uang segini gak ada apa-apanya buat gue. jadi kamu nggak usah khawatir. Aku ikhlas kok."

"Mulutmu boleh berkata ikhlas, tapi hati? Siapa yang tahu?" Nara menggedikkan kedua bahunya. "Seperti mulutmu yang mengatakan cinta, tapi belum tentu hatimu juga mengatakan demikian!"

"Kenapa kamu selalu meragukan hatiku, Ai?"

"Karena aku tidak bisa percaya dengan mulut seseorang yang bahkan tidak bisa berpikir sebelum bertindak. Tanyakan pada hatimu Za, jangan bertanya padaku." Cewek berjilbab itu berbalik dan hendak melangkah namun berhenti lagi ketika lengannya ditahan.

"Kamu mau kemana? Aku rela nyumbang agar kamu berhenti minta sumbangan Ai. Aku gak mau kejadian tadi terulang lagi."

Nara tersenyum miris, "Lihatlah, apa itu yang kau sebut dengan ikhlas, hmmm?" Reza meringis saat menyadari kebodohannya, memang benar dia selalu saja berucap dan bertindak tanpa berpikir. "Jika kamu mau belajar arti ikhlas, maka belajarlah dari surat al-ikhlas yang didalamnya tidak ada kata ikhlas. Karena rasa yang dibuktikan melalui perbuatan jauh lebih bernilai daripada hanya sekedar ucapan. Kemarin kamu meminta kepastian dariku, maka itulah jawabanku."

"Ternyata kamu terlalu tinggi untuk kuraih Ai. Apa aku harus menyerah?"Lirih Reza memandang punggung Nara yang kian menghilang ditelan keramaian.

***

Tiga minggu gak update..... Dan alhamdulillah bisa update lagi.

Semoga suka deh. Tapi kayaknya part ini gak jelas banget deh :(

Part ini terisnpirasi dari kehidupan nyata tentang sedekah. Sebenarnya masih panjang, tapi segini dulu deh! Nanti kalau respon bagus baru ditambah. hehee. Makanya jangan lupa vote dan comment yah :)

mulmed : Islamic Center yang ada di Lombok.

Rabu, 09 Desember 2015.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top