TENTANG JODOH (1)

Warning+++

Mengandung unsur-unsur Spiritual tentang Islami.

Jadi....

Yg tidak menyukai cerita bergenre religi lebih baik lewati saja ya Gengs!!

Jangan lupa berikan vote, comment, kritik dan saran kalian, agar aku juga bisa mengevaluasi jika ada kesalahan dalam penulisan.

Cerita telah diterbitkan. Telah tersedia dalam bentuk Novel dan Ebook
Dilarang keras playgiat/copypaste dan sejenisnya. Hak cipta terlindungi karena cerita sudah ber-ISBN dan terdaftar di PERPUNAS.
***************

Illyana Safira Marwah atau yang akrab disapa Illyana, sejak kecil sudah ditanamkan tentang keimanan dan ketaqwaan pada yang Maha Kuasa, tidak heran hingga kini usianya sudah kepala dua, Illyana tumbuh menjadi gadis yang sangat menjaga pandangan dan juga luar biasa taat dalam hal beribadah.

Illyana sedang berada dalam kamar dan di tangannya sudah ada buku tentang jurnal hukum, materi yang dipelajari oleh Illyana sesuai dengan mata kuliah yang diambilnya.
Pintu kamarnya terketuk kemudian terbuka dan masuklah Anisa-mamanya.
"Illyana, Mama-Papa ingin membicarakan sesuatu padamu, Nak!" Annisa sang Mama berkata lembut pada putri tunggalnya itu.

"Iya Mam." Illyana segera beranjak untuk menemui Fadli sang Papa yang sudah menunggu di ruang tengah disusul Anisa-mamanya.

Dalam hati Illyana bertanya-tanya, apakah gerangan yang akan dibicarakan oleh kedua orangtuanya, terlihat sangat serius sekali.

"Duduklah Nak," seru Fadli papanya.

Illyana duduk di sebelah papanya kemudian Annisa mamanya ikut serta duduk di samping Illyana.

"Ada apa Pap, Mam? Kenapa sepertinya ada masalah yang sangat penting sekali," ujar Illyana lembut.

"Tidak ada apa-apa Sayang, Papa sama Mama hanya ingin memintamu untuk bersiap-siap, selepas maghrib nanti akan ada tamu yang datang berkunjung kesini, Nak," terang papanya lagi.

"Iya Ly, kalau bisa nanti kamu tampil yang cantik dan serapi mungkin ya Nak," timpal Annisa menambahi.

Illyana mengernyitkan kening seolah menyimpan tanya. Siapakah tamu yang akan datang, kenapa ia harus tampil cantik dan rapi? Bukankah kecantikan seorang perempuan hanya boleh dinikmati oleh suaminya kelak.

"Ma, kenapa harus tampil cantik? Bukankah itu termasuk riya dan tabarujj," ujar Illyana yang memang sangat paham sekali dengan nilai-nilai ketaqwaan.
Kenapa harus cantik di depan orang yang belum halal? memang Allah itu menciptakan keindahan dan menyukai yang indah-indah. Tapi dengan sengaja memamerkan keindahan bukankah termasuk Tabarujj yang berarti suka pamer dan juga riya' yang berarti sombong karena seolah mengangggap dirinya yang paling indah.

Annisa tersenyum mendengar penuturan Illyana. Tidak sia-sia Illyana mendapat didikan tentang keimanan dan ketaqwaan kalau sekarang apapun yang ia lakukan harus sesuai dengan syari'at.

"Tergantung niatnya Sayang, kalau memang niatnya dari awal ingin pamer bisa jadi termasuk tabarujj dan riya'. Kalau niatnya memperindah penampilan semata karena keimanan insya Allah tidak akan mengurangi nilai-nilai iman yang ada di dalam hati, dan yang paling penting tetaplah menjaga pandangan." terang Anisa dan diangguki oleh Illyana.
__
Di lain tempat.
Lelaki tampan itu sedang berkutat dengan berbagai berkas di sebuah ruang, sebuah rumah sakit swasta. Bunyi dari telepon genggam miliknya yang sedari tadi terdengar tak ia acuhkan. Mungkin ada berpuluh kali deringan itu menyambangi rungu, namun Diftan tetap tak ingin mengangkatnya.

Diftan Aliandra, lelaki tampan berusia 31 tahun itu sedang tak ingin diganggu saat jam kerja. Diftan masih asyik berkutat dengan berbagai kertas di tangansaat pintu ruangannya terbuka dan masuk sosok pria paruh baya yang tak lain adalah Anwar-papanya.

"Kenapa tidak kau angkat telpon Papa, Aliandra?" seru suara berat yang kini berdiri tepat di sebelah kursi Diftan.

Dari kecil seorang Diftan Aliandra memang sudah mempunyai panggilan 'Aliandra'. Hanya orang-orang terdekatnyalah yang memanggil dengan nama itu. Tapi saat ia sedang diluar dan di dalam pergaulannya ia pasti akan memperkenalkan dirinya sebagai Diftan bukan Ali. Dia sendiri berpikir nama Ali terdengar terlalu alim untuknya jika sedang berkumpul bersama teman-temannya, menghabiskan malam untuk sekedar minum dari satu club ke club yg lain.

Itulah salah satu tabiat buruk seorang Diftan yang hampir setiap hari menjadi rutinitasnya. Terlahir dari keluarga kaya raya dan dengan gampang mendapatkan apa yang ia mau membuat Diftan terkadang menjadi sosok yang egois dan semaunya sendiri.

"Aku sibuk!" jawabnya dengan nada dingin dan tak acuh dengan keberadaan Papanya.

"Mau sampai kapan kamu bersikap seperti itu pada Papa?" ujar Pak Anwar lagi pada putra satu-satunya itu.

"Kalau tidak ada yang serius lebih baik Papa keluar, karena aku masih banyak pekerjaan." jawabnya lagi masih dengan nada dingin dan tanpa menoleh Papanya.

"Papa tidak mau tahu! Kau harus ikut menemui gadis yang akan ku jodohkan denganmu. Ini semua demi kebaikanmu, Papa ingin kau berubah. Kau harus menerima perjodohan ini Li."

Diftan enggan menjawab pernyataan Papanya. Sudah seminggu ini ia selalu mendengar kata-kata yang sama dari Papanya. Berniat ingin menjodohkan Diftan dengan putri dari salah satu sahabatnya, dengan alasan agar Diftan bisa berubah dan lebih memiliki rasa tanggung jawab.

Diftan sendiri enggan untuk menyetujui keinginan Papanya, namun ia juga sudah sangat lelah berdebat tentang hal yang sama setiap harinya dengan orang yang sudah membesarkannya seorang diri itu. Diftan adalah piatu, Mamanya meninggal saat ia dilahirkan, rasa kurang kasih sayang dari sosok seorang ibu membuat Diftan kecil sering mendapat ejekan dari teman-temannya. Diftan selalu bertanya pada sang Papa, kemanakah sosok Mama yang seharusnya ada disampingnya dan mencurahkan kasih sayang untuknya.
"Mama sudah tenang di surga sayang, jika Ali ingin bertemu dengan Mama kelak, Ali harus menjadi anak yg baik dan penurut." terang Papanya saat Diftan masih berusia 5 tahun.

Namun persepsi Diftan tentang sosok Papanya yang selama ini dianggap baik dan sangat menyayanginya berubah seketika. Saat ia duduk di bangku menengah pertama, ada seorang perempuan yang datang dan mengaku sebagai pacar dari Papanya. Diftan jadi membenci Papanya, dia berpikiran Papanya bukan orang yang setia dan menduakan Mamanya yang telah pergi dari sisinya.
Diftan marah, sejak saat itu sikapnya berubah dingin dan tak acuh dengan sekitarnya. Meskipun saat itu Pak Anwar sudah menjelaskan bahwa yang datang mengaku sebagai pacarnya hanyalah teman biasa.

Sudah lebih dari lima belas tahun sejak sikap dingin Diftan pada Pak Anwar, kini papanya itu merasa mempunyai kewajiban untuk kembali mengarahkan Diftan agar merubah sikap buruknya untuk kembali seperti dulu, tiga puluh satu sekarang usia Diftan dan ia masih belum terlihat serius sama sekali untuk berumah tangga.
Pak Anwar takut kalau-kalau Diftan akan semakin terjerumus jika ia terus saja diam dan membiarkan Diftan sesuka hatinya. Bagaimanapun ia sangat peduli dan menyayangi putra tunggalnya itu.

"Terserah Papa! Tapi jangan salahkan aku jika pernikahan ini akan berjalan tanpa cinta dan tidak akan bertahan lama!" ucapnya akhirnya menyetujui pernyataan papanya. Bukan setuju sebenarnya, namun lebih tepatnya ia sudah malas untuk terus berdebat dengan papanya.
___

Gadis cantik berwajah teduh itu terlihat sedang mematut dirinya di depan cermin. Gamis panjang semata kaki dan juga hijab syar'i melilit menutupi tubuh mungilnya.
Illyana tengah bersiap sesuai dengan apa yang di serukan oleh Mama dan Papanya.

Lepas maghrib ini rumah mereka akan kedatangan tamu, tidak seperti biasanya, kedua orangtua Illy meminta putrinya itu untuk tampil lebih rapi  dan cantik dari biasanya.

"Illyana sayang, sudah selesei Nak siap-siapnya?" ketukan pintu di depan kamar Illy disertai suara tanya dari Anisa mamanya.

"Iya Ma, sebentar lagi." sahut Illyana yang tengah memasangkan kaus kaki.

Hati Illyana berdebar-debar, sebenarnya siapa yang akan datang. Kenapa Mama dan Papa menyuruhku tampil rapi dan cantik. Apa ini ada hubungannya dengan pembicaraan mereka saat itu.

Saat itu Illyana yang baru selesei shalat isya' di kamarnya merasa haus dan ingin mengambil air minum di dapur. Saat melintas di depan kamar kedua orangtuanya, Illyana tidak sengaja mendengar percakapan papanya di telpon yang mengatakan bahwa ia sudah siap untuk menjodohkan Illyana dengan putra dari seseorang yg sedang bertelpon dengan papanya itu.

Jantung Illyana berdegub kencang pada saat itu ia mendengar akan dijodohkan dengan seorang lelaki yang belum dikenalnya sama sekali.

'Aku percaya dengan takdirmu ya Rabb, jika memang ini sudah ketepan darimu, aku akan dengan ikhlas menjalankannya.' ucap Illya dalam hati kala itu.

Tentang jodoh, seperti sebuah rahasia, jodohpun begitu adanya. Hanya takdir Allah swt. Yang akan menyingkap siapakah jodohku nanti, dimanakah aku kan bertemu dengan jodohku.
Begitu juga yang ada didalam hati Illyana, siang malam dalam sujudnya ia selalu merapalkan doa, agar nanti ia berjodoh dengan lelaki yang bisa menuntunnya menuju jannah, lelaki yang mempunyai cinta kepada yang Maha Kuasa sudah bisa dipastikan akan mencintai pasangannya sepenuh hati pula.

Setiap perempuan pasti akan selalu memimpikan untuk bisa meraih cinta yang hakiki.

Cinta yang hakiki adalah rasa cinta kita kepada makhluk Allah berdasarkan rasa cinta kita kepada Allah swt semata. Cinta yang hakiki sangatlah diperlukan dalam sebuah hubungan untuk bisa memujudkan kebahagian yg sejati.

"Bismillahirrohmanirrohim," ucap Illyana saat akan melangkahkan kaki keluar kamar dan menuju ruang tamu untuk menyambut tamu yg akan datang.

'Ridhai setiap keputusan yang menyangkut hidupku ya Allah, aku percaya dengan takdir yang telah engku siapkan untukku. Berkahi selalu setiap jalan yang kuambil dalam langkahku.' Illyana membatin dan merapal doa lagi di dalam hatinya sebelum dengan mantap ia melangkahkan kakinya.

Illyana tidak tahu lelaki seperti apa yang nanti akan dijodohkan dengannya nanti. Illyana belum pernah dekat dengan lelaki manapun selain Papanya, tidak sedikit teman lelakinya di kampus yang mencoba mendekatinya, namun Illyana selalu berusaha menjaga pandangannya dan menegaskan bahwa dalam prinsipnya ia tidak mengenal yang namanya pacaran. Pacaran hanya menimbulkan banyak mudharatnya daripada kebaikannya menurut Illyana, lagipula di dalam islam memang tidak mengenal yang namanya pacaran kan. Kalau sudah sama-sama siap lebih baik segera menikah saja, yang halal itu lebih baik dan berkah.

Sepanjang langkah menuju ruang tamu, hati Illyana tak hentinya berdegub dengan kencang. Berungkali ia mengucap istighfar dalam hati agar bisa mengurangi rasa gugupnya.

Siapa yang tidak akan gugup jika akan bertemu dengan lelaki yang belum pernah ditemui dan dikenal untuk kemudian dijodohkan dengannya. Meskipun kedua orangtuanya belum menjelasakan siapa tamu yang akan datang dan dengan maksud apa, tapi Illyana sudah bisa menebak, pasti yang akan datang ada sangkut pautnya dengan kata-kata Papanya di telpon tempo hari yang membahas tentang perjodohan.
~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top