KU INGIN KEJUJURANMU (3)


Cerita telah diterbitkan. Telah tersedia dalam bentuk Novel dan Ebook
Dilarang keras playgiat/copypaste dan sejenisnya. Hak cipta terlindungi karena cerita sudah ber-ISBN dan terdaftar di PERPUNAS.
***************

Diftan melirik jam yang melingkar di tangannya, pukul dua dini hari. Itu artinya ia sudah menghabiskan waktu di sini lebih dari lima jam, meninggalkan Illyana sendiri.

Hingar bingar suara dentuman musik masih terdengar memekakkan telinga. Para perempuan dengan pakaian kurang bahan dan sorot mata lapar seakan siap menerkam terlihat berlalu-lalang mencari mangsa. Bau alkohol dan asap rokok memenuhi setiap sudut ruangan. Ya, di sinilah Diftan sekarang menghabiskan waktu di sebuah club yang tidak jauh dari hotel tempatnya menginap dan Illyana, meninggalkan istrinya sendirian di malam pertamanya.

Sudah hampir waktu subuh saat Diftan memutuskan kembali ke kamar hotel, meskipun tadi ia sempat minum namun tidak sampai membuatnya mabuk parah. Diftan sempat melirik Illyana yang berbaring di ranjang mereka dengan posisi miring. Seakan tidak peduli bahwa kini ia telah memiliki seorang istri, ia tidak peduli dengan Illyana. Diftan langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa dan tertidur di sana.

Illyana terbangun saat bunyi suara adzan dari alarm yang ia set pada waktu subuh berbunyi. Ia melihat di sebelahnya masih kosong, tidak ada Diftan disana. Namun saat akan menurunkan kakinya, mata Illyana menangkap sesosok yang tengah berbaring melingkar di sofa. Hati Illyana berdenyut melihat suaminya yang lebih memilih untuk tidur di sofa daripada di ranjang bersamanya.

Bergegas Illyana mengambil selimut untuk kemudian ia pakaian pada Diftan yang tengah terpejam.
"Astaghfirullahaladzim," ucap Illyana saat mencium bau alkohol menyeruak dari tubuh Diftan. Illyana kaget saat mendapati Diftan ternyata suka minum-minuman beralkohol. Hatinya nyeri mendapati suami yang ia idam-idamkan menjadi imam dunia-akhiratnya ternyata gampang sekali melakukan perbuatan maksiat.

Bukankah perempuan baik-baik hanya untuk lelaki yang baik? Lalu kenapa Illyana yang selama hidupnya selalu menjaga kebaikan dalam diri harus mendapatkan Diftan sebagai pendampingnya. Apakah Tuhan tidak adil padanya? Ataukah ini adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menguji kesabarannya.

Illyana lebih percaya dengan yang kedua. Dalam hati ada keyakinan, jika apa yang kini terjadi pada hidupnya merupakan ujian untuknya agar bisa meninggikan derajadnya di mata Sang Khalik.

Seusai menyelimuti Diftan, Illyana langsung mengambil air wudlu untuk melaksanakn shalat subuh. Illyana terpekur sendiri dalam sujudnya, tidak ada Diftan yang menjadi imamnya. Padahal Illyana bercita-cita bahwa ia ingin sekali shalat di imami oleh suaminya setiap saat setelah sudah menikah.
"Ya Allah ya Rabb, aku ikhlas jika memang ini adalah bentuk dari ujianmu kepadaku. Aku percaya engkau tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya. Aku yakin jika aku mampu menghadapi sikap suamiku, berilah selalu kekuatan untukku. Beri selalu aku kesabaran yg tidak berbatas ya Allah. Hadirkanlah cinta di hati suamiku untukku ya Rabb, selalu berkahi dan lindungi ikatan suci pernikahan kami. Jadikan ikatan suci diantara kami sebagai ladang dalam mencari ridha dan pahalamu ya Allah," lirih Illyana di dalam doa dalam setiap sujudnya.

Illyana menimbang-nimbang antara ingin membangunkan Diftan untuk shalat subuh atau tidak. Diftan baru saja terlelap beberapa menit yang lalu, ia merasa tidak enak dan kasihan bila membangunkan suaminya itu. Namun Illyana juga tidak bisa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri yg harus selalu mengingatkan dalam segala kebaikan dan ibadah.

"Assalamuallaikum, Mas. Waktunya subuh, Mas Diftan shalat dulu ya, habis itu baru tidur lagi."

"Hmm." hanya lenguhan Diftan yg terdengar dalam geliat tidurnya.

"Mas, waktunya subuh." kembali Illyana mendekati Diftan yang terbaring di sofa dan menepuk lembut lengan suaminya.

"Apaan sih!! Berisik banget. Kepalaku pusing jangan ganggu aku!" ucap Diftan masih dengan mata terpejam.

Illyana sampai terjengit kaget mendengar kata-kata Diftan yang terkesan kasar. 'Sabar Ly, mungkin Mas Diftan lagi kurang enak badan atau kecapekan.' bisik hati Illyana.

Meskipun airmata sudah mengepul di pelupuk matanya namun Illyana tetap menahannya sekuat tenaga. Ini baru awal perjuangannya. Ia tidak boleh cengeng.

Dinginnya embusan angin subuh seakan menjadi teman setia Illyana pagi ini. Selepas Diftan menolak untuk bangun dan melaksanakan subuh, Illyana memilih membaca sebuah buku tentang bagaimana meraih cinta yang hakiki. Illyana terduduk di bangku balkon hotel yang menyajikan pemandangan geliat pagi kehidupan ibukota.

Cukup lama Illyana terduduk di balkon hotel sampai mentari menampakan sinarnya. Ia melirik Diftan yang masih terpejam meringkuk seperti seorang bayi di atas sofa. Illyana merasakan perutnya sedikit perih, mungkin ini karena ia tidak sempat makan semalem karena terlalu sibuk menemui tamu saat
resepsi berlangsung. Illyana ingin memesan sarapan untuknya dan Diftan, tapi ia tahan karena ingin menunggu sampai Diftan bangun.

"Bersiaplah kita akan pergi sepuluh menit lagi." suara serak khas bangun tidur mengagetkan Illyana yang masih duduk di luar kamar. 'Ya Allah, sejak kapan Mas Diftan bangun.' batin Illyana saat melihat Diftan berdiri di belakangnya.

"Mas sudah bangun. Kita akan bersiap kemana Mas?"
"Sudahlah, tidak usah banyak bertanya. Nanti juga kau akan tahu sendiri."

Illyana ingin bertanya kemana Diftan akan mengajaknya pergi. Tapi kata-kata Diftan membuatnya bungkam seketika. Ini masih terlalu pagi, ia tidak ingin suaminya marah-marah menyambut hari pertamanya sebagai suami.
Illyana menuruti kata-kata Diftan untuk segera mengemasi baju dan barang-barangnya.

"Kalau sudah siap lebih baik kita pergi sekarang."
"Iya Mas,"

Diftan berjalan duluan di susul Illyana dibelakangnya. Dua tas besar ada di tangan Illyana, baju-bajunya dan juga punya Diftan ia yang membawanya dalam tas besar yang kini ada di kedua tangannya. Gaun pengantin dan juga baju ganti mereka berdua selama menginap di hotel. Namun sepertinya sia-sia membawa baju ganti sebanyak itu karena Diftan mengajak Illyana untuk meninggalkan hotel sehari setelah acara resepsi mereka.

"Kalau berat kenapa tidak minta tolong," Diftan yang melihat istrinya itu tertinggal jauh oleh langkahnya berhenti dan meraih tas dari tangan Illyana.

"Tidak apa Mas,"
"Jalanlah duluan, aku akan mengikutimu dari belakang." Diftan menyerukan Illyana untuk berjalan duluan di depannya.

Sepanjang perjalan hanya sunyi yang ada di dalam mobil. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Diftan untuk Illyana. Walaupun hanya sekedar sapaan selamat pagi atau sekedar basa-basi. Diftan tetap dingin dan tak acuh dengan keberadaan Illyana.

"Turunlah, kita sarapan dulu. Kau pasti juga sudah lapar kan." mobil mereka berhenti di sebuah rumah makan dan Diftan mengajak Illyana untuk sarapan terlebih dulu.

"Mas mau pesan apa?" tanya Illyana lembut pada Diftan.

"Apa saja terserah kamu," ucap Diftan memandang wajah cantik istrinya. Untuk pertama kalinya Diftan memperhatikan Illyana dari jarak yang sangat dekat. Hati Diftan sempat berdebar saat memandangi wajah teduh Illyana, dalam hati ia tak bisa menampik akan kecantikan istrinya itu. Namun cepat-cepat rasa itu ditepisnya.

Illyana memesan dua porsi nasi soto untuknya dan Diftan. Teh hangat ia pilih sebagai minumannya.

"Makan Mas," ucap Illyana saat pesanan mereka sudah datang.

Diftan dan Illyana menyantap makanan mereka dalam diam. Hanya denting sendok yang beradu dengan garpu memecah kesunyian diantara mereka. Sejak kecil Illyana memang sudah diajarkan untuk diam saat sedang makan. Untuk itu dia memilih diam tak bersuara saat makanan telah masuk ke dalam mulutnya.

"Aku ke toilet sebentar." pamit Diftan sesaat setelah menikmati sarapan mereka.
"Iya Mas," Illyana mengangguk tersenyum.

"Diftan." panggil seseorang saat Diftan sedang berada di koridor toilet dan ingin kembali ke meja tempat Illyana menunggunya.

"Cindy." ucapnya datar.

Rupanya Cindy yang tadi memanggil Diftan.
"Sedang apa kamu disini Dif?"

"Bukan urusanmu." jawab Diftan datar pada Cindy.

"Dif, please. Sampai kapan kamu mau marah terus sama aku? Aku sudah berkali-kali meminta maaf padamu Diftan." ucap Cindy dengan wajah melasnya.

"Sudahlah. Tidak usah dibahas lagi, aku sudah memaafkanmu. Lagipula aku sudah menikah sekarang."

"Tapi kamu tidak mencintainya Diftan. Aku tahu itu." sulut Cindy dengan berapi-api.

"Sudah aku bilang kan. Urus saja urusanmu sendiri."

"Aku tahu kamu terpaksa kan Dif? Please beri aku kesempatan sekali lagi Diftan."

"Kau gila Cindy."

Tanpa diduga Cindy berhambur memeluk Diftan. Diftan yang tidak menyadari hanya bisa pasrah saat Cindy memeluk erat tubuhnya.
"Cindy lepaskan sekarang! Atau aku akan berbuat kasar sama kamu."
"Dif--"
"Lepas!!" suara Diftan mengeras membuat nyali Cindy menciut. Ia melepas pelukannya pada tubuh Diftan. Diftan segera beranjak pergi dari hadapan Cindy.

"Diftan aku yakin kamu belum menceritakan tentang rahasia itu padanya kan!"
Ucapan Cindy mau tak mau membuat Diftan menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan mengatakan sesuatu pada Cindy.

"Jangan coba-coba menguji kesabaranku Cindy. Aku bersumpah tidak akan membuat hidupmu tenang jika kau mengusik kehidupan rumah tanggaku." ancamnya pada Cindy.

Diftan tidak menyadari kalau sedari tadi ada sepasang mata yang tanpa sengaja mengawasi setiap gerak dan ucapan yang ia dan Cindy perbincangkan.

'Astaghfirullahaladzim. Ada apa sebenarnya dengan Mas Diftan dan Mbak Cindy. Rahasia apa yang Mas Diftan sembunyikan di belakangku. Ya Allah tunjukanlah apa yg menurutmu paling baik untukku.' ucap Illyana saat tak sengaja mendengar percakapan Diftan dan Cindy.

Hati siapa yang tidak nyeri saat melihat suaminya di peluk oleh perempuan lain, apalagi di depan mata. Begitu juga dengan Illyana, hatinya terasa nyeri saat melihat perempuan yang bernama Cindy itu tiba-tiba menghambur ke pelukan suaminya. Illyana bukan malaikat, ia hanya manusia biasa yang mempunyai rasa sakit dalam hatinya. Jantungnya berdenyut menyaksikan itu semua, apalagi saat Cindy mengucap kata rahasia yang kini di sembunyikam Diftan padanya.

Illyana sedang meminum teh-nya saat Diftan pamit ke toilet. Namun karena kurang hati-hati, teh yang ia minum tumpah mengenai gamisnya. Illyana bergegas ke toilet sebentar untuk membersihkannya. Namun langkahnya terhenti saat di samping koridor yang terhubung ke toilet ia mendengar percakapan seseorang yang ia kenali suaranya. Apalagi saat suara perempuan itu menyebut nama suaminya Diftan. Illyana jadi semakin yakin kalau itu adalah Diftan suaminya. Sebenarnya tadi ia ingin cepat beranjak dari tempat itu. Namun langkahnya ikut terhenti saat Cindy menyebut sebuah rahasia yang Diftan tutupi darinya.

'Rahasia apa yang kamu sembunyikan dariku Mas, tidak bisah kah kamu sedikit saja mengatakannya padaku. Kita memang menikah karena perjodohan. Tapi apa salah jika aku menginginkan kejujuran darimu.' batin Illyana dalam hati.

"Apa kamu sudah selesei? Kita berangkat sekarang." ucap Diftan saat kembali dari toilet. Sedangkan Illyana sendiri pura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi antara Diftan dan Cindy tadi. Ia bergegas kembali ke tempat duduknya saat mendengar langkah Diftan yang beranjak dari tempat itu.

"Mas,"
"Hmm."
"Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku barangkali?" pancing Illyana saat mereka sudah kembali di dalam mobil.
"Tidak ada." ucap Diftan masih dengan wajah dinginnya.

Illyana merasa kecewa dalam hati. Kenapa Diftan tidak berusaha jujur padanya. Namun ia tetap berpikir positif. 'Mungkin Mas Diftan butuh waktu untuk itu semua. Dan selama aku menunggu waktu itu, ku Mohon berilah aku kesabaran Ya Allah.' ucap Illyana namun hanya dalam hatinya.

"Mas, kalau boleh tahu kita mau kemana." tanya Illyana dengan hati-hati takut membuat Diftan marah dengan pertanyaannya.

"Ke rumah." sahut Diftan dengan pandangan fokus dalam kemudinya dan tanpa menoleh pada Illyana.

"Rumah? Rumah Mama atau rumah Papa Mas,?" lagi Illyana bertanya Diftan akan membawanya ke rumah siapa. Yang dimaksud Illyana dengan 'rumah mama' adalah kediaman kedua orangtuanya. Sedangkan rumah Papa adalah kediaman pak Anwar papa mertuanya.

Diftan tidak menjawab tanya Illyana. Namun mobil yang ia kendarai tiba di sebuah rumah yg terlihat luas dan asri. Ada banyak pohon di halaman depan. Diftan membunyikan klakson mobilnya dan tampak seoramg satpam berlari membukakan pintu pagar rumah itu.

Illyana mengamati rumah yang baru pertama ia datangi itu. Matanya berbinar meliahat pemandangan yang nampak asri itu. Ada banyak bunga berjejer di taman depan rumah. Juga ada taman bermain tepat di sebelah taman bunga. Ada ayunan, jungkat jungkit, dan perosotan. Juga ada satu set kecil lapangan basket mini lengkap dengan gawangnya.

Illyana tersenyum dalam hati. 'Apa Mas Diftan sudah menyiapkan itu semua untuknya dan anak-anak mereka kelak'. Batinnya.

Diftan turun di ikuti Illyana mereka melangkah masuk ke dalam rumah.

"Den Diftan, selamat datang kembali di rumah." ucap seorang perempuan paruh baya yang sepertinya asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh Diftan untuk mengurus rumah itu.

"Assalamuallaikum," ucap Illyana saat memasuki rumah.

"Waalaikumsalam, wah ini pasti istrinya Den Diftan ya. Cantiknya, selamat datang di rumah Non,?"

"Illyana Bik," ucap Illyana sopan.

"Oh iya Non Illyana, kenalkan saya Bik Sum, yang biasa membantu mengurus pekerjaan di sini Non." ucap perempuan setengah tua bernam bik Sum itu.

"Ayaaaaah,"

Pandangan Illyana beralih pada bocah laki-laki kecil yang kira-kira berusia lima tahun dan berteriak memanggil ayah itu.

"Zidan," ucap Diftan langsung mengangkat bocah kecil itu dalam gendongannya.

Jantung Illyana kembali seperti tertusuk sembilu mendengar bocah lelaki itu memanggil Diftan dengan sebutan ayah.

'Astaghfirullah, apalagi ini ya Allah. Apa ini rahasia yang dimaksud oleh Cindy tadi.' batin Illyana masih tertegun mengetahui itu semua.

"Ayah, apa itu Bunda yang Ayah janjikan akan datang?" tanya bocah kecil bernama Zidan itu.

"Bunda, Zidan kangen sama Bunda." Zidan berlari pada Illyana.

Illyana yang bingung dan masih syok tidak bisa bicara apa-apa saat Zidan menghampirinya.
Sesaat matanya bertemu pandang dengan mata Diftan. Illyana tidak percaya semua ini. Diftan sudah memiliki seorang putra. "Kenapa kamu tidak jujur padaku Mas, terlalu sulitkah untukmu menceritakan ini semua. Apa sebelumnya kamu pernah menikah sebelum ini. Tapi kenapa saat di depan penghulu statusmu bukanlah seorang duda. Apa kamu menikah di bawah tangan Mas. Lalu kemana ibunya Zidan. Atau jangan-jangan kamu dan ibunya Zidan, kalian melakukan itu sebelum adanya pernikahan." Illyana menebak-nebak dan bertanya sendiri dalam hatinya.

"Astaghfirullahaladzim, jauh kan segala bentuk pikiran buruk dalam hatiku ya Rabb. Aku hanya menginginkan kejujuran suamiku ya Allah, apapun yang akan ia jelaskan nanti insha Allah aku akan menerimanya dengan ikhlas. Bukankah sebuah hubungan jika ingin bertahan lama harus ada kejujuran satu sama lain. Mas, aku ingin kejujuranmu, tentang siapa Zidan, dan siapa ibunya.", ucap Illyana dalam hati saat Zidan mendekatinya.
~~~~~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top