13 | Bimbang - Lanjutan
13
Bimbang
🌤️🌤️🌤️
Angkasa berdeham salah tingkah. Bingung harus berbuat apa setelah beberapa menit berlalu dalam diam. Dia hanya sedang menunggu Cantika membuka obrolan lebih dulu. Tapi sepertinya gadis itu sama sekali tak memiliki keinginan untuk membuka mulutnya.
Damai tadi pamit pergi ke toilet. Ah ... bukan tadi, tapi sudah nyaris setengah jam lalu. Dia bahkan mengajak serta Meda. Yang Angkasa yakini sebagai bentuk usahanya untuk mendekatkan Angkasa dengan gadis berkerudung ini. Sialnya, Angkasa terlanjur setuju.
Iya, setuju. Lantaran terlalu kesal melihat ekspresi Mentari tadi pagi saat mereka berpapasan di depan gerbang rumah mereka. Saat ia keluar dari dari halaman dan memanggil Cantika beserta Meda. Angkasa sengaja tidak menurunkan kaca hitam mobilnya semata agar Eta tidak tahu kalau diam-diam laki-laki itu mengamatinya.
Angkasa ingin tahu bagaimana perasan Eta saat ia abaikan. Dan yah, gagal. Tak ada yang berarti dalam ekspresi gadis bermata biru itu. Hanya dampak datar dan tak peduli. Sepertinya memang hanya Angkasa seorang yang menyimpan rasa. Rasa cinta yang sayangnya bertepuk sebelah tangan. Putus asa, Angkasa langsung meriah ponsel di dasbor dan mengirim pesan WhatsApp pada sang ibu. Semoga saja bukan hanya dia yang setuju membangun hubungan—walau dengan sedikit terpaksa.
"Kamu setuju dijodohkan?" tanya Angkasa setelah beberapa saat berpikir. Semoga ia tidak salah mengangkat topik pembicaraan.
Angkasa sebenarnya tipe manusia yang bisa gampang akrab dengan kenalan baru. Tapi, tidak dengan orang 'dalam tanda kutip'. Tanda kutip yang seperti Cantika maksudnya. Dia terlalu lurus. Angkasa takut salah ceplos dan malah berakhir mempermalukan diri.
Cantika yang semula hendak menyeruput minuman pesanannya, menghentikan gerakan dan menjauhkan sedotan dari bibirnya. Ia mendongak sesaat sebelum kembali menunduk. "Saya terserah Mas Prama," jawabnya pelan. Sangat pelan. Hingga Angkasa harus memajukan posisi duduknya dan memasang telinga tajam-tajam, terlebih suasana food court siang ini begitu ramai. Bunyi denting sendok garpu, serta obrolan dari meja-meja sebelah sedikit mengganggu.
Mengangkat satu alisnya, Angkasa bertanya lagi. "Sekalipun kamu tidak suka?"
"Kalau itu baik buat saya, insyaAllah saya akan suka."
"Bagaimana kamu bisa tahu kalau saya baik buat kamu?"
"Saya sakin Mas Prama menyayangi saya. Karena itu, dia akan selalu memberikan yang terbaik buat saya."
Angkasa kehilangan kata-kata. Sejenak dia bungkam demi menarik napas dalam. Aroma kopi susu berpadu dengan hangat roti tak luput dari penciuman, yang kemudian Angkasa hirup dalam-dalam. Berharap pikirannya yang semrawut bisa sedikit tenang.
Menjalin jari-jemari di atas meja, dia melanjutkan, "Bagaimana kalau nanti ternyata saya tidak sesuai dengan harapan kamu?"
"Harapan?" Cantika mengulang lugu. Dia mengintip Angkasa yang mengangguk sekali melalui bulu-bulu mata lentiknya yang lebat. "Harapan saya sangat tinggi. Tapi, karena saya tahu tidak bisa meraihnya, makanya saya tidak berharap terlalu banyak."
"Memang apa harapan kamu yang tinggi itu?"
"Saya ingin memiliki suami seperti Rosulullah."
"Hah?" Angkasa menelan ludah kelat. Harapan gadis ini bukan lagi tinggi, tapi nyaris mustahil. Jangankan laki-laki seperti Rosul, yang seperti para tabi'in saja belum tentu ada di jaman ini.
"Karena saya tahu itu tidak mungkin," Cantika menambahkan, "saya memilih untuk tidak banyak berharap. Cukuplah suami saya rajin salat dan bisa menghargai saya sebagai istri, sudah."
Tanpa sadar, Angkasa mengembuskan napas lega. Kalau hanya dua hal tersebut, Angkasa jelas memenuhi syarat.
Namun, kenapa dia harus merasa lega? Angkasa yakin dirinya tidak ada keinginan menerima perjodohan ini tanpa tekanan dari Damai. Tapi, entah mengapa hanya dengan terlibat sedikit obrolan dengan Cantika, keyakinan Angkasa jadi mulai bimbang.
Dari gestur tubuh serta gaya bicaranya, Angkasa yakin Cantika tipe perempuan yang cerdas. Cerdas, cantik, pintar masak, agamanya bagus, dan nasabnya jelas. Dia ... sempurna.
Belum puas berbincang, Angkasa kembali memulai, "kenapa hanya salat?"
"Karena kalau salatnya baik, insyaAllah semuanya akan baik."
"Begini, seandainya nanti kita benar berjodoh, tapi ternyata saya tidak rajin salat bagaimana?"
Cantika berkedip polos. Ia mendongak dengan bibir yang membulat dan dua alis bertaut. Ekspresi bodoh yang entah mengapa tampak begitu menggemaskan menurut Angkasa.
"Mas Aang salatnya masih bolong-bolong?"
Angkasa tersedak ludahnya sendiri. Sama sekali tak menyangka kalau pertanyaan konyol itu yang akan Cantika gunakan sebagai tanggapan atas pertanyaannya. "Ya-ya, nggaklah. Sa-saya mah salat rajin." Meski kadang masih suka telat, sih, tambahnya dalam hati. Di akhir kalimat dia nyengir kuda sambil pura-pura berdeham demi menyembunyikan rasa keki.
"Oh, Alhamdulillah kalau begitu."
Kembali kehilangan kata-kata, Angkasa meraih stik kentang di hadapannya. Belum juga stik itu ia makan, ponsel dalam saku kemeja laki-laki itu bergetar. Segera ia ambil setelah sebelumnya mohon izin pada Cantika yang mengangguk mengiyakan.
Pesan WhatsApp dari ... Anuku?
Mata Angkasa membulat menemukan nama kontak gadis bermata biru itu yang mengirim pesan. Buru-buru Angkasa membukanya.
Anuku
Bisa temui gue di depan toilet?
Kening Angkasa berkerut. Ia keluarkan pandangan ke seluruh penjuru untuk mencari keberadaan Mentari yang pasti tak jauh dari sini. Tapi, tak ia temukan.
Mendorong kursi tempat duduknya ke belakang, ia kembali mohon izin keluar sebentar. Yang lagi-lagi Cantika iyakan tanpa banyak bertanya.
Melangkah setengah berlari, Angkasa keluar dari pintu food court menuju ke arah toilet berada.
🌤️🌤️🌤️
"Mas santai ajalah. Semua biar aku yang urus."
Mentari mematikan keran setelah mencuci kedua tangan begitu mendengar suara yang cukup familier dari salah satu bilik toilet, diselingi celoteh cempreng anak kecil yang ia kenal setengah mati. Meda yang menolak dipakaikan popok baru.
"Meda, jangan nakal! Atau mau Bunda tinggal di sini? Mama nggak mau ya gendong kamu kalau kamu nggak pake popok."
Setelahnya, tak terdengar lagi suara penolakan Andromeda. Hanya bunyi kresek samar serta Damai yang melanjutkan obrolan dengan seseorang entah siapa.
"Aku juga tinggal belanja beberapa kebutuhan aja kok. Buat makan malam nanti."
"...."
"Angkasa sudah setuju dijodohin sama Cantika. Makanya aku minta kamu hubungin Prama, minta dia sama orangtuanya datang ke rumah kita nanti malam untuk pembicaraan lebih lanjut."
Kedua kelopak Mentari kontan menutup. Ia memegang pinggiran wastafel erat-erat sebagai penopang bagi tubuhnya yang entah kenapa mendadak terasa berat.
Ia enggan menguping. Tapi, rasa ingin tahunya yang besar mendorongnya untuk tetepa bertahan.
"Haduh, repot, Mas, kalau kita yang ke rumah mereka duluan. Lagian, sekarang jaman tuh udah beda. Nggak selalu harus dari pihak laki-laki yang mulai. Lagian Mas Surya tinggal bilang aja sih, kalau ini cuma undangan makan malam kan?"
"...."
"Aku nunggu kabar baiknya ajalah. Biar nanti aku yang ngomong sama Cantika. Udah dulu deh, Meda ribet nih. Assalamualaikum."
Mentari kembali menghidupkan keran, lalu memabasuk wajah sedikit kasar dan agak terburu-buru. Kemudian memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas dan segera pergi agar tidak ketahuan Damai. Memutuskan menunggu Angkasa di lorong toilet laki-laki.
Benaknya dipenuhi pertanyaan yang terus berulang tanpa ada jawaban. Benarkah Angkasa menerima perjodohan dengan Cantika?
Ah, jangan pikirkan itu dulu. Karena ada yang jauh lebih penting. Nanti malam orangtua Cantika akan datang ke rumah sebelah. Mentari harus menyiapkan kejutan untuk menyambut mereka.
Iya, kejutan. Kejutan manis. Mungkin dengan merebut Angkasa dari Cantika.
Sepertinya itu saja cukup untuk melukai ego Richard Zachwilli bila benarentarj berhasil menggagalkan perjodohan Cantika dan Angkasa.
Memikirkan itu, senyum keji Mentari terbit. Dia bukan perempuan sebaik Nina yang selalu berusaha mendamaikan keluarga mereka dengan keluarga baru Richard. Dia hanya cucu yang sakit hati atas penolakan serta hinaan sang kakek.
Tak salah bukan, kalau dia hanya ingin membalas rasa sakit hati pada pak tua itu?
🌤️🌤️🌤️
Sedikit yaaaa .... Sabaarrr....
Moga secepatnya bisa segera apdet lagiiiiii.
21 April 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top