04 | Jangan Sampai Terjadi!

04
Jangan Sampai Terjadi!
(Suamiku Mantan Calon Kakak Iparku)
⛅⛅⛅

Anu-ku

Be, bayarin dong.
1110001032504426

Angkasa nyaris kesenangan di-chat duluan oleh si Anu semenjak kencan mereka yang gagal. Sudah hampir satu minggu berlalu. Selama itu pula Angkasa malas menghubungi Mentari lebih dulu. Sisi egoisnya menginginkan Eta mencari. Dia ingin tahu arti dirinya bagi gadis itu. Dan sejauh ini, arti Angkasa bagi sang tuan putri tak lebih dari sekadar dompet online. Sekali chat atau nelepon, ujung-ujungnya meminta tagihan belanjaannya dibayar.

Yeah, Mentari!

Angkasa
Lagi bokek. Kemarin uang gue abis dibuat makan malem bareng pacar nggak tahu diri. Setelah kenyang langsung ngajak pulang!

Anu-ku
Nggak mau tahu! Kan udah perjanjian. Lo bakal bayarin semua belanjaan online gue selama kita bareng!

Angkasa
Lha, kalo emang nggak ada mesti gue bayar pake apa dong, Nu? Daun?

Anu-ku
Nggak mungkin uang lo abis. Sini no. Atm sama pinnya! Biar gue yang bayar sendiri.

Eh, anjir!

Astaghfirullah .... Tidak boleh mengumpat! Angkasa menampar pelan bibirnya. Berusaha menahan segala nama jenis binatang yang mengantre di ujung lidah. Refleks dia terduduk dari baring-baring ayamnya. Membaca sekali lagi chat dari Mentari yang ... terlalu berani. Belum jadi istri padahal, sudah main minta nomor ATM dan pin. Apa lagi kalau sudah ijab kabul nanti, bisa-bisa Eta langsung meminta seluruh aset Wiratmadja dipindah atas namanya.

Ini Mentari Anugrah loh. Mentari! Yang kalau di depan Semesta selalu tersenyum manis dengan semburat merah muda di kedua pipinya. Yang jangankan dikasih air minum, air comberan pun akan dia teguk kalau Semesta yang minta. Kenapa jadi matrealistis begini, sih? Padahal dia kaya. Alih-alih cuma bayar belanjaan, minta bulan sekalipun akan ayahnya kabulkan. Ugh, atau ini memang usahanya membuat Angkasa mundur? Tapi maaf-maaf saja, Angkasa tidak sepengecut itu. Kalaupun harus mundur, itu urusan nanti. Setelah dia bosan berjuang. Atau setelah Mentari balik mengejar. Atau bisa jadi setelah cintanya hilang.

Ini masih awal. Belum juga ada sepuluh juta uangnya melayang. Hanya saja ... kenapa ngenes sekali mengejar anak gadis orang? Barangkali karena selama ini ia terbiasa mendapat kode, bukan mengirim kode. Pacar-pacar sebelumnya akan ia dekati bila memang sudah posetif menerima. Yang sok jual mahal akan Angkasa lewati begitu saja. Dia kumbang, dan masih banyak bunga mekar di taman untuk dihinggapi. Pikirnya dulu. Sebelum mawar hitam berduri di sebelah ditinggalkan pemliknya. Mawar hitam yang sejak dulu Angkasa incar.

Angkasa
Nikah sama gue, bakal gue kasih semua yang lo mau!

Anu-ku
Sedang mengetik ....

Dua menit berlalu dan status bar-nya masih belum berubah. Angkasa sampai keluar room chat mereka demi membalas pesan Lani-salah satu mantannya yang masih tidak terima dipututuska. Kesal, Angkasa blokir saja dia. Kemudian kembali mengklik ruang obrolan dengan si calon istri kesayangan. Dan kalimat hijau yang berbaris rapi di bawah namanya membuat ia kesal juga.

"Ini si Anu ngetik apaan, sih? Lama bener!" keluh Angkasa setelah menunggu selama lima menit dan status Mentari masih tidak berubah.

Lalu sekali ponselnya berbunyi, chat yang muncul setelahnya hanya ....

Anu-ku
😒😒😒

Rahang Angkasa nyaris jatuh ke lantai saking lebarnya menganga. Ugh, padahal dia sudah berharap isi pesan Mentari lebih daripada itu. Meminta Angkasa langsung datang ke rumahnya bersama Damai Surya untuk meminang, misal.

Angkasa
Gue serius, Nu!

Anu-ku
Gue juga serius minta bayarin!

Angkasa
Nikah sama gue, tapi!

Centang dua. Biru. Namun tak ada lagi balasan. Angkasa sudah lebih dari sepuluh menit menunggu. Menatap statur bar Eta yang tertulis online. Namun tetap tak ada balasan lagi.

Dan setelah lima belas menit berlalu, Angkasa hanya bisa pasrah. Ia membanting ponselnya ke samping ranjang, disusul punggunya yang ikut rebahan. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Mencoba mencari dosa besarnya di masa lalu melalui kotak-kotak plafon yang tampak remang-remang tertimpa lampu tidur di sisi kanan ranjang. Satu-satunya sumber pencahayaan yang ia biarkan menyala.

Jam di dinding sudah menunjuk angka satu. Tapi, mata Angkasa belum juga mau terpejam. Sejak tadi kantuknya belum juga datang.

Sesungguhnya, dia memang menunggu Mentari mengirim pesan. Ingin tahu kabar gadis itu. Meski rumah mereka hanya terpisah oleh jalan komplek, keduanya sudah jarang sekali bertemu sejak pertunangan Eta dan Semesta batal. Mentari tak lagi pernah datang ke sini, kecuali bila ada keperluan penting. Seperti mengantarkan kue buatan Nina yang dibagikan-bagikan ke para tetangga.

Angkasa sendiri sibuk bekerja. Berangkat jam tujuh pagi, sampai di rumah maghrib kalau jalanan Jakarta sedang lancar. Sabtu-Minggu ia gunakan untuk tidur sampai jam sepuluh. Siangnya menemani Meda bermain. Sorenya kadang ia berusaha keluar rumah hanya untuk melihat Mentari yang barangkali berbicara sendiri di teras rumahnya dengan para kucing. Hanya itu. Karena untuk mendekat lebih dari pada itu, Angkasa masih beluk punya nyali. Terlebih bila ada Rafdi. Bisa-bisa, sebelum kaki Angkasa menginjak teras rumah sebelah, kepalanya sudah lolos duluan.

Dan kalau ditanya apa yang membuat dia menyukai cewek super manja seperti anak tetangga itu, jawabannya ... tidak tahu. Perasaan itu muncul entah sejak kapan. Mungkin saat mereka bertemu pertama kali saat adegan tawuran antar sekolah Kebanggaan Bangsa dan Maju Terus nyaris sepuluh tahun lalu. Atau saat Surya memperkenalkan mereka pertama kali saat Angkasa di ketahui sebagai anak kandung surya. Yang pasti, Angkasa mulai merasa tidak nyaman melihat Eta dengan laki-laki lain semenjak Semesta mendeklarasikan bahwa gadis itu adalah ... tunangannya.

Pusing dengan Segal isi batok kepalanya, Angkasa bangkit berdiri. Melangkah cepat keluar dari kamar menuju ruang olahraga Surya. Meninggalkan ponsel yang tergeletak di ranjang dengan layar berkedip-kedip.

Sejak Mentari mencela perutnya yang mulai buncit, Angkasa jadi rutin mengunjungi ruang olahraga Surya. Nyaris tiap pagi dia berlari di atas treadmill. Damai yang amat sangat jarang melihatnya olahraga sempat mengejek

"Kamu mimpi apa semalem, tumben mau ke ruang olahraga Papa?"

Angkasa pura-pura tak acuh kala itu dan menyahut sekenanya, "Biar nggak gendut!"

"Bah, udah sadar kalau mulai buncit? Bentar lagi lahiran tuh perut kalo di biarin males! Lihat tuh Mesta sama Papa kamu. Rajin olahraga, jadi tubuhnya bagus."

Dan ujung-ujungnya dia mendapat siraman rohani pagi dari Damai tentang pentingnya berkeringat. Surya yang baru turun dari lantai atas untuk sarapan pun ikut menimpali. Angkasa jadi menyesal menanggapi pertanyaan Damai sebelumnya.

Setidaknya, satu minggu ini perut Angkasa lebih kecil dua centi. Dan itu semua bermula dari hinaan Mentari. Entah ia harus bersyukur atau bagaimana. Hanya demi Mentari, dia bahkan rela melakukan ini. Kalau sampai usahanya membuat gadis itu jatuh cinta gagal juga, entahlah bagimana akhirnya. Mungkin Angkasa akan langsung menaiki gunung lewati lembah demi mencari dukun sakti untuk memelet sulung Rafdi Zachwilli. Pelet sama ayahnya sekalian biar sekali dayung dua pulau terlampaui.

Ponsel di kamar Angkasa berhenti berkedip. Satu panggilan tak terjawab dari Anu-ku. Disusul satu kali getar samar sebagai tanda notifikasi. Saru chat kembali masuk. Screen head ponsel pintar itu menampilkan sederet kalimat pendek sebelum layarnya berubah hitam.

Anu-ku
Kalo lo udah bisa jadi semesta di mata gue, gue mau.

⛅⛅⛅

Angkasa-satu jam kemudian
Ini Semestanya Rinai apa semesta dunia?

Angkasa
Nu?

Angkasa
Nu?

Angkasa
Anu Geraaahhh .... Wooyyy ... gue serius nanya!


Dan malam ini ... Mentari sukses membuat Angkasa tidak bisa tidur demi mengecek status chat-nya yang ... centang satu. Lagu Veristina yang mengalun dari speaker di sudut kamar membikin sulung Wiratmadja itu tambah nelangsa.

Ditelepon nggak bisa

Di sms nggak dibales

Apa sih, maumu?

"Aaarrggghh ...." teriak Angkasa bersamaan suara kokok ayam di kejauhan.

Omong-omong, siapa yag memelihara ayam di lingkungan komplek perumahan elit ini?!

Sementara itu ....

Di seberang rumah, Mentari duduk bersandar pada kepala ranjang. Ponsel dalam genggamannya dimatikan. Ia kesal pada Angkasa yang tidak mau membayarkan tagihan belanjaannya malam ini. Padahal cuma kalung kucing untuk Bulbul yang hilang tadi sore. Harganya tidak sampai seratus ribu padahal. Lebih sih, kalau dihitung dengan ongkos kirimnya, karena pengiriman dari China.

Mendesah, ia lempar benda pipih persegi itu hingga jatuh ke ujung ranjang. Matanya nyalang memerhatikan plafon kamar yang temaram karena lampunya sudah dimatikan. Menyisakan pencahayaan dari night lump di nakas. Membaringkan diri, ia berguling hingga posisinya menjadi tengkurap. Kepalanya menghadap bingkai foto yang terpajang di meja samping ranjang.

Ada gambar sosok pemuda berwajah datar di sana. Berdampingan dengan rupanya yang tersenyum ceria. Foto itu ia ambil di kamar mantan tunangannya. Saat ia membuatkan kopi bagi laki-laki itu yang katanya terasa buruk. Padahal Mentari sudah mengusahakan yang terbaik. Beberapa kali mengulang takaran dengan dibantu asisten rumah tangga demi bisa menyenangkannya yang tengah kalut. Tapi pada akhirnya kopi penuh perjuangan dan cinta itu hanya dicicipi seteguk.

Ah, Semesta.

Dia sudah menjadi milik orang lain, tapi bayang-bayangnya tak pernah hengkang dari otak Eta. Menempel kuat di sana, membuat ia sakit setiap kali memikirkannya.

Lebih dari separuh hidupnya ia habiskan untuk mencintai Semesta. Hingga ia tak yakin ada Adam lain yang mampu melengserkan tahta laki-laki itu dari singgasana hatinya. Apalagi hanya seorang Angkasa Muda yang selengean dan jarang serius.

Dan kalaupun Angkasa bisa membuat ia percaya lagi untuk jatuh cinta, tidak lucu kan menikah dengan mantan calon adik ipar?

Ya kali, nanti ceritanya berjudul 'Suamiku Kakak Mantan Calon Suamiku' atau parahnya 'Suamiku Mantan Calon Kakak Iparku'. Iyuh!

Menggeleng geli, Mentari segera menarik bed cover di bawah kakinya. Kemudian mengubur diri dengan kain tebal itu daripada memikirkan bersuami Angkasa.

Tapi, tunggu? Kenapa pula ia bisa berpikir sejauh itu?

Bersuami Angkasa? Oh, no! Otaknya pasti sudah mulai eror lantaran akhir-akhir ini ia terlalu sering bergadang sejak ditinggal menikah Semesta beberapa bulan lalu.

Dan satu hal yang baru Mentari sadari. Memikirkan Angkasa jauh lebih memusingkan daripada berusaha mencari jawaban dari tanya tak terjawab yang sering ia lamunkan. Tentang, kenapa Semesta bisa jatuh cinta pada Rinai yang jarang mandi ketimbang dirinya yang mirip Barbie?

⛅⛅⛅

Wkwkwkw ... biarlah dikit, yang penting apdetnya🐵

Bdw, ada yang bisa jawab pertanyaan Eta di paragraf terakhir?😂😂😂



14 Februari 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top