05| Mantan kekasih Ferrish

Sekarang aku sedang berada di balkon kamarku menikmati sore indah dengan pemandangan depan rumah yang yahut.

Kak Eghi yang cakepnya ke mana-mana sekarang sedang mencuci mobil di halaman rumahnya. Sudah cakep, baik, rajin pula. Paket komplit pokoknya.

Tetapi pemandangan indah itu sontak lenyap ketika tetangga sebelah rumahku alias Ferrish muncul di balkonnya. Benar-benar merusak moodku.

Dengan garang aku melotot ke arahnya dan berharap dia ketakutan kemudian masuk kembali ke dalam kamarnya. Namun, bukannya ketakutan, Ferrish malah tak acuh. Ia bahkan berlagak tak melihatku. Sungguh menyebalkan.

Ferrish duduk di kursi yang berada di balkonnya dan tampak sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Uhuk...uhuk...." Aku pura-pura terbatuk. Ferrish mulai melirikku, kemudian dia kembali fokus dengan ponselnya.

Aku benar-benar tak diacuhkan.

Aku mendengus. Mentang-mentang sedang galau sombong banget.

Tanpa basa-basi aku langsung masuk ke dalam kamarku dan menyambar gitar kesayanganku. Setelah itu aku langsung kembali ke balkon dan duduk manis di kursi sambil memainkan gitarku. Ini adalah gitar ajaib perusak mood Ferrish. Ya, Ferrish memang sangat tidak suka ketika aku memainkan gitar sambil bernyanyi. Padahal suaraku merdu banget!

Aku mulai memtik senar pada gitarku sambil memikirkan lagu apa yang cocok untuk orang galau. Lalu, aku ingat sebuah lagu dari Lyla yang berjudul Mantan Kekasihku.

Jreeeeng....

"Aku terpaksa menangis, aku terpaksa merintih.

Cahayaku semakin redup, memilukan.

Kau masih bisa kulihat, suaramu masih kudengar.

Namun kenyataan ini mengharukan.

Seseorang di sana telah memilikimu.

Aku kan berdosa bila merindukanmu..."

Ferrish menoleh ke arahku. Ekspresi wajahnya tampak begitu kesal. Dan melihat ekspresinya itu entah kenapa malah membuatku senang.

"Mantan kekasihku, jangan kau lupakan aku...."

Kini aku menyanyikan lirik ini dengan muka songong.

"Lo berisik banget sih, Moz!" serunya sebal.

"Lhoh, kenapa? Lagunya nggak pas, ya? Ya udah ganti lagu, deh," kataku seraya kembali mematik gitarku.

Aku menarik napas dalam sebelum kembali menyanyikan sebuah lagu khusus untuk Ferrish.

"Aku yang tak pernah bisa lupakan dirinya, yang kini hadir di antara kita

Namun ku juga takkan bisa menepis bayangmu

Yang selama ini temani hidupku"

Ekspresi wajah Ferrish semakin datar. Menandakan bahwa saat ini dia sedang sangat kesal. Hal ini memberiku kepuasan tersendiri. Wah, mengerjai Ferrish ternyata menyenangkan dan sangat asyik!

"Maafkan aku, menduakan cintamu

Berat rasa hatiku tinggalkan dirinya

Dan demi waktu yang bergulir disampingmu

Maafkanlah diriku, sepenuh hatimu

Seandainya bila kubisa memilih....."

Aku yakin saat ini hati Ferrish pasti sedang teriris-iris. Ya Tuhan, kenapa jadi jahat itu semenyenangkan ini? Kan aku jadi ketagihan.

"Kalau saja waktu itu, ku tak jumpa dirinya mungkin semua takkan seperti ini

Dirimu dan dirinya kini ada dihatiku

Membawa aku dalam keahncuran...."

Dan tiba-tiba aku melihat sandal melayang ke arahku. Sontak aku berteriak sembari menunduk, menghindari sandal terbang itu.

Aku menatap tak percaya ke arah Ferrish. "Lo pikir gue maling apa, lo timpuk sandal kayak gitu!" kataku kesal.

"Makanya nggak usah rese," balasnya.

Karena kesal, akhirnya aku mengambil sandal Ferrish yang tergelatak tak berdaya di balkonku, lalu membuangnya ke arah jalan raya yang ada di hadapanku.

"Woiii sandal gue!" teriak Ferrish sambil mengikuti arah terbangnya sandal butut tersebut.

Aku tertawa senang melihat Ferrish yang tampak terkejut itu. Namun, tanpa diduga, sandal yang kulempar tadi mengenai seorang gadis yang baru saja berjalan di depan rumahku. Gadis itu tampak kaget dan langsung menoleh ke sana kemari yang membuatku meringis.

"Sorry nggak sengaja," teriakku dari atas balkon.

Gadis itu menengadah, menatap ke arahku. Ia mengangguk dan tersenyum memaklumi.

Aku mengernyitkan dahi, mencoba mengingat-ingat gadis berambut panjang itu. Aku merasa pernah melihat gadis itu. Tapi di mana?

"Masha...," gumam Ferrish yang membuatku menoleh ke arahnya. Saat ini Ferrish tengah memandangi gadis itu dengan ekspresi bingung.

Ah, Masha. Pacar Ferrish. Atau lebih tepatnya mantan Ferrish.

Buru-buru Ferrish berjalan memasuki kamarnya. Kemungkinan ia akan turun ke bawah untuk menemui gadis itu. Dan benar saja, tak lama kemudian aku melihat Ferrish berada di halaman rumahnya, membukakan gerbang untuk Masha. Namun, sepertinya Ferrish tak mempersilakan Masha masuk ke dalam rumah karena mereka berdiri di ambang gerbang.

Dari sini, kulihat mereka sedang mengobrol serius. Aku terkesiap ketika melihat Masha yang sudah menangis. Aku sendiri tak tahu Ferrish sedang menampakkan ekspresi apa karena posisinya membelakangiku.

Lalu, aku menoleh ke arah Kak Eghi yang sudah berhenti dari kegiatannya mencuci mobil. Ia menatapku seolah bertanya ada apa dengan Masha dan Ferrish. Aku mengangkat kedua bahuku sebagai respons bahwa aku tak tahu apa yang sedang terjadi di bawah sana.

"Moz ..., Moza!" teriak Ferrish memanggil namaku.

Aku yang terkejut sontak menatap Ferrish. "Apa?" tanyaku.

"Lo tahu nomer ponselnya Tejo kan? Hubungin dia gih, suruh jemput nih cewek," ucapnya terdengar dingin dan menusuk.

Aku hanya bisa berdiri di balkonku tanpa tahu harus berbuat apa. Sedangkan Ferrish kini sudah kembali ke dalam rumahnya, meninggalkan Masha yang sudah menangis sesenggukkan.

Kemudian aku mulai terduduk di lantai balkonku sambil memeluk gitar kesayanganku.

Aku tak menyangka Ferrish akan setega itu kepada Masha. Iya, Masha selingkuh. Tapi kan dia cewek. Kasihan kalau diperlakukan seperti itu meskipun mungkin Masha berhak menerimanya karena sudah membuat hati Ferrish patah.

***

Seperti malam hariku biasanya, aku sedang duduk di kursi di balkon kamarku menunggu kemunculan Kak Eghi di balkon kamarnya. Biasanya, jam segini Kak Eghi akan duduk di balkonnya sambil menikmati kopi. Namun, malam ini dia ke mana? Kenapa belum muncul juga?

"Apa lagi sih, Sha, yang pengen lo omongin?" kata seseorang jengkel. Itu suara Ferrish. Dengan segera aku duduk di lantai balkonku, menyembunyikan diri dari Ferrish. Yah, sebenarnya aku ingin menguping pembicaraan Ferrish dengan mantannya.

"Kita udah putus, Sha. Gue nggak bisa balikan lagi sama lo. Gue udah pernah ngasih lo kesempatan sekali, tapi lo sia-siain kesempatan itu buat selingkuh sama Tejo. Gue nggak bisa ngasih kesempatan lo lagi. Jika lo bahagia sama Tejo ya udah. Gue mundur," ucap Ferrish sedikit lebih tenang, tapi aku tahu kalau Ferrish bener-bener sakit hati. Banget.

"Malam sayang Moza, " sapa suara dari dalam kamarku.

Dennis!

Seketika aku langsung menoleh ke arah dalam kamarku. Saat ini kulihat cowok itu tengah berjalan santai menuju kasurku. Kepala tampak menoleh ke segala arah, mencariku. Dan ketika melihatku, sontak senyum lebarnya terbit.

"Ngapain sih, duduk di situ?" tanyanya seraya mendekat ke arahku.

Aku meletakkan jari telunjuk ke bibirku, mengisyaratkan Dennis untuk diam. Namun, tentu saja cowok itu tak mengerti maksudku.

"Apa, sih?" tanyanya lagi.

Segera aku menarik tangan Dennis yang membuatnya terduduk di sebelahku. Aku menekan kepalanya agar tak menyembul dan membuat kami ketahuan.

"Diem nggak usah banyak omong!" bisikku sambil membungkam mulutnya dengan tanganku.

Dennis mengangguk. Kemudian mulai kulepas tanganku dari mulutnya.

"Udah deh Sha, kalau lo sayang sama gue, lo gak bakalan selingkuh," kata Ferrish tegas.

"Oh, lo lagi nguping pembicaraannya Ferrish, ya?" bisik Dennis.

Aku mengangguk dan memamerkan cengiran lebar.

"Ferrish lagi berantem sama Masha, ya?" tanya Dennis masih berbisik.

"Iya. Dan ternyata mereka udah putus," jawabku ikut berbisik.

"Kasihan Ferrish. Padahal dia cinta banget sama Masha."

"Masak sih, Denn?" tanyaku penasaran.

Dennis hanya mengangguk yakin.

"Ayang Moza jangan selingkuhin gue, ya. Gue kan cinta mati sama lo," ucap Dennis yang membuatku menjitak kepalanya. "Aduh, sakit kali Moz," ucapnya sambil mengusap-ucap kepalanya.

"Makanya kalau ngomong nggak usah sembarangan!" kataku kesal sendiri.

"Bercanda Moz, bercanda."

Tanpa mempedulikan Dennis lagi, aku langsung diam dan kembali mendengarkan percakapan Ferrish. Namun, setelah beberapa saat, tak lagi kudengar ucapan Ferrish. Apa mereka sudah selesai berantemnya?

Kurasakan ponsel yang berada di sakuku bergetar. Tanpa melihat ID sang penelpon, aku langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo?" kataku sambil berbisik.

"Lo ngapain di situ? Bangun lo berdua!" teriak sang penelpon.

Mati! Ini suara Ferrish. Kami ketahuan!

Dan dengan segera kuintip balkon sebelah. Di sana aku melihat Ferrish sedang menatapku tajam dengan ponsel menempel pada telinganya.

"Hai Ferrish," sapaku sambil cengengesan.

"Hai," sapanya balik sambil memasang ekspresi datar.

"Wah udah malam ya, gue pulang dulu Moz," ucap Dennis yang ikut berdiri di sampingku. "Bye Moza, bye Ferrish." Dennis melambaikan tangan ke arahku dan Ferrish, sejurus kemudian ia sudah ngacir masuk ke kamarku dan menghilang ke arah pintu. Dennis kabur!

"Udah malam, Moza bobok," kataku menirukan salah satu iklan di TV. Dan setelahnya aku lari ke dalam kamarku.

"Woi! Kurang ajar lo berdua! Awas lo besok!" teriak Ferrish kesetanan.

Ya Tuhan, selamatkanlah aku besok dari setan satu bernama Ferrish. 

---------------------------------

[repost-19.08.2020]

Halo! 

Adakah yang ingat iklan yang diomongin Moza, nggak? haha

(ada yang tau ini cast siapa?)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top