26. Sepanjang usia

Cinta semakin tergesa-gesa untuk menyelesaikan mandinya ketika tangisan Aresh terdengar. Ia segera menggendong Aresh setelah keluar dari kamar mandi. Tangisan Aresh langsung terdiam, saat apa yang diinginkannya telah didapat. Meminum ASI dari bundanya secara langsung.

Senyum simpul Cinta tersungging. Melihat Rendra yang tampak tenang dengan mainannya. Di usia yang sebentar lagi menginjak enam bulan, Rendra dan Aresh semakin aktif. Berguling dari posisi telentang ke tengkurap. Kemudian mencoba menggerakkan kakinya. Seakan mempersiapkan diri untuk kemampuan baru yang akan dicapainya beberapa bulan lagi, yaitu merangkak dan bergerak maju. Hal ini membuat Cinta tak pernah meninggalkan mereka di ranjang atau permukaan tinggi lainnya, di mana keduanya bisa berguling tanpa sadar hingga terjatuh dan terluka.

Perlahan, Cinta menghampiri Raka yang masih tertidur di ranjang. Melihat wajah letih Raka, membuat Cinta tak tega membangunkannya. Namun, ia tak bisa menjaga si kembar sendirian. Ibu mertuanya dan juga kakak iparnya, Zayn, sedang tidak berada di rumah hingga esok hari. Terlebih jika Tita sudah pulang sekolah nanti. Pekerjaannya otomatis akan bertambah.

"Ayah, bangun! Sudah siang ini," seru Cinta setelah melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Raka bergeming. Hari liburnya memang biasa digunakan untuk tidur sesuka hati. Terlebih dirinya baru saja pulang pukul tiga pagi tadi.

"Ayah!!! Bangun!" Ulang Cinta yang masih berusaha membangunkan suaminya, Raka.

"Hmmm," gumam Raka.

"Bangun, Bang!!!" Seru Cinta yang mulai kesal.

Tangan kanannya terulur, lantas menarik hidung mancung Raka dengan keras. Erangan memekik pun terdengar dari Raka.

"Sakit, Yang!" Erang Raka.

"Bangun dong! Bunda nggak bisa menjaga Rendra dan Aresh sendirian," tutur Cinta kesal.

Raka membuka matanya setelah duduk bersandar di kepala ranjang. Ia memerhatikan istrinya yang sedang menyusui Aresh di sampingnya. Diciumnya Aresh dengan gemas. Sesekali mengganggu menjahili Aresh hingga menangis. Membuat Cinta hanya menghela napas beratnya.

"Gemes," ujar Raka setelah mencium pipi Cinta, bersamaaan saat mendapatkan tatapan tajam dari istrinya itu.

"Mandi gih sana! Sarapan, terus jagain Rendra!" Perintah Cinta yang mencoba menenangkan Aresh.

"Iya, Bunda Sayang," sahut Raka sebelum beranjak dari ranjang.

Diciumnya kening Cinta sebelum melihat Rendra yang sedang asyik bermain di baby box-nya. Raka terkekeh kecil ketika melihat Rendra sedang tengkurap dan mencoba untuk merangkak. Ia pun membalikkan tubuh mungil Rendra agar terlentang kembali.

"Kamu mau lari, Rend," ucap Raka yang gemas melihat Rendra mengangkat kakinya tinggi-tinggi.

Gumaman khas Rendra pun menyahuti ucapan ayahnya. Membuat Raka mencium pipi gembilnya dengan gemas.

"Ayah, mandi!" Seru Cinta lagi.

"Iya, Bunda," sahut Raka santai sebelum beranjak ke kamar mandi.

Setelah mandi, Raka segera menuju dapur untuk mencari makanan. Ini kali pertama dirinya dan Cinta hanya berdua di rumah besar kedua orang tuanya setelah memiliki anak. Dilihatnya makanan yang sudah mbok Ranti siapkan untuknya, namun ia tak berselera memakannya. Ia pun membuat sandwich, segelas susu coklat dan segelas kopi hitam untuk sarapan, lantas membawanya ke kamar.

"Mbok kemana, Sayang?" tanya Raka sembari meletakkan nampan kayu berisi sarapannya di atas meja.

"Ke pasar," sahut Cinta singkat, "Ayah bikin sandwich?" tanya Cinta.

"Huum, nggak lapar. Bunda sudah makan?" tanya Raka yang disambut gelengan kepala dari Cinta.

"Aaa ...," titah Raka saat menyuapkan sepotong sandwich kepada Cinta.

Cinta menggigit sandwich itu dengan perlahan. Raka tahu kebiasaan jelek istrinya saat dirinya di rumah. Cinta akan menunggunya terbangun, hanya untuk bisa makan bersama. Dengan gemas, Raka mencium bibir Cinta sekilas.

"Jangan telat makan, Sayang! Nanti sakit," ujar Raka memberi nasehat.

"Abang juga!" Protes Cinta.

"Protes lagi! Kalau kamu sakit, nanti Rendra sama Aresh juga bisa sakit, Bunda," tutur Raka menyuapi Cinta lagi, "Aresh belum tidur?" tanya Raka.

"Sudah, tapi kalau ditaruh di tempat tidur, dia bangun lagi. Badannya agak hangat, dari tadi rewel," keluh Cinta.

Raka mengecek suhu tubuh Aresh. Tangan kanannya menyentuh dahi Aresh, lantas berpindah menyentuh dahi Rendra, "Iya, sedikit hangat. Kita ke dokter saja bagaimana?" tanya Raka.

"Nggak perlu, Yah. Aresh biasa kayak gini kalau habis di imunisasi. Yang penting, dia masih aktif dan mau minum susunya. Kalau demamnya semakin naik, baru kita ke dokter," jelas Cinta.

Raka mencium kening Aresh dengan penuh sayang, "Jangan kenapa-kenapa ya, Sayang!" Ujar Raka yang membuat Cinta tersenyum bahagia.

Perlahan, Cinta mencoba merebahkan tubuh mungil Aresh di atas ranjangnya. Ia merasa tak tega meninggalkan Rendra terlalu lama dengan ayahnya. Entah apa yang dilakukan Raka hingga suara ocehan Rendra tak terdengar sama sekali. Cinta segera beranjak keluar dari kamar, setelah berhasil menidurkan Aresh di ranjangnya.

Helaan napas berat Cinta berembus, memandang Raka yang sedang asyik bermain PS di ruang keluarga. Rendra pun tampak sangat nyaman tertidur di dada ayahnya yang entah sejak kapan. Botol susu pun tampak terjatuh di bawah sofa bed. Tanpa Raka sadari, Cinta sudah berada di belakangnya dan berhasil mengabadikan tingkah konyolnya yang membuat istrinya emosi.

Cinta berdeham, "Anteng banget, Pak," sindir Cinta.

"Antenglah, Ayah pintar kan?" sahut Raka disela-sela permainannya.

Cinta berjalan cepat ke arah layar datar besar di ruangan itu, lantas mematikannya dengan kesal.

"Astaghfirullahhal'adzim, Bunda," seru Raka spontan, "Ko dimatikan sih?" gerutu Raka.

"Game over!" Ucap Cinta lugas sebelum mengambil Rendra dan menggendongnya.

"Ayah sebentar lagi menang, Bund! Dari mana game over-nya coba," geram Raka melihat Cinta membawa Rendra ke dalam kamar.

"Argh!" Pekik Raka sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

Cinta meng-upload foto yang baru saja diambilnya ke akun instagram setelah meletakkan Rendra di baby box. Ia memberikan sebuah caption yang mewakili isi hatinya. Sebuah quote dari seorang motivator yang sangat terkenal.

"Bersabar adalah tetap merasa marah, tapi tidak berlaku yang merendahkan diri dan merusak hubungan baik dengan sesama." - Mario Teguh 😑

#bondingtime #rendra #raka #confused

Kedua matanya memejam, setelah merebahkan tubuhnya di samping Aresh. Ada sisa sedikit waktu untuk beristirahat, sebelum Tita pulang dari sekolah.

---

Tita terbangun dari tidurnya, saat mendengar suara tangisan Aresh. Ia terdiam melihat Cinta yang terlihat bingung untuk menenangkan Aresh yang sedang menangis dari atas ranjang king size Cinta. Ia berjalan ke arah baby box Rendra, kala mendengar suara tangisan Rendra.

"Amma, Dek Rendra ko hangat badannya?" tutur Tita bersamaan dengan tangan kanannya yang mengusap-usap pipi Rendra.

"Hangat?" tanya Cinta semakin bingung, "Kak Tita, tolong kasih susunya sama Dek Rendra ya," pinta Cinta sembari memberikan botol susu yang berisi ASI.

Tita mengangguk patuh. Perlahan, Ia memasukkan moncong botol susu yang dipegangnya ke mulut Rendra. Kedua sisi bibirnya tersinggung ke atas, melihat Rendra sangat lahap meminum susunya.

"Aresh, kenapa? Ko nggak mau minum susunya, Sayang?" ucap Cinta khawatir ketika ASI yang diberikannya langsung ditolak oleh Aresh.

Aresh terus saja menangis. Suhu tubuhnya semakin tinggi. Pandangan Cinta pun mulai mengabur, ketika air bening sudah bergumul di kedua matanya. Dalam hati, ia berteriak memanggil nama Raka. Ia teringat ucapan Raka saat berpamitan kepadanya sebelum pergi mengambil berkas penting di kantor. Raka mengatakan jika dirinya hanya keluar sebentar. Namun hingga detik ini, Raka tak kunjung pulang. Jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Mbak Cinta, Dek Aresh kenapa?" tanya mbok Ranti yang baru memasuki kamar Cinta.

"Badannya panas, Mbok. Dia juga nggak mau minum susunya," cerita Cinta menahan air matanya.

"Amma, telpon Ibun aja," timpal Tita.

"Iya, Mbak. Bagaimana kalau saya telponkan Bu Cherry sekarang?" tanya Mbok Ranti yang hanya dibalas anggukan kepala dari Cinta.

"Kak Tita jagain Dek Rendra-nya. Mbok telpon Ibun dulu," pamit mbok Ranti.

"Iya, Mbok," balas Tita.

Cinta mengusap air mata Aresh diiringi sebulir air matanya yang menetes, "Aresh sabar ya, kita tunggu Ibun datang!" Ujar Cinta mencoba menenangkan dirinya dan Aresh.

"Mbak, Bu Cherry sedang di jalan, sebentar lagi sampai. Ibu memang akan menginap di sini untuk menemani Kak Tita sampai Den Zayn pulang. Kata Ibu, coba disusuin lagi," ucap mbok Ranti.

"Terima kasih, Mbok," ucap Cinta lirih.

---

Cinta mendongakkan kepalanya ketika pintu kamarnya terbuka oleh suaminya, Raka. Ia kembali memandang Aresh dan Rendra yang tertidur bersebelahan di sampingnya. Raka berjalan santai menghampiri istri dan kedua anaknya yang berada di atas ranjang.

"Mereka baru tidur, jangan membangunkan mereka!" Cegah Cinta kala Raka ingin mencium dan menyentuh si kembar.

"Is everything okay?" tanya Raka memastikan saat melihat raut wajah Cinta yang sangat membuatnya khawatir.

Cinta menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya. Kemudian ia terbangun, dan beranjak menuju kamar mandi. Ia mencuci wajahnya di wastafel kala air matanya menetes. Berulang kali ia mencuci wajahnya, hingga tak sadar jika Raka sudah berada di samping.

"Ada apa, Ta? Apa Abang salah?" tanya Raka khawatir, "maaf, tadi berkasnya terselip. Jadi lama mencarinya." Raka menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di kantornya.

Cinta menoleh ke arah Raka. Ia menatap suaminya dengan tatapan nanar, "Bolehkah aku egois sama kamu?" tanya Cinta menahan sesak di dadanya.

"Silakan," ucap Raka sembari menatap kedua mata Cinta yang memerah.

"Aku mau kamu keluar dari BIN, bisa?" tanya Cinta diiringi air matanya yang menetes, membuat Raka terdiam membeku saat mendengar permintaannya.

"Aku, Rendra dan Aresh membutuhkan kamu di sini. Aku mau, kamu bekerja seperti orang-orang biasanya. Aku mau, kamu ada bersama kami saat malam hari," ungkap Cinta, "Aresh dan Rendra sakit tadi. Demam Aresh meninggi, sampai dia nggak mau meminum susunya. Kalau saja Kak Cherry nggak datang, mungkin Aresh di rumah sakit sekarang. Aku belum bisa menjaga mereka sendirian, Ka. Aku belum mampu melakukannya sendiri."

"Kami nggak akan minta apa-apa sama kamu. Kami cuma ingin, meminta waktu kamu agar bisa dibagi dengan rata. Bukan cuma negara yang membutuhkan kamu, kami juga," ucap Cinta sembari menangis.

"Kamu tahu, apa yang aku rasakan saat Mama memintaku untuk keluar dari Denbravo?" tanya Raka dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

"Rasanya seperti, saat kamu memutuskan hubungan kita secara sepihak waktu itu," jelas Raka yang membuat air mata Cinta semakin mengalir dengan deras, "Mama, kamu dan anak-anak, adalah kebahagianku, Ta. Begitu juga dengan pekerjaanku yang sekarang. I love this job. Dan sekarang, kamu juga akan mengambil separuh kebahagiaanku? Seperti Mama?!" Ujar Raka yang merasa tubuhnya melemas.

Cinta menangis tergugu. Ia membiarkan air matanya mengalir begitu saja. Menatap Raka tanpa berkedip.

"Maafkan aku, Ta. Aku nggak bisa. Dan aku mohon, jangan memberikan pilihan yang sulit untukku. Kamu yang memilihku menjadi suami kamu, bisakah kamu menerimaku yang seperti ini?" tanya Raka memohon, namun hanya kebisuan Cinta yang menjawabnya.

Raka menangkup wajah sendu Cinta dengan kedua tangannya, "Mati itu adalah kepastian, sedangkan hidup adalah pilihan. Hidup menawarkan begitu banyak pilihan. Namun dalam waktu yang singkat, kita sudah cukup menentukan pilihan. Tapi, untuk bertahan dengan pilihan itu, mungkin kita harus menghabiskan sisa usia yang kita miliki. Karena hal yang tersulit dalam hidup ini bukanlah tentang memilih, tapi tetap bertahan kepada pilihan itu." Raka mencoba memberikan pengertian kepada istrinya, Cinta.

"Aku dan kamu sudah menentukan pilihan. Dan kita sudah berjanji, untuk sama-sama berjuang dan bertahan dengan apa yang sudah menjadi pilihan kita bersama. Abang sudah mencoba membagi seluruh waktu Abang untuk kamu, anak-anak dan pekerjaan, semampu Abang. Abang mohon, jangan meminta Abang untuk memilih antara kalian dan pekerjaan! Abang mohon, Ta," pinta Raka untuk terakhir kalinya.

"Maafkan Cinta, Bang. Maaf," ujar Cinta yang sudah berlaku egois kepada Raka.

Raka mengangguk, lantas memeluk Cinta dengan erat, "Abang mengerti. Kamu kecapekan, Sayang. Maafkan, Abang."

Raka meminta maaf karena selama ini selalu saja tak bisa menjadi suami sekaligus ayah yang bisa diandalkan untuk istri dan kedua anaknya. Pelukan Cinta semakin mengerat. Memberi tanda bahwa dirinya akan mencoba selalu bersabar dalam keadaan apa pun, jika Raka tak ada di sampingnya. Raka mengecup kening Cinta dengan penuh sayang. Mencoba menenangkan istrinya yang sedang resah dan cemas karena kedua anaknya sakit.

Tbc.

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top