23. Hari bahagia

Raka tersenyum menatap sebuah kotak yang berisi barang pesanannya. Pesanan yang dipesannya khusus dari luar negeri untuk istrinya, Cinta. Dibukanya kotak itu dengan perlahan. Kemudian mengeluarkan barang yang berada di dalam kotak itu. Sebuah tas dan sepatu branded dari Kota Mode yang sangat terkenal di Dunia, sebagai hadiah pengganti agar Cinta tak mengenakan sepatu high heels yang membuatnya sangat kesal.

Jika mengingat kejadian itu, Raka merasa benar-benar diuji kesabarannya dalam menghadapi mood Cinta yang sangat tak stabil selama masa kehamilan. Ia pun tak akan pernah lupa, sepenggal caption lucu yang terselip di instagram istrinya. Ketika foto sepasang high heel yang menjadi lakon dalam dramanya bersama Cinta terpampang di sana.

Drama hari ini, Me vs High heels. 😈

#bye #poorcinta

"Sayang, hei!" Teriak Raka yang baru saja turun dari mobilnya.

Ia berlari mengejar Cinta yang berjalan mendahuluinya karena sedang marah. Cinta membuang sepatu high heel-nya sembarangan ke arah tong sampah di halaman depan rumah kedua orang tua Raka. Kemudian berjalan cepat memasuki rumah. Raka menghela napasnya dengan kasar. Dipungutnya sepatu high heel itu dan membawanya masuk ke dalam rumah menyusul istrinya, Cinta.

"Ali! Itu Illy kenapa? Kalian ribut lagi?" tanya Refa, mama Raka.

Raka menyapu bibirnya, lantas mengigit bibir bagian bawahnya sembari menyodorkan sepatu high heel Cinta di depan wajah mamanya.

"Kenapa sama sepatu itu?" tanya Refa.

"Gara-gara ini nih, Illy jadi marah sama Aly. Harusnya kan Aly yang marah," sungut Raka menahan rasa kesalnya.

"Ini sepatu Illy?"

"Iya, tadi dia pakai sepatu ini, Mah, di DWP BIN (Dharma Wanita Persatuan BIN)."

"Astaghfirullahaladzim."

"Memangnya Mama nggak lihat dia pakai sepatu setinggi ini sebelum berangkat Dharma Wanita?"

"Kalau Mama tadi melihat Illy pakai sepatu setinggi itu, ya pasti sudah Mama nasehati dia. Ya sudah sana! Jangan sampai cucu Mama stres gara-gara Ayah Bundanya ribut!" Tutur Refa yang dibalas anggukan kepala dari Raka.

Raka segera berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tangan kanannya menarik dasi yang masih membelit rapi di kerah kemejanya. Langkahnya terhenti saat berada di depan pintu kamarnya. Lidahnya menyapu bibir bagian atas dan bawah, sebelum akhirnya menggigit bibir bagian bawahnya karena detak jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Ia menghela napasnya, sebelum tangan kanannya membuka pintu kamar.

"Bunda, jangan lama-lama marahnya," bujuk Raka sembari memeluk Cinta dari belakang, "Ayah nggak mau ya, mereka jadi ikut berantem di sana!" Tambah Raka sambil mengusap perut Cinta yang sudah buncit, namun tertutupi oleh baju seragam dharma wanita yang sengaja dibuat longgar.

"Aku nggak marah," ucap Cinta sambil melepaskan diri dari pelukan Raka, lantas berjalan kembali menuju kamar mandi.

Raka mencengkeram pergelangan tangan kanan Cinta dengan erat, menahan langkah Cinta untuk tetap berada di dekatnya. Kemudian membalikkan tubuh istrinya, Cinta, agar menghadapnya. Ditatapnya wajah cantik Cinta dengan tatapan tajam mengintimidasinya, mencoba menahan emosinya agar tak meledak. Membuat Cinta dilanda rasa takut dan gugup karena tatapan tajam dari suaminya yang berubah menjadi tatapan dingin mematikan.

"Kalau kamu nggak marah, kenapa sepatunya dibuang? Seharusnya aku yang marah, karena kamu nggak sayang sama diri kamu sendiri dan anak-anak kita." Tutur Raka lugas sambil menatap kedua mata istrinya dengan lekat.

"Berapa kali aku harus selalu mengingatkan kamu, kalau sekarang kamu sedang hamil, Sayang!!!" Ucap Raka penuh penekanan.

Ia berusaha untuk tidak menaikkan nada bicaranya, dan berteriak kesal kepada Cinta. Kedua tangan Cinta mulai terasa dingin karena takut.

"Buat apa sepatu itu masih disimpan, kalau sudah tidak terpakai. Kalau kamu mau marah, silahkan marah." Sahut Cinta yang mencoba menutupi rasa takutnya menatap perubahan raut wajah suaminya.

Cengkraman tangan Raka semakin kuat di pergelangan tangan Cinta. Salah satu tangannya mengepal keras, diiringi kedua matanya yang menutup perlahan. Hembusan napas kasar pun terdengar. Kedua mata Cinta mulai merebak karena takut.

Raka membuka matanya dengan perlahan, lantas menatap kedua mata istrinya yang mulai merebak.

"Tadi, aku sudah pakai sepatu flat. Tapi, kelihatannya jelek. Aku nggak mau kelihatan buruk di pertemuan pertamaku dengan ibu-ibu Dharma Wanita BIN. Jadi, aku ganti sepatunya. Maaf." Ujar Cinta meminta maaf.

"Cantik itu bukan hanya dilihat dari apa yang kamu kenakan, tapi cantik itu dari apa yang kamu pikirkan dan apa yang kamu pancarkan dari hati." Sahut Raka lembut setelah berusaha dengan keras menekan egonya.

Raka tahu, jika istrinya sedang mengalami masa dimana dirinya tak merasa percaya diri dengan perubahan drastis dari bentuk tubuhnya. Jika dilihat, bentuk tubuh Cinta hanya terlihat sedikit berisi saja, dan juga perutnya yang mulai membesar. Selebihnya, semua sama seperti sebelum hamil.

Cinta terperanjat mendengar ucapan suaminya, Raka. Ia hanya terdiam, menatap Raka yang juga sedang menatapnya. Lidahnya tak mampu berkata apapun saat ini.

"Sometimes people are beautiful, not in looks, not in what they say, just in what they are. No matter how ugly you think you are, there's always someone out there who thinks you are beautiful. And someone out there is me, Rakanya Cinta." Tambah Raka yang semakin membuat Cinta tertegun.

Raka membelai wajah Cinta dengan lembut, "Bunda itu cantik, bukan cuma cantik dari luar, tapi juga cantik dari dalam. Bunda itu wanita tercantik yang pernah Ayah temui dan Ayah miliki setelah Mama." Pungkas Raka.

Cinta segera memeluk Raka dengan erat. Sebulir air mata menetes kala Raka membalas pelukannya dengan sama erat. Matanya memejam, saat merasakan pucuk kepalanya dikecup oleh Raka.

"Nanti Ayah belikan sepatu flat baru buat Bunda," bisik Raka.

"Yang mereknya sama," sahut Cinta sembari tersenyum memeluk suaminya, Raka.

"Gampang." Balas Raka enteng.

Raka tak tahu, jika sepatu high heels itu tidak dijual bebas di Indonesia. Ia pun tak tahu, berapa harga sepasang sepatu yang menjadi koleksi favorit istrinya dan juga mamanya. Apapun akan Raka lakukan untuk kedua wanita tercintanya itu.

"Mau diinjak aja harganya selangit," gumam Raka saat melihat barang pesanannya.

"Hah! Ini nih yang namanya cinta buta." Lanjut Raka sebelum kepalanya mendongak, saat pintu ruang kerjanya terketuk.

"Masuk!" Titah Raka.

Reihan pun masuk, lantas menyodorkan sebuah map kepada Raka. "Kasus besar, dengan tawaran nominal berkali-kali lipat." Ujar Reihan.

Raka meraih map itu, dahinya mengernyit ketika membaca beberapa lembar kertas yang berada di dalam map itu.

"Lo bekerja di sini bukan karena ingin menyaingi kekayaan istri Lo kan, Rei?" sindir Raka.

"Kekayaan Mika nggak sebanding dengan seberapa besar rasa cinta gue ke dia," sahut Reihan asal, "kekayaan nggak akan menjamin hidup kita bahagia, Bang." tambah Reihan.

Raka mengangguk, "Jadi Lo sudah tahu bukan jawaban gue soal kasus besar ini?" tanya Raka kembali.

"I know you so well, Bang."

"Mereka nggak tahu apa, ANB (Assegaf aNd Bagaskara) Law Firm ini milik siapa?" tanya Raka kesal, "gue yang menangkap, masa iya gue yang membela dia biar nggak dieksekusi mati. Kalau bisa, gue mau eksekusi langsung si Kendra itu!" Sungut Raka.

"Lo yakin bisa membunuh dia, Bang?"

"Sure!"

"Tapi wajah Kendra akan mengalihkan perintah otak dan hati Lo, Bang!"

"Lo nggak tahu siapa gue, Rei!"

Reihan terkekeh sebelum beranjak meninggalkan ruangan si anak pemilik perusahaan yang bergerak di bidang hukum, "Lo nggak akan segan-segan membunuh orang yang sudah menyakiti keluarga Lo." Pungkas Reihan.

Raka terdiam menatap pintu ruangan kerjanya yang tertutup. Kemudian beralih menatap map yang berada di atas meja kerjanya. Godaan menjadi seorang pengacara ada di depan matanya saat ini. Tapi hidup adalah sebuah pilihan, memilih hidup tenang di jalan yang benar, atau memilih hidup bergelimang harta tanpa bisa tidur dengan nyaman. Dan Raka tak pernah menyesal akan pilihannya untuk terus berada di sisi keluarganya.

---

Cinta meletakkan whip cream yang akan dioleskannya di atas cake coklatnya, ketika mendengar suara teriakan anak kecil yang tak asing di telinganya.

"Anti Ta ...," pekik Asha dan Esha sembari berlari memasuki rumah kedua orang tua Raka.

"Asha? Esha?" ujar Cinta tak percaya.

Cinta segera memeluk kedua keponakan kembarnya. Kedua gadis kecil berwajah sama itu mencium pipi chubby Cinta dengan sayang. Kemudian mengusap perut besar Cinta sebelum menciumnya.

"Adek ...," seru Asha.

"Kak Eca ni," ucap Esha menyapa.

"Ni Kak Aca." Tambah Asha.

"Asha, Esha, Bunda nggak dibantu nih?" rengek Keiza memelas ketika menyeret dua koper milik si kembar.

Asha dan Esha tersenyum sebelum berlari kecil menghampiri bundanya yang sedang kerepotan. Keduanya mengambil kopernya masing-masing. Asha mengambil koper berwarna hitam dengan gambar mickey mouse, sedangkan Esha mengambil koper berwarna pink dengan gambar mini mouse.

"Kakak mau kemana?" tanya Cinta penasaran.

"Kakak mau ke Bali, menjenguk Bang Byan. Dia sedang sakit di sana. Kalau sudah membaik, Kakak akan membawa dia pulang ke Jakarta. Kakak boleh menitipkan anak-anak di sini?" tanya Keiza cemas, "cuma sampai besok, atau lusa. Umi sama Mama kamu bilang, mereka akan segera pulang. Kalau sama Mika, kasihan dia di rumah juga sendirian. Maliq juga lagi sakit. Kira-kira kamu keberatan nggak, Kakak menitipkan mereka di sini?" tanya Keiza kembali.

Cinta tersenyum, setelah berhasil memotret dan meng-upload hasil jepretan tingkah si kembar yang sangat menggemaskan ke akun instagram-nya.

Mainan baru datang 😘😘😘

#ganbatte #beautysitter

"Bolehlah, Kak. Cinta seneng malah kalau mereka ada di sini. Jadi Cinta punya mainan baru deh," kelakar Cinta yang membuatnya melupakan beberapa notifikasi yang masuk ke akun instagram-nya.

"Ya sudah, Kakak titip mereka ya! Zayn bilang, nanti Raka yang menjemput Tita dan Keenan di sekolah." Cerita Keiza.

"Biar anak-anak sama Cinta di sini, Kakak tenang aja!"

"Kakak percaya sama kamu. Oia, itu koper yang mereka pegang sendiri-sendiri itu punya mereka. Yang kuning, itu isinya milik Keenan. Kalau yang pink, itu mainannya Asha sama Esha."

"Kayak mau pindahan aja, Kak."

"Kamu nanti pasti merasakan gimana repotnya punya si kembar. Sekarang, belajar dulu sana sama mereka!"

Cinta tertawa mendengar penuturan Keiza. Keiza benar, ini adalah waktu yang tepat untuk belajar merawat si kembar jika mereka sudah lahir. Tapi Cinta sama sekali tak pernah membayangkan bagaimana kerepotannya nanti. Karena Raka selalu melarangnya untuk berkhayal hal-hal yang tidak mengenakkan.

"Kakak pergi dulu ya! Kalau ada apa-apa kamu langsung telpon Kakak." Ujar Keiza sebelum pergi.

"Nda, kut." Rengek Esha.

Keiza menyejajarkan tubuhnya di hadapan Esha, "Esha, Kak Asha dan Bang Keenan sama Aunty Cinta dulu ya! Bunda mau menjenguk Ayah. Ayah kan lagi sakit," bujuk Keiza.

"Ikut," rengek Esha.

"No! Dicuntik lho. Cini aja," ucap Asha menggandeng tangan Esha.

"Tuh, Kak Asha aja nggak mau ikut Bunda. Bunda nggak lama kok, nanti kalau Ayah sudah sembuh, Bunda sama Ayah langsung pulang. Oke?" rayu Keiza.

Esha mengangguk, "Nda telpon ya," ucap Esha.

"Siap! Nanti Bunda telpon lewat handphone Aunty Cinta atau Om Raka. Bunda pergi dulu ya! Nggak boleh nakal, dan nggak boleh nangis! Nurut apa kata Aunty Cinta, Om Raka dan Om Zayn. Besok, Memo jemput kalian." Tutur Keiza yang dibalas anggukan dari Asha dan Esha.

Cinta tersenyum, melihat si kembar memeluk bundanya yang akan beranjak pergi. Mereka pun memberikan ciuman di seluruh wajah Keiza bergantian. Kebiasaan yang selalu Cinta lihat dari si kembar. Kebiasaan yang si kembar tiru dari kebiasaan ayahnya, Abyan. Mencium seluruh wajah bundanya sebelum pergi.

"Assalamualaikum," pamit Keiza.

"Kumcalam," sahut si kembar sambil melambaikan tangannya.

"Wa'alaikumsalam Kak," sahut Cinta, "salam buat Bang Byan!" Seru Cinta yang dibalas dengan lambaian tangan dari Keiza.

"Mbak, ini koper-kopernya Mbok bawa ke kamar mana?" tanya Mbok Ranti kepada Cinta.

"Bawa ke kamar tamu depan dulu saja, Mbok." Ujar Cinta.

Cinta tersenyum melihat Asha dan Esha menyeret kopernya masing-masing dengan susah payah. Ukuran koper dan tubuh kecil mereka hampir sama.

"Sini, Aunty yang bawa kopernya," tawar Cinta kepada si kembar.

"No!" Tolak Asha dan Esha serempak.

Cinta dan mbok Ranti pun terkekeh melihat tingkah lucu si kembar. Mbok Ranti membawa dua koper kecil milik Keenan dan milik si kembar yang berisi mainan. Sedangkan Cinta berjalan di belakang si kembar yang berusaha membawa kopernya dengan menyeret-nyeretnya perlahan.

"Asha sama Esha sudah makan?" tanya Cinta kepada si kembar.

"Cudah," sahut Asha.

"Lum," timpal Esha.

"Asha kapan makannya?" tanya mbok Ranti gemas.

"Agi," jawab Asha yang membuat Cinta dan mbok Ranti terkekeh.

"Sekarang makan siang, Asha," ujar Cinta.

"Bang Nan," ucap Esha.

"Bang Keenan?" ulang Cinta yang dibalas anggukan kepala dari Esha, "Bang Keenan kan belum pulang, Asha sama Esha makan dulu ya!" Bujuk Cinta.

Asha dan Esha menggeleng serempak, "Ma Bang Nan," ucap Asha.

"Ya sudah, makannya nunggu Bang Keenan pulang?" ulang Cinta.

Asha mengangguk. Kemudian dia berjalan menghampiri Esha yang sedang berusaha membuka koper berwarna pink.

"Mbok, siapkan makanan dulu ya, Mbak," ucap mbok Ranti sebelum berpamitan meninggalkan Cinta.

Cinta mengangguk, "Iya, Mbok. Sebentar lagi Keenan sama Tita pulang." Lanjut Cinta.

"Ti, lego yuk!" Ajak Asha yang sudah membawa satu tas kecil lego.

Cinta mengangguk sembari tersenyum. Ia menggiring si kembar untuk bermain di ruang keluarga di depan televisi. Keduanya segera membongkar mainan legonya masing-masing. Kemudian mereka mulai menyusun lego-lego berukuran besar dengan susunan yang aneh.

"Assalamualaikum," teriak Keenan dan Tita yang membuat Asha dan Esha berlari kecil ke arah abangnya.

"Men nana?" tanya Esha.

Keenan mengambil sesuatu dari saku baju seragamnya, "Ini buat Esha, yang ini buat Asha." Ucap Keenan membagikan permen lolipop susu kepada kedua adiknya.

"Tata?" tanya Asha.

"Kak Tita sudah punya sendiri nih," balas Tita yang menunjukkan permen lolipopnya.

"Bang?" tanya Esha.

"Ini punya Abang," sahut Keenan.

Raka tersenyum melihat keakraban keempat keponakannya. Ia menghampiri istrinya yang sedang berjalan ke arahnya. Raka segera memeluk Cinta, lantas mencium kening Cinta dengan penuh sayang.

"Capek?" tanya Raka memastikan.

"Nggak," balas Cinta singkat.

"Om, pa ni?" tanya Asha yang sedang menarik-narik paper bag yang dibawa Raka.

"Yat, Om," ucap Esha.

"Ini buat Aunty Cinta," sahut Raka.

Cinta tersenyum bahagia melihat suaminya sedang berkomunikasi dengan si kembar.

"Bang Keenan sama Kak Tita sekarang ganti baju! Cuci tangan, terus kita makan. Adik-adik kalian nggak mau makan, katanya nunggu kalian pulang." Ucap Cinta.

"Iya Aunty," sahut Tita sebelum melangkah ke kamarnya.

"Baju ganti Abang di mana?" tanya Keenan.

"Baju ganti Abang ada di kamar tamu depan, di koper berwarna kuning." Jelas Cinta.

"Oke, Aunty!" Seru Keenan.

Raka menghela napasnya, kala sepatu baru cinta di pakai oleh Asha untuk berjalan-jalan. Sedangkan tasnya dipakai Esha mengikuti kakaknya yang berjalan-jalan sambil memegang lolipopnya. Berjalan memutari seluruh ruangan keluarga.

Cinta terkekeh. Melihat suaminya mengacak-acak rambutnya frustasi sambil menggigit bibir bagian bawahnya. Kedua matanya beralih memerhatikan si kembar yang sedang mencoba sepatu dan tas baru miliknya.

"Ayah mau makan di rumah?" tanya Cinta yang dibalas anggukan kecil oleh Raka.

Kedua mata Raka tak berhenti memerhatikan si kembar yang sedang berkejar-kejar merebutkan sepatu.

"Sayang, itu ..., aduh! Hah!!! Aku belinya susah banget itu," gerutu Raka gemas.

Cinta tersenyum, "Ayah pilih mana, mereka menangis atau mereka bermain seperti itu?" tanya Cinta.

"Ya pilih melihat mereka bermainlah, tapi nggak begitu mainnya, Bund! Itu pesannya lama banget tahu!" Protes Raka menahan kesalnya.

Cinta menangkup wajah Raka dengan kedua tangannya, meminta suaminya itu untuk menatapnya. Membiarkan si kembar menikmati permainannya.

"Bunda tahu! Ayah tenang saja, mereka nggak akan membuat sepatu atau tasnya rusak. Bagaimana kalau sekarang kita ajak mereka makan?"

Raka mengangguk pasrah, kemudian kembali memeluk istrinya, Cinta. Cinta tersenyum, saat merasakan pucuk kepalanya dikecup oleh bibir Raka.

"Semoga anak-anak kita nggak rese seperti mereka," doa Raka.

"Aamiin," sahut Cinta, "terima kasih, Ayah, buat hadiahnya." Sambung Cinta.

Raka mengangguk, lantas mencium bibir Cinta dengan singkat, "Everything for you, Bunda." Pungkas Raka.

Tbc.

***

"Hai, kangen tak? Hohoho. Well, ini yang sebenarnya terjadi di balik foto-foto instagram cinta. Kalau Cinta belum balas komen kalian, ya karena kejadiannya kayak begitu. Hehehe.

Terima kasih sudah mau menunggu. Aku nggak akan janji kapan update, bisa cepet atau nggak. Kalau mau menunggu silahkan, kalau nggak juga tidak apa-apa. Aku mah woles. Hahaha.

Sekali lagi terima kasih untuk rasa cintanya kepada Cinta dan Raka. Love you all guys." Ujar author.

"Love you so much more my beloved fans," sambung Raka.

"Tumben, sok manis banget!" Protes author.

"Dasar pere! Yang salah perasaan sini mulu deh. Wanita emang gak pernah salah!" Gerutu Raka.

"Oh. Jadi Ayah merasa salah terus begitu?" sahut Cinta tersinggung.

"Eh, bukan begitu maksudnya, Bunda," elak Raka.

"Bye, semua! Silahkan lanjutkan!!!" Pamit authot sebelum Raka Cinta berperang kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top