22. Ku ingin kau tahu
Raka berjalan tergesa-gesa meninggalkan bandara, sembari menggendong tas ranselnya. Ia sudah tak sabar untuk menemui istrinya, Cinta, di rumah. Tiga hari mendapat tugas di luar membuat rindunya menggunung dan siap meledak.
"Buru-buru banget, Bang? Kayak bininya mau melahirkan aja," seloroh Reihan yang sudah menyusul Raka.
Raka menoleh ke samping kanannya, tangan kanannya membenarkan posisi kaca mata hitam yang bertengger sempurna di hidung khas Arab-nya, "Mulut Lo, Rei!" Sahut Raka yang disambut kelakar tawa dari Reihan.
"Lha, Abang baru turun dari pesawat aja langsung buru-buru begitu. Ninggalin kita lagi!" Protes Reihan.
"Nggak kangen sama bini Lo, hah?"
"Nggak, Bang."
"Wah, ada yang perlu dipertanyakan nih."
"Apa?"
"Cinta Lo yang perlu dipertanyakan."
Reihan tertawa keras, "Cinta gue nggak perlu dipertanyakan, Bang. Dalamnya samudra aja kalah sama dalamnya cinta gue ke Mika."
"Lebay Lo!"
"Gue emang nggak kangen sama dia, tapi gue kangen pakai banget, Bang, sama Mamanya Maliq."
"Kampret! Salah nih gue kasih pertanyaan."
"Bukannya salah, Bang. Tapi pertanyaan Lo nggak mutu!"
Tawa Reihan semakin keras, seakan tak memedulikan orang-orang yang menatapnya. Kepala Raka pun hanya menggeleng-geleng karena jawaban pamungkas dari Reihan.
"Tsah! Kita cem artis ye, Bang." Ujar Reihan yang mulai sadar sedang diperhatikan oleh beberapa orang.
Raka mengerutkan dahinya samar. Ia memperhatikan sekitar. Matanya memandang para kaum hawa yang sedang menatapnya dan Reihan bergantian. Berbagai macam ekspresi bisa Raka tangkap di wajah kaum hawa itu.
"Bangga, Lo?" tanya Raka.
"Abang, nggak gitu?" tanya Reihan balik.
"Ganteng aja nggak cukup, Bro."
"Eh."
"Yang ganteng banyak, yang bikin nyaman dan setia itu susah."
"Aih, nampol yee. Ngerti gue!"
Keduanya pun tertawa lepas. Mereka tak peduli, apa yang mereka lakukan membuat para kaum hawa itu semakin mengagumi sosok asing di matanya itu. Bagi mereka, para kaum hawa, pemandangan terindah dari Sang Pemilik Semesta itu tak akan pernah disia-siakan. Karena mereka tahu, waktu tak akan mungkin bisa diputar ulang.
---
Jemari tangan Raka kembali menekan sebuah angka untuk melakukan panggilan cepat kepada kakaknya, Zayn. Perasaannya tak menentu, kala smartphone istrinya non-aktif. Hanya suara mesin penjawab yang didengar oleh Raka.
"Bang, ada Cinta nggak di situ?" tanya Raka tak sabar.
"Assalamualaikum," salam Zayn menjawab panggilan Raka.
Raka terkekeh, "Wa'alaikumsalam, Abang Zayn. Cinta ada di situ nggak, Bang? Aly telpon dia tadi, tapi hp-nya mati." Keluh Raka.
"Illy di rumah. Buruan pulang! Gue mau balik ke kantor nih."
"Nggak ada apa-apa kan, Bang?"
"Illy sakit."
"Apa?"
"Nggak ada siaran ulang!!! Buruan pulang!"
"Oke!"
Raka segera memutus panggilannya. Lantas ia mengumpat kesal. Mobilnya sama sekali tak bisa bergerak kali ini. Macet sudah mengular rupanya. Diliriknya jam tangan di pergelangan tangan kirinya, pukul lima sore. Jam rawan macet dimulai. Hembusan napas yang kasar terdengar jelas di dalam mobilnya.
"Kapan sampainya ini?" keluh Raka, "argh!!!"
Helaan napas Raka terdengar kembali, kala kakaknya mengirimkan sebuah foto untuknya. Foto istrinya yang sedang menggunakan selang oksigen di hidungnya. Wajah Cinta tampak pucat di sana. Rasa cemas pun semakin melanda di diri Raka saat ini. Berharap ada keajaiban yang bisa membuat sampai di rumah sesegera mungkin.
---
Raka segera berlari masuk ke rumah kedua orang tuanya. Langkahnya terhenti, kala melihat calon kakak iparnya menuruni anak tangga. Napasnya terengah- engah. Kedua tangannya berkacak pinggang sembari menunggu calon kakak iparnya turun.
"Kak, Cinta baik-baik aja kan?" tanya Raka tak sabar.
"Cinta baik-baik saja sekarang. Tapi nggak tahu besok kalau dia selalu seperti ini," tutur Cherry, dokter sekaligus calon istri Zayn.
"Seserius itukah, Kak? Kenapa kakak nggak bawa Cinta ke rumah sakit saja?" tanya Raka kembali.
"Cinta nggak mau dibawa ke rumah sakit. Kalau dia selalu kecapekan ya bisa jadi serius. Tadi dia sempat nggak sadarkan diri setelah pulang kerja. Setelah siuman, dia sempat sesak nafas. Bang Zayn bilang, sudah dua hari ini Cinta lembur."
"Sesak nafas? Cinta nggak pernah punya riwayat sakit seperti itu."
Cherry menghela napasnya, sembari melihat detik jam di jam tangannya, "Sesak nafas saat hamil dapat menjadi gejala anemia atau rendahnya kadar zat besi di dalam darah. Kondisi ini menyebabkan tubuh bekerja ekstra untuk menyediakan energi. Sesak nafas saat hamil yang datang secara tiba-tiba juga dapat menjadi tanda-tanda penyakit yang lebih serius dan perlu segera ditangani. Terlebih lagi Cinta mengandung anak kembar. Kemungkinan seperti ini bisa sering terjadi nanti, saat kandungan Cinta berada di trimester terakhir." Jelas Cherry yang membuat Raka terbelalak kaget.
"Kembar?" tanya Raka tak percaya.
Cherry mengangkat kedua alisnya, "Kamu nggak tahu kalau calon anak kamu kembar?" tanya Cherry balik, yang disambut gelengan kepala dari Raka.
"Anak kamu kembar, Ly. Jaga Cinta baik-baik! Kakak harus kembali ke rumah sakit, ada panggilan mendadak. Kalau ada apa-apa, telpon Kakak. Oke!" Ujar Cherry berpamitan sebelum beranjak pergi.
Raka mengangguk sembari memandang punggung Cherry yang berlari kecil karena terburu-buru. Helaan napas kembali berhembus dari Raka. Ia segera melangkah dan berlari kecil menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Perlahan, tangan kanan Raka membuka pintu kamar. Kedua matanya memandang istrinya yang sedang terbaring lemah di ranjang king size-nya. Dengan langkah pelannya, Raka menghampiri Cinta. Ia duduk di tepi ranjang. Memandang wajah pucat Cinta, dengan selang oksigen masih menempel di hidungnya. Jarum infus pun tak luput di tangan kanan Cinta.
Tangan kanan Raka terulur, membenahi rambut yang sedikit menutupi wajah istrinya, Cinta. Dikecupnya kening Cinta dengan penuh sayang. Lantas mengusap perut Cinta yang mulai sedikit membuncit.
"Ini Ayah, Sayang. Jangan kenapa-kenapa ya! Kalian harus kuat seperti Bunda!" Bisik Raka di perut Cinta sebelum menciumnya.
Tak ingin membangunkan Cinta, Raka beranjak dari duduknya dengan pelan. Lantas membuka jaket kemudian kemejanya, sebelum masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
---
Raka menyalakan smartphone Cinta setelah men-charge-nya. Diletakkannya smartphone itu di atas nakas di samping tempat tidur. Lantas membuka sebuah benda berbentuk buku kecil bertuliskan nama rumah sakit tempat di mana kakak iparnya bertugas. Benda itu diambil bersamaan dengan dirinya mengambil smartphone Cinta di dalam tas. Dibukanya buku itu dengan perlahan.
Jantung Raka berdegup kencang, kala melihat foto USG 3D calon anaknya tersimpan rapi di dalam buku itu. Buku yang lebih mirip seperti album foto kecil. Ditatapnya foto itu dengan mata berkaca-kaca. Salah satu calon anaknya membelakangi satunya. Di sana juga terpampang tanggal dimana dirinya pergi untuk bertugas. Tangan kanannya mengusap foto itu dengan bergetar. Seulas senyum bahagia terukir di wajah tampan Raka. Rasa bahagia yang tak terkira dirasakannya saat ini.
Difotonya gambar itu dengan kamera smartphone istrinya, Cinta. Kemudian, disentuhnya sebuah tanda di layar datar smartphone Cinta. Dalam hitungan detik, gambar foto USG itu sudah ter-upload sempurna di akun instagram istrinya, Cinta. Caption pun tampak menghiasi gambar itu. Caption sederhana tentang informasi foto USG anak kembarnya, sesuai dengan apa yang tertulis di foto asli USG itu.
Coming soon 🔜 25 weeks 3 days to go 👪
#cantwait #bismillahirrahmanirrahim
Suara dering smartphone Cinta berbunyi. Membuat Raka tersadar dari rasa terharunya. 'Kak Cherry' nama yang terpampang di layar datar smartphone istrinya, Cinta. Hingga ia tak sempat membaca atau pun membalas komentar dari teman dan kerabat istrinya, Cinta, di akun instagram. Ia segera mengangkat panggilan itu dengan segera.
"Assalamualaikum, Kak, ini Aly." Ucap Raka menyapa.
"Wa'alakumsalam. Kakak tadi telpon di handphone kamu, tapi nggak diangkat-angkat. Cinta sudah bangun?" tanya Cherry.
"Belum, Kak. Maaf, handphone Aly masih di silent. Ada apa?"
"Nanti kalau infusnya habis, dilepas saja. Kamu bisa melepaskannya bukan?"
"Bisa."
"Kalau napas Cinta sudah normal, selang oksigennya bisa dilepas. Kalau bisa, suruh Cinta makan lagi. Tadi dia cuma makan sedikit."
"Oke, Kak!"
"Ya sudah, besok pagi Kakak ke rumah buat mengecek Cinta. Kakak balik jaga dulu. Jangan bikin Cinta stres, Ly!"
"Oke."
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Raka menghela napasnya. Ditatapnya wajah Cinta yang masih tertidur. Pandangannya beralih ke botol cairan infus yang hampir habis, seraya menghampirinya.
Beberapa menit berikutnya, Cinta mengerjapkan kedua matanya. Di saat Raka sedang mengecek cairan apa yang sudah Cherry berikan kepada istrinya. Senyum Cinta tersungging ketika melihat sosok suaminya, Raka, sedang berdiri di samping kanannya.
"Ka," panggil Cinta lirih.
Raka menoleh ke arah Cinta, kedua sisi bibirnya terangkat ke atas, "Hai, Sayang," sapa Raka sebelum duduk di tepi ranjang, "enak tidurya?" tanya Raka setelah mencium kening istrinya, Cinta.
Cinta tersenyum kecil, lantas mengangguk. Tangan kirinya terulur untuk melepas selang oksigen yang berada di lubang hidungnya.
"Sebentar," ucap Raka menahan, "napas kamu sudah nggak sesak?" tanya Raka memastikan.
Cinta pun menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya. Perlahan, Raka melepas selang oksigen itu. Cinta menatap Raka tanpa berkedip. Hingga sebulir air matanya menetes. Membuat Raka terkejut melihatnya.
"Sayang, kamu kenapa? Ada yang sakit? Ko nangis?" tanya Raka cemas.
Cinta menggeleng, "Kangen," ucap Cinta yang disambut senyuman manis dari Raka.
"Ayah juga kangen sama Bunda, sama mereka juga," sahut Raka sambil mengelus perut Cinta.
"Kamu?"
"Apa sih yang Ayah nggak tahu."
Cinta terkekeh kecil mendengar selorohan suaminya, Raka, "Kamu sudah makan?" tanya Cinta.
Raka melemparkan senyuman manisnya, "Sudah tadi," jawab Raka singkat.
"Makan apa?"
"Roti."
"Cuma Roti?"
"Tadi terjebak macet, karena lapar ya makan seadanya aja. Roti sama teh botol. Kamu mau makan lagi?"
Cinta menggeleng pelan, "Kamu nggak makan lagi?" tanya Cinta yang disambut gelengan kepala dari Raka.
"Nggak lapar?" tanya Raka memastikan.
"Mual." Jawab Cinta singkat.
Raka menggangguk paham. Jika lapar, istrinya pasti akan meminta makan nanti. Seperti biasa, jika dirinya berada di rumah. Keduanya saling beradu pandang. Tangan kanan Raka kembali terulur merapikan anak rambut Cinta yang sedikit berantakan. Lantas menyelipkannya di belakang telinga.
"Bolehkah aku egois sama kamu, Ta?" tanya Raka serius.
Cinta hanya terdiam menatap perubahan raut wajah serius dari suaminya, Raka.
"Aku mau kamu berhenti dari pekerjaan kamu." Ungkap Raka tegas, membuat kedua mata Cinta merebak karena terkejut.
"Kenapa? Bukannya kamu nggak akan memaksaku untuk berhenti bekerja, selama aku masih bisa menjaga diriku sendiri?" tanya Cinta dengan rasa ketakutan yang mulai melingkupi dirinya.
"Kondisi kamu sekarang berbeda, Ta. Kamu nggak boleh kecapekan, atau pun stres. Aku nggak mau kejadian hari ini terulang lagi."
"Aku baik-baik saja, Ka."
Raka menghela napasnya, menahan emosinya yang hampir meledak menghadapi sikap keras kepala Cinta yang mulai muncul.
"Kalau kamu baik-baik saja, kamu nggak mungkin pingsan. Apalagi sampai sesak napas seperti tadi!" Ujar Raka keras, diiringi sebulir air mata Cinta yang mengalir.
Raka menyeka air mata Cinta dengan pelan, "Aku nggak mau, setiap kali aku pulang dinas dari luar, kamu selalu sakit seperti ini. Aku mohon, Ta, untuk yang terakhir kalinya, berhentilah bekerja. Bukan untukku, tapi untuk anak kita." Pinta Raka memohon, berharap Cinta mau mengabulkan permintaannya kali ini.
Air mata Cinta kembali mengalir dengan deras. Lidahnya seakan kelu mendengar Raka sangat memohon untuk kesekian kalinya, agar Cinta berhenti dari pekerjaannya. Raka kembali menyeka air mata Cinta yang masih mengalir. Hingga suara getaran smartphone-nya menginterupsi aktivitasnya.
Kedua mata Cinta memandang punggung suaminya yang berjalan menjauh menuju balkon kamar. Helaan napas kecewa pun meluncur. Ia tahu jika Raka akan pergi kembali saat ini. Membuat air matanya mengalir semakin deras.
"Selamat malam, Pak." Sapa Raka.
"Selamat malam, Raka. Bisakah kamu datang ke kantor sekarang? Ada tugas penting untuk kamu." Titah atasan Raka dengan lugas.
"Maaf, Pak. Bolehkah saya meminta ijin beberapa hari? Istri saya sedang sakit. Saya tidak bisa meninggalkannya sekarang."
Jemari tangan kanan Raka mengetuk-ngetuk pagar pembatas di balkon kamarnya. Sembari menunggu jawaban dari atasannya. Untuk pertama kalinya, Raka menolak mendapat tugas penting negara.
"Baik. Kamu mendapat cuti dua hari mulai besok. Besok pagi, kirim surat cuti kamu ke kantor. Semoga Nyonya Raka cepat sembuh."
Raka mengulum senyumnya, "Terima kasih, Pak." Ucap Raka.
Raka kembali menghampiri Cinta yang masih terbaring lemah di ranjang king size-nya. Kedua tangannya membantu Cinta yang sedang menghapus air matanya.
"Maaf, kalau aku membuat kamu menjadi bingung. Anggap aja aku lagi mengigau tadi. Aku cuma nggak mau kamu bolak-balik ke dokter setiap kali aku pergi bekerja. Kamu harus bisa jaga diri kamu sendiri selama aku pergi. Lakukan apa yang mau kamu lakukan, asalkan itu bisa membuat kamu bahagia," tutur Raka, "do what you love, and love what you do!" Pungkas Raka yang membuat Cinta menangis kembali.
"Aku lepas ya infusnya," ujar Raka sebelum melepas jarum infus di salah satu pergelangan tangan Cinta.
Cinta hanya terdiam. Membiarkan air matanya terus mengalir. Kedua matanya tampak tak lelah menatap suaminya yang sedang sibuk melepas jarus infus di pergelangan tangan kanannya.
"Selesai." Ucap Raka setelah menempelkan sebuah plester di bekas tertancapnya jarum infus.
"Sekarang kamu istirahat lagi ya! Biar cepet sembuh!" Tambah Raka sembari tersenyum.
"Ada tugas?" tanya Cinta tak bersemangat.
Raka tersenyum, "Iya, ada tugas penting. Menemani istri yang sedang sakit." Jawab Raka yang disambut kerutan samar di dahi Cinta.
"Ayah mengambil cuti dua hari. Jadi, silahkan Bunda buat daftar untuk tugas Ayah selama dua hari ke depan." Jelas Raka yang membuat kedua sisi bibir Cinta tersungging ke atas.
"Besok, temani Bunda ke kantor ya!" Pinta Cinta.
"Ke kantor? Ayah nggak mengijinkan Bunda untuk pergi ke kantor besok!" Larang Raka keras.
Cinta tersenyum bahagia melihat respon keras dari suaminya, "Besok, Ayah harus mengantar Bunda ke kantor. Untuk yang terakhir kalinya." Pinta Cinta kembali.
"Terakhir kalinya?"
"Iya, untuk yang terakhir kalinya. Bunda mau resign."
"Pikirkan dulu, sebelum kamu menyesal, Sayang. Aku tahu, ini cita-cita kamu dari dulu. Dan nggak mudah untuk bisa sampai di posisi kamu yang sekarang. Aku nggak mau mengekang kamu, Ta!"
"Aku sudah lama memikirkannya. Aku tahu, kondisiku nggak seperti dulu lagi. Apa kamu tahu cita-citaku yang lainnya?"
"Menjadi guru?"
Cinta tersenyum, "Menjadi guru untuk anak-anak kita. Aku mau kayak Bunda. Menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, seperti yang kamu inginkan selama ini. Aku akan menunggu kamu pulang kerja. Aku akan memasak makanan kesukaan kamu, saat kamu di rumah. Melayani kamu tanpa bantuan Mbok Ranti." Jelas Cinta dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
Raka tersenyum bahagia. Tangan kanannya terulur mengusap pucuk kepala Cinta dengan penuh sayang sebelum mengecup keningnya.
"Terima kasih, Sayang." Ucap Raka senang.
Cinta mengangguk di dalam dekapan Raka. Sebulir air mata menetes tanpa seijinnya. Kala Raka kembali mengecup pucuk kepalanya. Bukan air mata sedih, atau pun takut. Air mata bahagia yang sedang mewakili isi hatinya. Air mata bahagia yang juga wujud dari perwakilan kata yang tak bisa terungkapkan olehnya.
Tbc.
***
"Met idul fitri semua. Maaf lahir batin ya. Maaf kalau ada salah-salah kata selama ini.
Ada yang kangen nggak sama Cinta-Raka? Hehehe. Kalau nggak kangen ya sudah. Aku tutup saja. Wkwkwklol.
Btw, ini cerita akan terus berlanjut selama Cinta masih main instagram. Mungkin ceritanya akan ditulis secara random, nggak seperti dulu.
Dan maaf lagi, kalau di sini nggak ada komen-komen yang muncul. Ternyata Bang Raka yang upload. Maklumin ya kalau nggak dibalas komenannya! Hehehe." Ujar author.
"Maaf lahir batin semua. Gue maafkan, Kakak." Timpal Raka.
"Boleh protes gak, Kak?" tanya Raka yang membuat Cinta menepuk pelan dahinya.
"Apa?" tanya author.
"Btw nih ya, kemarin ending DIA kurang nampol. Ada niat buat benerin gak tuh? Padahal adegannya habis itu so sweet loh!" Protes Raka.
"InsyaAllah nanti tak ganti." Sahut author.
"Tak enteni, Kak! Lope you pull!!!" Seru Raka bahagia.
"Kalau sempat!" Lanjut author sebelum pergi.
"Mak jleb nih ujungnye." Timpal Reihan.
"Ngajak ribut ini author! Argh!!!" Pekik Raka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top