Bab 5

Rania beranjak turun dari rooftop club yang menjadi lokasi pesta ulang tahun salah satu teman aktrisnya. Ia tak berniat lama-lama di tempat itu karena teringat putrinya yang tengah menginap di apartemen.  Lagipula, kini ia memang mengurangi berkunjung ke night club lagi. Ia hanya akan pergi saat ia diundang oleh teman-teman dari dunia entertainment, itupun tak akan lama. Yang pasti, ia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang telah mengundangnya itu.

Wanita itu berjalan menuju meja bar, berniat menyapa salah satu temannya yang merupakan pemilik night club ini. Suasana mulai ramai di lantai pub. Rania berdecak kesal saat seorang wanita berpakaian minim dengan aroma parfum menusuk hidung, menyenggol bahunya lalu berjalan tanpa mengucapkan maaf.

"Hai tampan, butuh teman untuk menemanimu pulang?" Kini wanita bertubuh sintal dengan pakaian seksi itu mendekati seorang pria yang tengah duduk di bar kemudian merangkulnya.

Rania menarik tinggi salah satu alis ketika melihat dada si wanita yang hampir menyembul keluar dari pakaiannya itu sengaja ditempelkan pada lengan atas si pria. Merapat dan menggesekkan payudaranya pada bahu si pria.

"Aku bersedia menemanimu. Di hotel atau di rumah?" bisik wanita itu lagi.

Rania tersenyum geli mendengar perkataan murahan itu. Sementara itu, pria yang tadi menelungkupkan kepala di meja kemudian menoleh sebentar memandang dari atas ke bawah wanita yang merangkulnya itu lalu kembali meminum habis birnya, tak mengacuhkannya.

Rania terkejut melihat wajah pria yang kini terlihat jelas olehnya. Kalau saja pria itu bukan orang yang ia kenal, malas rasanya berurusan dengan si wanita penggoda. Namun, ia tak bisa begitu saja meninggalkan pria yang sejak semalam bersamanya mempersiapkan pernikahan dadakan Ayu-Rangga.

Ya, pria itu Alden Richard.

Si Pria Patah Hati.

"Dia sama gue, jauh-jauh lo dari sini!" usir Rania segera pada wanita berbaju merah itu sambil mendorong tubuhnya.

"Dari tadi dia sendirian aja di sini, jangan ngaku-ngaku deh lo!"

Wanita penggoda itu tak mudah mengalah. Melihat ketampanan, pakaian, dan jam tangan yang dikenakan pria yang tengah mabuk itu, dia dapat simpulkan bahwa pria itu pasti memiliki dompet amat tebal yang bisa memuaskan gaya hidupnya.

"Tapi dia temen gue, dan gue gak rela dia deket-deket sama ulet keket kayak elo. Cari mangsa lain sana!" Rania mengibaskan rambut panjangnya dan ikut membusungkan dada tak mau kalah. Ia memanggil temannya yang ia cari sedari tadi. "Alex, harusnya bar elo tuh dijauhin dari makhluk-makhluk beginian yang bisa ngerugiin pelanggan elo, terutama yang lagi mabok kayak dia."

Pria yang dipanggil Alex, pemilik night club itu mendekat ke arah mereka sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Maaf, Ran, kayaknya cewek ini orang baru di sini."

"Pelanggan high class kayak temen gue ini, gak pantes kena jebakan betmen cewek-cewek gatel macem dia. Pinter-pinter elo jaga image club lo, ogah nanti gue bawa temen gue hangout di sini lagi."

"Jangan gitu dong Rania. Maaf, ya, gue geret dulu nih makhluk satu."

Alex pun memanggill bodyguard club dan menyuruh mereka membawa keluar perempuan yang sedari tadi menggoda Alden, mengusirnya dari club. Pria itu memang tak ingin citra clubnya tercemar karena ulah para kupu-kupu malam ataupun transaksi ilegal lainnya.

"Lo kenal dia, Ran?" tanya Alex.

"Iya, dia kenalan gue. Untung dia gak kenapa-napa, dia bisa bikin club ini tutup kalau dia mau loh!" ancam Rania yang kemudian ditanggapi raut tak percaya Alex.

"Masa sih? Udah berapa gelas dia minum, Yo?" tanya Alex pada bartendernya.

"Kayaknyanya dia bukan peminum, ini baru gelas ke empat tapi dia udah mabuk berat kayak gitu, " jawab sang bartender.

"Gelas ke empat tapi kalau minumannya ginian ya iyalah mabok," gerutu Rania. "Bantu gue bawa dia ke mobil, Lex. Ada supir sama Mia nungguin gue di parkiran, tuh!"

Seketika mata Alex berbinar cerah saat Rania menyebut nama manajernya, dan langsung sigap membopong Alden menuju mobilnya. Sementara Alden masih saja meracau tak jelas, tidak menanggapi seruan Rania yang menanyakan alamat rumahnya.

"Nyusahin banget orang patah hati satu ini," gerutunya lagi.

***

Alden merasakan tubuhnya bergoyang-goyang, suara seorang perempuan terdengar sayup-sayup di telinga.

"Ehmm...  masih ngantuk Mami !"

Alden memindahkan kepalanya ke bawah bantal, mencoba menghindari suara cerewet yang terus saja berdenging. Tak lama kemudian suara itu tak terdengar lagi, membuat Alden kembali terbuai dalam kehangatan ranjangnya.

Dahinya mengernyit saat sesuatu yang basah dan dingin membasuh wajahnya berulang kali, ia pun mengerjapkan mata lalu melihat pelaku yang telah mengganggu tidurnya.

"RANIAA ... apa yang kamu lakukan di kamarku?!" pekik Alden kaget.

"Kamarmu? Hellooowww... lihat baik-baik Tuan Richardson yang terhormat," balas Rania sambil tangannya bersedekap di depan dadanya.

Alden mengitari pandangan ke sekeliling ruangan, kamar yang memang asing baginya.

"Ini di mana?" Ia pun mencoba mengingat kembali kejadian semalam, yang ia ingat hanyalah bayangan saat ia minum-minum di meja bar club sendirian. "Kau yang membawaku pulang dari klub?"

"Ya, aku sudah berusaha menanyakan alamat kamu tapi kamunya mabuk berat. jadi aku membawamu ke sini. Daripada kamu dimangsa perempuan gak jelas di sana."

"Ohh, terima kasih. Lalu siapa yang mengganti bajuku?" Alden melihat tubuhnya yang kini berbalut kaos dan celana training saja.

"Itu bajunya Rangga dan supirku yang membantu menggantikan bajumu," jawab Rania, "Kamu mabuk gara-gara patah hati ya? Hihihi... katanya ikhlas," sambungnya lagi sambil tersenyum remeh kepada pria di hadapannya.

"Aku juga manusia, Rania. Ikhlas sih ikhlas tapi kenyataanya susah dilakuin, masih kerasa nyeseknya di sini." Alden menangkup dada kirinya, terdiam sejenak.

"Rania, aku ganteng, kan?" celetuk Alden.

Mata Rania melotot seketika, mulutnya menganga terdiam tapi kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Ingin sekali Rania menjawab pertanyaan konyol itu tapi ia lagi-lagi tertawa melihat ekspresi polos pria di hadapannya saat melontarkan pertanyaan itu, ditambah penampilan acak-acakan khas baru bangun tidur yang menambah sakit perutnya.

Fix, Alden Richards stress karena ditinggal kawin sama mantan calon istrinya.

Rania mengambil gayung di atas nakas lalu kembali membasuh wajah Alden dengan air yang ada di dalam gayung tersebut.

"Hahaha... mendingan kamu mandi gih sana. Tampang sama penampilan kamu benar-benar menyedihkan." Rania kembali tertawa terkekeh sambil mendorong tubuh Alden agar masuk ke kamar mandi.

"Di luar masih gelap Rania, ngapain mandi pagi-pagi?"

Saat melihat suasana di luar yang masih gelap di luar jendela, Alden kembali menguap. Ia masih mengantuk dan lelah. Ia tak peduli lagi dengan ejekan Rania yang menertawainya dengan puas.

"Aku dan Della akan pergi ke CFD, ada even Color Run, aku jadi guest starnya sebentar di sana. Ben juga ikut, aku akan menjemputnya pagi ini. Yakin kamu gak mau ikut?"

"Ben ikut juga?"

"Iya, aku sudah berjanji akan mengajak mereka ke sana. Reihana sudah mengijinkan. Kupikir kamu pasti tidak akan melewatkan kesempatan ini. Bukankah kamu ingin mendekatkan diri dengan putramu?"

Alden mengangguk kencang, "Ikut!"

"Makanya cepet mandi, aku mau bangunin Della. Nanti turun, ya."

Alden tak membalas perkataan Rania, ia bergegas melesat ke kamar mandi, ingin menghilangkan efek minuman yang masih sedikit terasa di dalam tubuhnya. Air dingin di pagi hari setidaknya bisa membuat tubuh dan pikirannya menjadi lebih segar.

Kemarin, ia pikir bisa sedikit melegakan kerumitan hidupnya dengan melarikan diri ke minuman beralkohol. Pikirannya penat dengan semua hal yang ingin ia enyahkan untuk sementara, semua rasa bercampur aduk di dadanya.

Pernikahannya ia batalkan, memilih merelakan cintanya demi melihat wanita yang dicintainya bersanding dengan pria lain. Ia sudah mengikhlaskan Ayu kembali dengan cinta sejatinya, tapi ia tidak munafik bahwa ada juga perasaan sakit di hati.

Kini, ia bingung menentukan langkah untuk menggapai kembali Reihana dan Ben. Ibu dari putranya itu pasti sangat kecewa dengan sikapnya saat terakhir mereka bertemu. Saat ia terang-terangan memilih Ayu daripada Reihana dan Ben.

Ia menghela nafasnya lelah, ternyata ketampanan dan kekayaan yang dimilikinya tidak menjadi jaminan bahwa kehidupan percintaanya akan semulus kariernya. Rasanya ia lelah untuk kembali merasakan hal indah itu tapi harus berakhir dengan kekecewaan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top