Bab 3

Tolong infokan kalo ada typo ya, gaes.

Jangan lupa vote sebelum baca dan komen setelah selesai baca yaaa.

Tengkyu so much, and happy weekend!

***

Rania terusik saat sebuah usapan halus terasa di wajahnya. Matanya mengerjap mencoba untuk mengalahkan kantuk. Dan saat matanya membuka sempurna, ia menyadari bahwa dirinya tengah berada dalam dekapan seorang lelaki, yang juga kini tengah menatapnya intens.

"Aku membangunkanmu?" tanya Raja, seraya mengeluarkan senyumnya yang paling manis.

Rania hanya memutar bola mata mendengar pertanyaan itu. Tentu saja ia terganggu. Tidak hanya belaian di wajah, tapi sebelah tangan lelaki itu mulai masuk ke dalam piyama yang ia kenakan.

"Jaga tanganmu, Tuan Muda!" ucapnya ketus, lalu menggeliat kembali berusaha melepaskan diri dari dekapan Raja.

"Jangan pergi! Biarkan seperti ini sebentar lagi."

Raja mengeratkan dekapannya, menarik kembali Rania dalam pelukan. Menciumi puncak kepala wanita yang begitu dia cintai. Wanita yang telah memenuhi hati dan pikirannya selama tiga tahun ke belakang.

Awalnya, dia hanya mengenal wanita itu sebagai brand ambassador layanan VIP klinik MCU yang dikelola oleh rumah sakit milik keluarganya.

Pola hidup sehat, kecantikan, dan keaktifan wanita itu dalam gerakan sosial membuatnya terpilih menjadi icon healthy lifestyle kala itu. Wanita itu cantik, tidak dapat dipungkiri. Namun, bukan itu yang meluluhkan hatinya. Kemandirian dan ketegasan wanita itu memikatnya, menyembunyikan dengan baik kerapuhannya. Dia terlihat galak dan tegas jika dalam urusan bisnis. Namun, jika berada dekat dengan keluarganya, wanita itu seperti buku terbuka.

Semua itu berawal ketika pada suatu malam, dini hari, Raja pulang dari rumah sakit. Dia menemukan mobil wanita itu menabrak pembatas jalan, di arah yang berlawanan. Benturan itu tidak keras, hanya penyok bagian depan saja. Dia pun menghampiri, memastikan tidak ada korban serius. Alangkah terkejutnya saat melihat wanita itu keluar dari bangku pengemudi dengan wajah panik.

"Nona Rania, Anda tidak apa-apa?" ucap Raja khawatir.

Wajah wanita bersimbah air mata itu memegang lengannya erat, "Tolong adikku!"

Raja terkejut melihat lelaki yang tak sadarkan diri di bangku belakang dengan tangan bercucuran darah, terbebat kain seadanya. Dengan sigap, Raja menggendong lelaki itu menuju mobilnya dan memutar balik arah kembali ke rumah sakit miliknya.

Malam itu, dia melihat sisi lain seorang Rania Aditya, model dan artis papan atas di negeri ini. Bahkan wanita itu sempat tidak mengenali siapa dirinya, si partner bisnis. Padahal dia sudah mengantar ke rumah sakit, memeriksa adiknya, sampai menemani menuju ruang rawat inap tapi  wanita itu tampak tak memedulikannya.

"Anda si Tuan Muda itu, kan? Raja Dwipangga?"

Pertanyaan yang membuatnya menganga sejenak, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kopi yang ia sodorkan  rupanya baru berhasil membawa wanita  itu memperoleh kesadarannya. Kepercayaan dirinya ambruk seketika hanya karena dilupakan oleh seorang wanita. Padahal pertemuan mereka bukan hanya sekali saja. Raja hanya menghela napas panjang.

"Sudah beberapa jam saya di samping Anda, dan Anda baru menyadarinya?"

Wanita hanya meringis lalu mengangguk pelan. "Maaf, saya sedang panik."

Plak.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"

Sebuah tepukan di bahu membuat Raja tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum melihat wajah cantik itu yang kini berkerut, menatapnya penuh tanya.

"Aku teringat saat pertama kali kita bertemu," balas Raja seraya tersenyum jail.

Kembali, wanita itu meringis mengingat kejadian itu. "Ck, aku tau apa yang mau kamu bilang. Plis deh, jangan narsis!"

"Harga diriku terluka, Sayang. Lelaki setampan aku, ternyata dilupakan oleh wanita cantik, mitra kerjaku sendiri." Raja mencubit hidung Rania gemas, yang kemudian ditepis oleh wanita itu.

"AKu bukan sepenuhnya lupa, Tuan! Aku mengingatmu, hanya malas memperjelas saja detailnya siapa. Lagipula kamu tidak penting."

"Oughhh, kamu menyakitiku lagi!"

Raja membungkam cepat bibir wanita ketus itu, meraupnya gemas. Rania meronta, mendorong dada lelaki itu dengan kuat.

"Belum mandi, belum gosok gigi. Bau, ihh!" tolaknya sambil melotot.

"Jadi, kalau udah mandi, udah wangi boleh cium lagi? Lanjutin yang semalam, ya!"

Rania mengambil bantal di atas kepalanya dan memukulkannya ke wajah Raja.

"In your dream!" pekiknya seraya berlari ke arah kamar mandi. "Cepatlah bangun dan pergi. Della akan bangun sebentar lagi. Dan aku tidak mau dia melihatmu ada di sini, sepagi ini."

Suara debuman pintu menghalangi pandangan Raja. Lelaki itu mendesah.

Menyebut nama Della, membuatnya teringat kembali akan renggangnya hubungan percintaan mereka. Dia telah mengetahui jika gadis kecil itu adalah putri Rania. Wanita itu sendiri yang memberitahunya, persis saat mereka bercinta untuk pertama kali di apartemen ini. Di sofa. Tepat setelah dia meminta wanita itu untuk menjadi istrinya.

"Raja, apa kamu benar mencintaiku bukan tubuhku? Kamu tidak bercanda kan ingin menjadikanku seorang istri?" tanya Rania kala itu. Napasnya terengah, wajah memerah, dan bibir membengkak karena ciuman panas mereka berdua.

Raja yang kala itu sudah telanjang dada dan berada di atas tubuh Rania, hanya mengernyit keheranan. "Kau tidak memercayaiku?"

"Aku tidak sempurna, Raja," ucap Rania mantap.

"Aku tidak peduli!"

Lelaki itu kembali mendaratkan kecupan di leher jenjang kekasihnya, menghisapnya kencang. Bagian atas tubuh wanita itu kini sudah polos, pemandangan yang pernah dia nikmati sebelum-sebelumnya. Selama berpacaran, hanya sebatas make out dia lakukan. Dan malam ini, dia ingin mereguk dan memiliki wanita itu utuh lalu melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.Kenikmatannya tertunda karena Rania kini telah mendorong kembali tubuhnya.

"Dengarkan aku baik-baik!"

"Bisakah kita menundanya dulu, Sayang?"

"Raja, aku tak mau ada anak lain lahir dari perutku sekarang!" Rania mengarahkan telunjuknya ke perutnya. "Kamu harus tau satu hal, aku sudah memiliki anak. Aku tidak ingin menipumu dan kamu menyesal itu di kemudian hari."

Rania bergetar saat mengatakan itu semua. Ini pertama kalinya dia jatuh cinta kembali, setelah pengalaman terakhir yang mengecewakannya. Selama ini dia sengaja membangun tembok tinggi kepada setiap lelaki yang mendekat. Tak ingin kecewa, dan juga tak ingin mengganggu fokus utama menggapai cita-citanya. Air mata mengalir saat jemari Raja menyentuh mengusap pipinya dan kemudian mengecupnya lembut.

"Aku mencintaimu dengan segala masa lalu yang menyertainya, Rania." Raja memakaikan kembali kemeja Rania, membangunkannya dan memangku persis di hadapannya. "Di mana dia sekarang?"

"Namanya Della."

Kalimat pendek yang membelalakan mata Raja. Yang dia tahu selama ini, gadis kecil cantik itu adalah keponakan Rania. Anak dari Rangga dan Ayu.

"Mungkin, setelah mendengar cerita ini, kamu akan jijik sama aku." Rania menghela napas lagi, "Kamu bisa berpikir kembali mengenai hubungan kita."

"Try me," jawab Raja mantap.

Sebenarnya, inilah yang Raja tunggu selama ini. Kejujuran dan keterbukaan. Dia dapat melihat betapa berbedanya seorang Rania di mata publik, dengan Rania sebagai kakak Rangga dan putri kesayangan keluarga Aditya. Keluarga mereka terlihat harmonis, tapi tatapan sendu itu tak dapat dibohongi. Ada luka di sana. Dan dia tak menyangka dapat mendengar semua kisah itu secara sukarela dari bibir kekasihnya. Mendengar luka yang dipendamnya selama bertahun-tahun, dan bangkit kembali sendirian.

"Dendam itu sudah menguap, cita-citaku pun tercapai, tapi keluargaku hancur karena ulahku." Rania berucap sambil mengeratkan pelukannya pada Raja. Jauh dalam lubuk hatinya, ia pun takut lelaki itu akan menjauh. Namun, jawaban tak disangka keluar dari bibir lelaki itu.

"Ayo, kita menikah! Kita berikan ibu dan ayah sebenarnya untuk Della."

Rania tersentak, ia menatap lekat lelaki di depannya. "Kau gila!" desisnya tak percaya.

"Ya, aku gila! Tergila-gila kepada seorang dewi yang turun dari langit, Rania Aditya."

Wanita itu memekik saat Raja mengempaskan kembali tubuhnya ke sofa, dan kembali melancarkan serangan ke tubuhnya. Mencumbunya.

"Atau kita bisa mencicil adiknya Della dari sekarang, Sayang," ucap Raja, seraya sekuat tenaga menyatukan diri dengan sang kekasih. Sebesar keinginannya untuk memiliki wanita itu. Selamanya.

Kedua insan itu berpeluh merayakan bersatunya dua hati yang mantap menatap masa depan. Terbayang hal indah yang akan mereka rangkai dalam hidup mereka selanjutnya.

Namun, setiap rencana tidaklah selalu mulus. Lubang menganga itu kian membesar membayangi hubungan mereka. Sebuah pengganjal berbentuk 'restu keluarga sang putra mahkota'.

****

"Loh, ada Pak Raja?"
Mia melongo melihat seorang lelaki keluar dari kamar tamu Rania, dan kini bergerak menghampiri dirinya dan Rania yang tengah berada di dapur menyiapkan sarapan. Keningnya berkerut, karena yang dia tahu, hubungan bosnya dan dokter di hadapannya sudah berakhir

"Pagi, Mba," balas Raja, sambil terus berjalan ke arah Rania dan mengecup pipi wanita itu.

Mia langsung beranjak pergi dari dapur lalu menuju kamar Della. Enggan menjadi obat nyamuk.

"Jangan cium-cium di depan orang kayak gitu, Raja," desah Rania. Ia lelah mengingatkan lelaki itu agar tidak terlalu menempel kepadanya jika di tempat umum. Tapi, Raja adalah Raja. Dia lelaki yang sulit dikendalikan, keras kepala seperti dirinya.

"Mba Mia pagi-pagi udah di sini, berarti kamu ada kerjaan pagi, ya?"

"Heem, aku minta tolong ambilkan mobilku yang tertinggal di restoran Ayah." Rania berucap sambil menyusun sandwich ke kotak bekal makanan. "Aku ada pemotretan jewelry pagi ini."

Raja menyelusupkan tangan ke pinggang wanita itu, dan menariknya mendekat. Melumat bibir wanita itu, lama. Rania mengerang setiap kali lidah lelaki itu membelai lembut bibirnya. Katakanlah dirinya munafik, di mulut berkata tidak tapi setiap tubuhnya begitu mendamba sentuhan lelakinya.

"Raja, kamu ada operasi pagi!"

Rania menyudahi ciuman pagi mereka, lalu menyodorkan kotak bekal kepada Raja.

"Saat ke rumah sakit nanti, jangan lupa ke ruanganku!"

"Aku tidak bisa, Raja."

"Kenapa tidak bisa?"

"Tidak ada bisnis yang sedang kita bicarakan. Lagipula dokter adikku dan ibuku juga tidak berhubungan denganmu," balas Rania datar.

"Kamu adalah milikku, Rania. Tak ada alasan yang melarangku untuk bertemu kekasihku!" ucap Raja dingin.

Rania melepaskan diri dari dekapan lelaki itu, "Aku bukan milikmu, ingat itu! kita sudah berakhir."

"Tidak!" Raja kembali memagut kasar wanita di hadapannya, emosi pun menguasai hati. "Jangan pernah kamu mengucapkan lagi kata pisah!"

"Buka matamu, Raja! Alasan itu tersusun tinggi dan jelas di hadapan kita. Sonya Dwipangga, ibumu!" pekik Rania, membuat Raja mengepalkan tangannya erat saat diingatkan kembali mengenai hal itu. "Dia hanya menginkan calon memantu terdidik, santun, dari kalangan setara. Akademisi atau dokter lebih baik. Bukan artis sepertiku! Dia sendiri yang mengatakannya dengan jelas kepadaku!"

Raja membalikkan tubuh dan berjalan ke arah pintu keluar, tak ingin menyahut lagi. Karena yang dikatakan Rania benar. Hambatannya hanya satu, ibunya.

tbc.

Mau nanya dong.

Alur maju mundurnya/flashback bikin bingung nggak?

Kenalin

Rania abis pemotretan produk perhiasan. Kek gini fotonya.

Nah, kita kenalan sama sini sama si pak dokter dulu, yaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top