One Shot
Meski tak mau memikirkannya sering-sering, dia menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia artifisial. Ia tercipta semata-mata hanya untuk menjadi wadah stellaron, lalu berpetualang mengikuti Astral Express, mengikuti jalan yang paling masuk akal untuknya.
Cinta adalah konsep yang asing baginya. Kalau cinta bisa membuat seseorang jadi bersikap aneh, tentu saja tidak seharusnya ie merasakan perasaan seperti itu. Namun nyatanya perasaan tak dapat sepenuhnya dihindari. Dia terlanjur bersikap aneh tanpa ia sadari hingga March akhirnya mengungkitnya siang ini.
"Aku jadi merasa Dan Heng itu seperti dispenser. Raut wajahnya terlihat dingin, tapi sebetulnya dia orang yang hangat. Dan sebetulnya ...." Stelle memutus ucapannya. Ia tak biasanya merasa malu karena apapun, namun kali ini ia merasa canggung menceritakan pemikirannya yang agak mesum soal rekan perjalanannya.
Di matanya, Dan Heng adalah laki-laki yang good looking. Sedikit kurang tinggi menurutnya --entah karena Stelle terlanjur melihat banyak laki-laki bertubuh tinggi di Xianzhou atau tinggi Dan Heng yang agak kurang--, namun tangannya lumayan kekar dan kulitnya putih mulus. Kalau dilihat-lihat, wajahnya juga lumayan. Sepasang mata hijau yang terlihat acuh tak acuh itu sebetulnya akan memerhatikan objek di sekitarnya diam-diam, entah pada sesama manusia, monster atau bahkan hewan yang diamati.
'Dan Heng itu hot.' Itu kata-kata yang sengaja tidak diucapkan Stelle pada sang lawan bicara. Seandainya ucapan itu sampai tersebar ke mana-mana, bisa dipastikan hubungannya dengan seluruh kru Astral Express akan sangat canggung.
"Hey, Stelle. Ayo ikut ke kamarku. Aku punya hadiah buatmu," ajak March tiba-tiba seraya mengedipkan mata.
Stelle merasa bingung. Ini memang bukan pertama kalinya ia masuk ke kamar March, namun biasanya mereka akan mengobrol di lounge. Selain kamar Dan Heng --yang sebetulnya ruang arsip, kamar anggota kru lain entah kenapa terkesan sangat pribadi. Ia belum pernah masuk ke kamar Himeko apalagi Tuan Yang.
Kalau March sampai mengundangnya, sudah pasti ini hal yang pribadi. Apapun itu, pasti itu hal yang tidak ingin diketahui kru Astral Express maupun tamu yang berkunjung. Jadi ia langsung melangkah mengikuti March yang melangkah dengan ringan. Entah kenapa ia bisa merasakan kesan riang dan membayangkan senyum gadis itu meski ia berjalan di belakangnya.
Napasnya tercekat begitu kakinya melangkah melewati ruang arsip. Dan Heng ada di dalam sana, mungkin sedang mengecek atau bahkan mengisi arsip. Kira-kira, apa yang sedang dilakukan lelaki itu, ya?
Stelle cepat-cepat mengalihkan pandangan begitu March berhenti di depan pintu. Ia tidak mau perempuan itu sampai menyadari apa yang ia lakukan, lalu menggodanya.
Begitu pintu terbuka, ia mendapati sebuah ruangan cukup luas yang didominasi warna merah muda dan biru muda. Di sudut ruangan, ia mendapati kasur empuk dengan bedcover tebal berwarna senada. Di salah satu sudut ruangan, terdapat sejenis layar yang memperlihatkan aneka foto yang diambil March dan akan berubah setiap beberapa detik sekali.
Lagi-lagi pikiran Stelle berkelana. Begitu melihat kasur March dan ruangan yang dihiasi banyak boneka, ia jadi teringat ruang sebelah yang sangat kontras. Ia teringat kasur tipis yang diletakkan di atas lantai dan hanya menempati sedikit area ruang arsip serta keberadaan buku di sekelilingnya yang entah kenapa seolah menciptakan rasa aman. Terakhir kali Stelle ke ruang arsip, ia tergoda mengambil buku yang diletakkan di dekat bantal, lalu merapikan selimutnya dan menghidu aroma tubuh Dan Heng yang barangkali lebih harum ketimbang beberapa tong sampah besi berkilau di Belobog.
Ia masih beruntung karena sejauh ini masih bisa menahan diri. Dan Heng pasti akan merasa aneh kalau sampai memergoki apa yang sedang ia lakukan. Lelaki itu juga akan menyadari ke mana hilangnya buku yang ia letakkan di kasur. Yang jelas, ia menemukan satu fakta lain soal lelaki itu; Dan Heng bukan orang yang sangat rapi dalam kehidupan pribadi.
Suara March yang memanggilnya membuyarkan lamunan Stelle. Begitu ia menoleh, ia mendapati sebuah amplop kertas dijulurkan padanya. March menyerahkan amplop itu sambil tersenyum jahil.
"Aku sudah mencetak foto Dan Heng buatmu. Foto-fotonya di dalam amplop ini, ya."
"Buat ap--" ucapan Stelle terputus. Ia teringat kalau Dan Heng punya beberapa penggemar setia berkat kemunculannya di Fight Club Boulder Town. Ia masih ingat kalau beberapa waktu lalu ia pernah meminta foto Dan Heng dan berhasil menjualnya.
Uang penjualan satu foto memang tidak begitu besar. Namun setidaknya cukup untuk membeli 5 tuskpir wrap. Jadi dia membeli tiga, satu untuk dirinya, satu untuk March dan satu untuk Dan Heng. Kedua orang itu tampak kebingungan, namun bagaimanapun juga mereka berdua berjasa untuk membuat menghasilkan foto yang bagus dan layak jual.
Stelle membuka amplop yang diberikan March. Di dalamnya ada beberapa foto yang hasilnya cukup tajam. Semuanya foto Dan Heng sendirian, entah diambil dengan sepengetahuan lelaki itu atau secara candid.
Kedua sudut bibirnya terangkat tiba-tiba. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum begitu melihat Dan Heng yang memejamkan mata di salah satu foto. Tampaknya lelaki itu sedang tidur di kasurnya sendiri. Raut wajahnya tenang, namun kakinya terlihat keluar dari selimutnya sendiri. Posisi tidurnya lumayan kacau.
"March ... ini kau dapat dari mana?"
March tersenyum lebar. Raut wajahnya terlihat bangga, seolah baru saja menemukan sesuatu yang berharga.
"Tengah malam, aku masuk ke ruang arsip diam-diam. Lalu aku mengambil foto."
Stelle membelalakan mata. Ini benar-benar aneh. Dan Heng itu tipe orang yang sangat waspada. Ketika ia masuk ke ruang arsip pertama kali, lelaki itu bahkan bisa tahu kalau ia berada di luar ruangan meski ia tidak bersuara. Tingkat kewaspadaannya sangat mengejutkan.
"Kok bisa? Dia tidak sadar? Waktu aku masuk ruang arsip, dia bahkan sudah tahu kalau aku di depan pintu sebelum aku masuk."
March terkekeh. Ia segera menyahut, "Kau sudah tahu kalau Dan Heng itu sebenarnya suka teh, kan? Nah, dari sore aku sengaja mengajak minum teh terus. Aku sampai membeli teh kombinasi khusus untuk orang susah tidur."
"Terus tehnya sungguhan berhasil?"
"Iya! Dia bahkan tidak sadar ketika aku masuk ke ruang arsip. Ketika aku memotretnya, dia sama sekali tidak bergerak."
Stelle jadi menyesal. Mungkin seharusnya ia ikut pergi ke ruang arsip tengah malam. Sayangnya, hari itu ia baru saja melatih Yanqing dan sparring bersama Jing Yuan. Ia benar-benar lelah dan mengantuk.
"Wah, makasih, lho. Karena kau sudah berusaha keras, bagaimana kalau kita bagi hasil? Aku akan menjual foto ini ke penggemar Dan Heng. Enam puluh persen buatmu, sisanya buatku gimana? Soalnya kau keluar modal cetak foto dan beli teh."
March tak sempat bereaksi ketika Stelle tiba-tiba saja memegang foto Dan Heng yang tertidur dengan kedua tangan, "Kalau yang ini tidak akan kujual."
"Anggap saja ini dukungan buat temanku yang sedang jatuh cinta. Semoga berhasil, ya!"
Stelle begitu terkejut hingga mulutnya terbuka selama dua detik. Ia buru-buru mengatupkan mulutnya begitu tersadar dan segera menyangkal, "Mana mungkin! Memang apa bagusnya dia? Berkat melihat cowok-cowok tinggi di Xianzhou, aku jadi semakin merasa dia cebol. Apa dia kurang minum susu, ya? Kasihan sekali."
March tersenyum menyaksikan Stelle yang salah tingkah dan gelagapan. Wajahnya merona dan tiba-tiba saja tempo bicaranya jadi lebih cepat.
"Kalau kau butuh foto Dan Heng lagi, langsung bilang padaku, ya. Nanti kucetak lagi buatmu."
"Aku nggak butuh. Terlalu banyak menjual foto malah membuat harga pasaran jadi turun."
Stelle segera menambahkan peringatan bernada ancaman, "Pokoknya jangan sampai kru Astral Express lain tahu!"
"Iya, iya. Tenang saja. March 7th pintar menjaga rahasia, kok."
Stelle kembali memperingati sebelum membuka pintu kamar March 7th dan menutupnya. Begitu kakinya mulai melangkah, tiba-tiba saja langkahnya menjadi ringan. Kedua sudut bibirnya terangkat dan ia berhenti sebentar di depan ruang arsip. Ia mengeluarkan foto Dan Heng yang baru saja diterimanya dari March dan mengelusnya, lalu menatap ke arah pintu.
Ia membayangkan seandainya bisa mendekap Dan Heng dan merasakan kehangatan tubuh lelaki itu. Setidaknya, bisa menghidu aroma lelaki itu saja sudah membuatnya bahagia. Pikirannya benar-benar liar dan terlalu mengerikan seandainya sang objek sampai mengetahuinya.
Stelle cepat-cepat memasukkan foto itu secara asal di saku jaketnya dan segera meninggalkan lorong. Selain March, tidak boleh ada yang tahu kalau ia menyimpan foto Dan Heng.
.
.
Dan Heng mengernyitkan dahi begitu mengambil benda yang terjatuh tepat di depan pintu ruangan. Stelle pasti baru saja menjatuhkan benda itu. Ia tahu kalau perempuan itubaru saja meninggalkan kamar sebelah, lalu berhenti sebentar di depan ruang arsip sebelum melangkah lagi.
Ia sudah menghafal langkah setiap anggota Astral Express karena memiliki ritmenya sendiri dan memperkirakan jarak presensi siapapun di depan pintu. Selama ini, dugaannya tidak pernah salah berkat panca indera yang sensitif. Selain itu, insting mempertahankan diri dari bahaya yang cukup kuat.
Namun ia dibuat heran karena malah mendapati foto dirinya yang sedang tertidur mengenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang berwarna hitam. Beruntung dia tidak dipotret dalam kondisi memalukan, misalnya ketika mendengkur atau menggaruk bagian tubuh tertentu yang seharusnya tidak diketahui siapapun.
Tanpa perlu berpikir lama, Dan Heng sudah tahu siapa yang mengambil fotonya. Itu pasti kelakuan March. Dua hari lalu, perempuan itu tiba-tiba mengajaknya minum teh. Perempuan itu memaksa kalau dia butuh relaksasi karena lingkaran hitam di bawah matanya sangat mengerikan. Begitu meminumnya, ia menyadari teh itu merupakan kombinasi lavendel dan chamomile.
Malamnya Dan Heng tertidur lebih nyenyak ketimbang biasanya. Samar-samar ia menyadari seseorang masuk ruang arsip dan mendekati tempat tidurnya. Namun ia terlalu lelah dan tak sanggup membuka matanya sama sekali. Ia mengabaikannya karena berpikir sedang bermimpi, namun rupanya March memotretnya diam-diam ketika sedang tidur.
Ia tidak mengerti, untuk apa Stelle menyimpan fotonya? Sebelumnya, perempuan itu juga pernah meminta fotonya secara tiba-tiba. Setelah itu, Stelle membawakan tuskpir wrap untuknya dan March.
Kalau diperhatikan, belakangan ini perempuan itu juga bersikap agak aneh. Ia tidak berani seratus persen yakin, namun ia merasa Stelle jadi lebih sering menatapya diam-diam. Anehnya, ketika mereka berinteraksi, perempuan itu malah sengaja memalingkan wajah darinya.
Dan Heng segera meninggalkan lorong dan berniat mencari Stelle. Namun begitu ia membuka pintu menuju lounge, ia malah mencium aroma kopi yang menyeruak begitu kuat. Tak begitu jauh dari pintu, ia mendapati Himeko yang sedang duduk di sofa sambil menikmati kopinya. Tuan Yang sedang berdiri di pojok ruagan yang begitu jauh dari Himeko. Kali ini, Pom-Pom pun berada di dekat Tuan Yang.
Meski tidak mengatakan apapun, semua orang tahu apa yang sedang mereka lakukan. Baik Tuan Yang maupun Pom-Pom sedang menghindari aroma kopi Himeko. Kedua orang itu akan tetap berada sejauh mungkin dari Himeko selama sepuluh menit, sampai aroma kopinya mulai berkurang.
"Aku baru saja menyeduh kopi. Kau mau?" tawar Himeko begitu melihat Dan Heng yang baru saja memasuki ruangan.
Biasanya Dan Heng akan menerima kopi tawaran Himeko. Ia sempat membuat kru Astral Express lainnya terkejut begitu ia meminum kopi itu sampai habis dan melakukannya berkali-kali. Pom-Pom bahkan pernah bertanya padanya, dan ia akui kalau sebetulnya sedang melatih diri, bukan menikmati kopi itu.
Namun kali ini ia harus menolak. "Tidak, terima kasih. Apa kau melihat Stelle?"
"Ah, Stelle? Tadi dia keluar. Kalau tidak salah katanya mau ke Belobog."
Dan Heng segera meraih ponselnya, mengirim pesan untuk menanyakan keberadaan perempuan itu. Beberapa menit kemudian Stelle membalas, memberitahu kalau dia sedang berada di Administrative District.
Dan Heng segera memberitahu kalau ia juga akan menyusul.
.
.
Foto Dan Heng hasil jepretan March sungguhan laku keras. Kali ini, semua foto-foto itu laku terjual dan ia berhasil membawa pulang dua puluh ribu credit. Bagiannya sendiri delapan ribu credit, cukup untuk membeli dua gelas teh boba mahal yang selama ini diinginkannya di Sleepless Earl. Bahkan masih sisa delapan ratus credit pula.
"Hey! Tuan Naga Muda Berwajah Dingin datang!" seru salah seorang laki-laki paruh baya pada temannya.
"Apa? Kalau begitu aku harus langsung meminta tanda tangannya di foto yang baru kubeli! Ayo cepat!"
"Eh? Jangan--" ucapan Stelle terputus. Seketika saja perhatian orang-orang tertuju pada Dan Heng yang baru saja datang. Mereka bahkan berkerumun di dekatnya.
Seandainya Stelle memiliki kemampuan melarikan diri seperti Sampo, ia pasti akan memakai ilmu itu. Sayangnya, dia tidak bisa melarikan diri. Yang bisa ia lakukan hanya menyusup ke dalam kerumunan dan diam-diam melarikan diri melalui pintu.
Ini benar-benar gawat! Hari ini keberuntungannya jelek sekali. Di perjalanan, ia bahkan baru sadar kalau foto yang disimpannya hilang. Ia tidak mungkin bertanya pada siapapun, jadi mau tidak mau ia harus meminta March mencetak ulang.
"Tuan Naga Muda! Kami merindukan pertunjukanmu. Ayo masuk ke ring lagi!" seru salah seorang pengunjung yang disambut dengan seruan oleh para pengunjung lain. Mereka semua terlihat antusias hingga tidak begitu memperhatikan pertunjukan yang ada.
Stelle berpikir kalau ini adalah kesempatan emas untuk melarikan diri. Ia segera menundukkan kepala dan menyusup di antara kerumunan dan segera keluar dari Fight Club. Begitu pintu terbuka, Stelle segera berjalan dengan cepat menyusuri jalanan Boulder Town yang cukup berkelok-kelok.
Ini benar-benar menegangkan. Ia tak mengerti bagaimana Dan Heng bisa tahu kalau ia berada di Boulder Town dan bukannya Administrative District? Padahal belum satu jam sejak ia meninggalkan Astral Express, mustahil Dan Heng mencarinya di seluruh penjuru Administrative District yang cukup luas.
Stelle segera berhenti di salah satu pojokan. Di dekatnya ada tong sampah tua yang sudah berkarat dan ia tidak ingin menyentuhnya. Aroma tong sampah berkarat tidak menyenangkan, apalagi jika dibandingkan dengan aroma sabun mint yang samar-samar tercium dari tubuh Dan Heng ketika berpapasan dengannya di waktu tertentu.
Ia segera menyandarkan tubuhnya. Harusnya Dan Heng tidak akan bisa menemukannya di tempat seperti ini. Lagipula bagaimana lelaki itu kabur dari kerumunan?
Stelle dikejutkan dengan suara ponselnya sendiri yang berdering keras. Padahal ia sudah mengaktifkan mode senyap. Pasti ia tanpa sengaja malah mematikannya. Yang membuatnya terkejut, telepon itu dari Dan Heng.
Stelle buru-buru mengatur napasnya. Ia tak ingin membuat lelaki itu merasa curiga jika ia menolaknya. Jadi ia segera menerimanya.
"Halo. Kau sudah sampai? Di mana?"
Tidak ada jawaban sehingga ia merasa heran. Apa Dan Heng tidak sengaja menekan menelponnya.
"Halo? Suaraku terdengar? Kau di mana?"
Masih tidak ada jawaban. Kini ia mulai panik. Jantungnya berdebar keras dan ritme napasnya menjadi lebih cepat. Telepon dimatikan dan ia segera mengatur napasnya.
Begitu ia sudah mulai agak tenang dan menoleh ke samping, ia begitu terkejut mendapati Dan Heng sudah berada di sampingnya. Ia refleks menjerit begitu keras, seolah bertemu hantu.
"AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH!"
Dan Heng hanya diam dan melirik Stelle yang menjerit. Ia sudah menduga kalau perempuan itu pasti kaget karena menemukannya di tempat ini.
Sebetulnya begitu masuk ke Fight Club, matanya langsung tertuju ke sekeliling ruangan dan ia sudah menemukan perempuan itu. Ia juga menyadari kalau Stelle diam-diam melarikan diri melalui pintu. Jadi ia mengikutinya diam-diam sesudah mengatakan kalau ia sudah mendaftar untuk ikut pertandingan hari ini dan segera kabur.
"Aduh. Kenapa kau muncul tiba-tiba, sih? Ngapain kau di Boulder Town? Bikin kaget saja."
"Mencarimu."
Stelle terkejut. Bagaimana bisa Dan Heng malah berpikir mau mencarinya di Boulder Town?
"Ahaha ... kenapa kau malah mencariku di sini? Aku ke sini karena mau membeli jajanan. Jajanan di Boulder Town juga enak dan tidak semahal di Administrative District, lho."
Dan Heng terdiam sebentar. Ia menatap Stelle lekat-lekat dan perempuan itu berusaha menghindari pandangannya.
"Ada barangmu yang jatuh di depan ruang arsip. Jadi aku menyusulmu ke Fight Club."
Dan Heng menyerahkan selembar foto yang ia balik sehingga bagian belakangnya yang terlihat. Tanpa perlu melihat bagian depannya, Stelle langsung tahu apa benda itu.
Wajah Stelle merah padam seketika. Bisa-bisanya ia begitu sial hari ini. Foto yang seharusnya tidak diketahui siapapun itu malah ditemukan si objek foto. Bahkan lelaki itu mengembalikan padanya.
Stelle segera melihat foto itu dan ia segera berpura-pura panik. "Hah? Itu kan fotomu? Kenapa jadi barangku? Jangan-jangan itu foto yang diambil March. Kau kan tahu aku sudah lama tidak masuk ke ruang arsip."
"Barang yang sudah diberikan padamu berarti milikmu."
Stelle benar-benar mengagumi kemampuan pengamatan Dan Heng. Dia benar-benar tidak bisa menipu lelaki itu. Jangan-jangan, Dan Heng bahkan sudah tahu soal apa yang dia lakukan sebenarnya.
Sekitar dua bulan lalu, Stelle memang pernah mengirim pesan kepada Dan Heng. Dia menawarkan apakah lelaki itu mau uang dan meminta fotonya. Lelaki itu memberikan pada akhirnya dan menyuruhnya untuk tidak berlebihan. Karena sungkan, Stelle bahkan tidak bisa memberikan setengah dari uang yang dia janjikan pada Dan Heng. Jadi dia berakhir membelikan kue bolu pada lelaki itu.
Kepala Stelle langsung tertunduk. Ia benar-benar merasa tidak enak. Jangankan kisah cinta, relasi sebagai rekan pun mungkin akan hancur.
"Aku benar-benar minta maaf. Kau pasti marah padaku. Sebenarnya aku menjual fotomu pada penggemar-penggemarmu. Lalu foto yang jatuh itu sebenarnya untuk kusimpan sendiri."
Dan Heng sedikit menyipitkan matanya. Reaksi Stelle membuatnya bingung harus bersikap bagaimana. Perempuan itu terlihat serius dengan perkataannya. Kepalanya bahkan tertunduk.
"Aku tidak marah."
"Tidak perlu menahannya. Kau sungguhan boleh marah padaku. Bagaimanapun juga, aku sudah menjual fotomu diam-diam."
"Aku sungguhan tidak marah."
Kali ini Stelle sungguhan terkejut. Rasanya sulit percaya kalau lelaki itu tidak marah padanya.
"Semua uang hasil penjualan foto kali ini akan kuberikan untukmu. Tadi aku dapat dua puluh ribu credit," Stelle segera meraih saku dan berniat mengeluarkan dompet. Namun Dan Heng langsung memegang pergelangan tangannya dan mencegah Stelle mengeluarkan dompet.
"Simpan saja uangnya. Lain kali jangan menjual fotoku lagi."
Nada suara Dan Heng masih terdengar sama seperti biasanya. Sama sekali tidak ada jejak kemarahan di sana.
Reaksi Dan Heng malah membuat Stelle merasa semakin bersalah. Seharusnya lelaki itu mengomel saja sekalian. Atau minimal menegur dengan keras. Namun reaksinya malah biasa-biasa saja.
"Kalau begitu, aku mau kembali ke Fight Club. Satu jam lagi aku ada pertandingan."
Dan Heng segera beranjak pergi. Namun ia sempat melirik Stelle sekilas. Perempuan itu masih menundukkan kepala, tampaknya benar-benar bersalah.
Kalau sudah begini, Dan Heng benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana. Selama tidak keterlaluan, ia akan membiarkan orang lain melakukan apapun yang diinginkan. March sangat suka memotret dan seringkali dia menjadi objek foto, dan dia membiarkannya selama tidak sampai menganggu. Ia bahkan tidak mempermasalahkan Stelle mendapat uang dari fotonya. Asalkan tidak berlebihan, juga bukan foto-foto tidak senonoh.
"Jangan dipikirkan lagi."
Dan Heng tidak tahu kalau ucapannya pada Stelle benar-benar membuat perempuan itu semakin terkagum padanya. Kali ini, kekaguman sungguhan.
.
.
Dan Heng rupanya orang yang pemaaf, juga sungguhan memerhatikan orang lain. Setelah kejadian di Xianzhou, ia baru benar-benar paham kenapa lelaki itu bisa pasrah saja menanggung kesalahan dirinya di kehidupan lampau meski tidak tahu apa-apa dan memutuskan pergi dari Luofu.
Hari itu, Stelle sungguhan tidak mengira kalau Dan Heng sama sekali tidak mengomel. Lelaki itu bahkan sempat-sempatnya menyuruhnya untuk tidak memikirkannya lagi. Padahal dia tidak masalah kalau Dan Heng sampai marah-marah padanya.
Begitu kembali ke Astral Express, Stelle langsung memberikan uang bagian March kepada perempuan itu dan segera meminta maaf sesudah menceritakan soal pertemuannya dengan Dan Heng. Untungnya, March tidak marah. Sebaliknya perempuan itu ikutan merasa bersalah.
Stelle tak memerhatikan bagaimana kelanjutan March dan Dan Heng. Sejak pertemuan di Fight Club, dia sibuk menghindari Dan Heng bagaimanapun caranya. Dia akan sengaja berkeliaran di luar sendiri bagaimanapun caranya dan sengaja baru pulang larut malam. Kadang, dia malah tidak pulang sama sekali.
Meski aturan yang melarang Dan Heng menginjakkan kaki di Luofu sudah lama dicabut, entah kenapa Dan Heng tidak begitu sering pergi ke sana. Mungkin, masih ada perasaan tidak nyaman di hatinya sesudah apa yang terjadi selama ratusan tahun. Maka, Stelle sengaja sering pergi ke Luofu. Pas juga ia menjalankan berbagai misi di sana dan mendapat tambahan uang.
Sore ini, Stelle baru saja menyelesaikan misi yan diminta salah seorang ilmuwan untuk mengambil dokumen yang dimintanya dari Alchemy Comission. Karena misinya berakhir sangat tidak menyenangkan, suasana hatinya juga agak terpengaruh. Bagaimana tidak? Si ilmuwan yang ditemuinya selama beberapa hari tiba-tiba saja kembali menjadi muda. Lalu begitu mereka bertemu hari ini, si ilmuwan bertubuh seperti anak kecil. Berdasarkan eksperimen sebelumnya, bisa dipastikan hari ini merupakan pertemuan terakhir.
Karena itu suasana hati Stelle jadi tidak enak dan dia butuh sesuatu yang manis. Mungkin mengeluarkan 3600 credit untuk segelas teh boba yang begitu terkenal bisa memperbaiki suasana hatinya. Setidaknya begitu pikirnya.
Stelle baru saja akan menghampiri kedai teh itu ketika sosok yang baru saja berjalan keluar menarik perhatiannya. Ia mendapati sosok lelaki berambut hitam dengan jaket hijau tebal yang terlihat kurang cocok dengan cuaca sore ini dan bercelana abu-abu. Di tangan lelaki itu ada plastik berisi dua gelas teh boba.
Perempuan berambut perak itu cepat-cepat berbalik badan, berharap sosok yang sangat dikenalinya itu tidak mengenalinya. Ia tidak habis pikir kenapa Dan Heng malah muncul di kedai teh ini? Bahkan membeli teh boba pula.
"Stelle."
Stelle terpaksa berbalik badan begitu mendengar Dan Heng memanggilnya. Terpaksa, karena ia terlanjur dikenali.
Stelle terdiam ketika menyadari Dan Heng menatapnya. Kali ini bahkan sedikit lebih lama ketimbang biasanya.
"Lututmu berdarah," ucap Dan Heng tiba-tiba sambil berjongkok. Kantung berisi teh boba diletakkan di pergelangan tangan kiri dan dikenakan bagaikan gelang.
Dan Heng tidak mengatakan apa-apa dan langsung mengeluarkan tisu dari saku jaketnya untuk membersihka darah yang menetes. Ia menempelkan plester tanpa mengatakan apa-apa. "Lukamu harus dibersihkan pakai alkohol."
Stelle merasakan gejolak emosi yang sulit dikatakan. Bagaimana bisa ia tidak terpesona dengan Dan Heng yang diam-diam begitu perhatian? Ia bahkan terkejut karena Dan Heng membawa plester ketika sedang berpegian.
"Ah, makasih. Tadi aku tersandung di jalan."
"Lain kali hubungi aku kalau kau terluka. Biar aku menjemputmu."
Stelle tahu kalau lelaki itu mengkhawatirkannya. Namun ia ingin mendengar kata itu dari mulutnya. Jadi ia segera berkata, "Ini cuma luka kecil. Kenapa harus menghubungimu?"
"Aku khawatir. Kadang kau ceroboh," sahut Dan Heng, mengaku tanpa tedeng aling-aling.
Tanpa menunggu jawaban Stelle, Dan Heng langsung memberikan segelas teh boba pada Stelle. Perempuan itu sedikit terkejut dan berkata, "Wah, buatku, nih?"
Dan Heng mengangguk sebagai reaksi. "Mau minum dulu di sini? Atau sambil jalan?"
"Sambil jalan boleh."
Stelle segera melangkah sambil meminum teh boba yang diberikan Dan Heng. Tehnya wangi dengan rasa manis dari susu dan adonan tepung tapioka kenyal dengan rasa gula merah. Pantas saja harganya mahal, rasanya memang benar-benar enak. Rasa perih di kakinya seolah berkurang berkat teh mahal yang enak itu.
Dan Heng menatapnya dan terlihat khawatir. Namun lelaki itu tampak ragu. Jadi lelaki itu memperlambat langkah sambil terus menerus meliriknya.
"Kau tidak minum tehmu?"
"Yang satu lagi buat March."
Perasaan cemburu terbersit di benak Stelle, namun ia cepat-cepat menepisnya. Kenapa harus cemburu? Dan Heng bahkan bukan kekasihnya. Kalaupun iya, bukankah tindakannya irasional? Dan Heng boleh bersikap baik kepada siapa saja, seperti yang dilakukannya selama ini.
"Eh? Kenapa kau tidak beli segelas buat dirimu sendiri?"
"Aku kurang suka manis."
Stelle terkejut. Ini fakta yang baru ia ketahui. Pantas saja Dan Heng berhasil bertahan sesudah berkali-kali meminum kopi Himeko. Padahal kopi itu benar-benar mengerikan.
Buktinya, ketika Gepard berkunjung dan disuguhkan kopi Himeko, lelaki itu terlihat susah payah menghabiskannya. Sesudah minum kopi itu, wajah Gepard langsung pucat. Ketika berkunjung lagi, sambil meminta maaf, Gepard mengaku tidak tahan dengan kopi Himeko.
Perjalanan kembali ke Express terasa lebih lambat ketimbang biasanya. Namun suasana hatinya yang tidak begitu baik jadi terasa lebih ringan. Dan Heng bahkan memberikan minuman untuknya, bahkan sampai mengobati lukanya. Berarti lelaki itu benar-benar memaafkannya.
Hati Stelle terasa menghangat tiba-tiba. Setiap bersama lelaki itu, dia merasa benar-benar aman. Faktanya, keberadaan lelaki itu bagaikan sebuah selimut tebal yang menghangatkan tubuhnya di musim dingin. Dan Heng bahkan bisa menyadari perubahan pada dirinya hanya dengan caranya mengetik pesan. Bukankah itu menakjubkan?
Begitu mereka akhirnya berada di depan Express, Dan Heng segera maju lebih dulu ke atas tangga. Ia menatap mata Stelle lekat-lekat dan berkata, "Pegangan padaku."
Stelle mengulurkan tangannya, membiarkan Dan Heng membantunya menaiki tangga Express. Setelahnya, Dan Heng membantu membersihka lukanya, lalu memberikan obat dan melilitkan perban. Suasana hati Stelle benar-benar membaik.
.
.
Beberapa minggu berikutnya, Stelle berusaha mati-matian untuk mengalihkan fokusnya. Namun setiap ia berusaha mengalihkan pemikirannya, ia malah memikirkan sosok Dan Heng. Setiap pandangan mereka bertemu, ia akan secara refleks mengalihkan pandangan. Sesudahnya, ia akan tersenyum tipis.
Perasaan yang terus disembunyikan membuat dada Stelle seolah meledak. Semakin lama ia mengenal Dan Heng, semakin ia menyadari betapa hangat dan indahnya hati lelaki itu. Bahkan ketika ia mengetahui masa lalu lelaki itu sebagai Dan Feng, pandangannya tidak berubah.
Ketika mengetahui Stelle tertarik soal Aeon, lelaki itu bahkan menghabiskan sepanjang malam demi menandai arsip. Dan Heng bahkan tetap menandai arsip ketika Express mati lampu ketika seharusnya bisa beristirahat. Ia sampai merasa tidak enak karena merepotkan lelaki itu.
Ia baru saja kelar membaca seluruh arsip yang ditandai selama seminggu penuh. Rasanya tidak enak juga memegang arsip terlalu lama, meski Himeko dan Tuan Welt tidak mempermasalahkan. Jadi Stelle memutuskan mampir ke ruang arsip.
Stelle segera mendorong pintu geser, memperkirakan kemungkinan Dan Heng tidak ada di dalam ruangan. Tatapannya tertuju pada lelaki berambut hitam yang segera mengalihkan pandangan dari buku yang tengah dibacanya.
"Aku mau mengembalikan arsip yang waktu itu. Makasih, ya. Berkat bantuanmu, aku jadi mudah membaca informasi yang kubutuhkan."
"Sama-sama."
Stelle mendekat, menghampiri Dan Heng yang sedang duduk di kursi. Ia menyerahkan buku arsip itu dan terdiam di tempat.
Tampaknya, ia terdiam cukup lama hingga Dan Heng meletakkan bukunya sendiri.
"Kenapa?"
Stelle meneguk ludah, berupaya mengumpulkan keberanian. Jantungnya berdebar begitu cepat dan tangannya yang ia selipkan di saku sedikit gemetar.
Ini benar-benar aneh. Biasanya ia bicara tanpa ragu. Kenapa sekarang malah gugup?
"Ah, Dan Heng. Kau punya waktu sebentar? Aku mau bilang sesuatu.'
"Katakan saja. Kalau perlu, aku akan merahasiakannya untukmu."
Dengan satu tarikan napas, ia segera berkata, "Aku suka padamu."
Dan Heng terdiam. Tidak biasanya ia mendengar pernyataan perasaan dan ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana.
Namun Dan Heng segera kembali ke mode rasional. Mungkin maksudnya Stelle menyukainya sebagai teman. Kalau itu, ia bisa mengerti. Ia pun menyukai semua kru Astral Express, makanya ia memutuskan tetap bersama mereka.
"Maksudku, aku suka padamu sebagai seorang perempuan pada lawan jenis. Kalau kau mau, ayo kita pacaran."
Dan Heng terdiam jauh lebih lama ketimbang biasanya. Otaknya seolah membeku mendengar penyataan cinta yang tiba-tiba.
Selama hidupnya, ia sama sekali tidak berpikir menjalin hubungan romansa. Ketika berjalan-jalan di Central Starskiff Haven, entah sudah berapa kali dia melihat sepasang pria dan wanita berpegangan tangan, berpelukan, maupum saling menatap seraya tersenyum satu sama lain.
Hanya saja ... dia benar-benar tidak mengerti hal semacam itu. Bahkan tidak ada hal semacam itu dari ingatam kehidupan masa lampaunya sebagai Dan Feng.
Dan Heng benar-benar tidak mengerti harus bereaksi bagaimana. Ia tidak ingin menghancurkan perasaan Stelle, namun juga tidak ingin memberikan harapan palsu. Harus diakui, dia menikmati menghabiskan waktu bersama perempuan itu.
Di saat seperti ini, haruskah ia jujur saja? Sepertinya ini yang terbaik.
"Terima kasih. Aku pun menikmati waktu bersamamu. Tapi aku sungguhan tidak paham soal semacam ini. Jadi sepertinya aku ...."
Stelle memutus ucapan Dan Heng. Ia sudah bisa memperkirakan kalimat selanjutnya dari tatapan mata yang tampak bersalah itu.
"Tidak masalah. Aku cuma menyampaikan perasaanku. Kau tidak harus menerima permintaanku. Tolong dirahasiakan, ya."
Stelle tidak merasa sakit hati meski baru saja ditolak. Ia hanya tidak ingin hal ini diketahui semua orang dan membuat suasana di Express menjadi canggung. Ia tidak ingin merusak suasana maupun menjadi bahan ledekan.
"Maaf membuatmu kecewa. Akan kurahasiakan."
Stelle mengangguk dan tersenyum. Sesudah hari ini usai, ia akan bersikap seolah pernyataan cinta ini tidak pernah ada. Perasaannya jauh lebih lega setelah mengutarakannya dan mendapat jawaban.
Cinta pertama Stelle tidak berakhir semanis drama romantis, tentu saja. Lelaki yang dicintainya tak memiliki perasaan yang sama padanya. Sepertinya, ia malah membuat lelaki itu kebingungan.
Meski demikian, kekagumannya pada Dan Heng tidak berubah. Ia tetap takjub pada kebaikan hati lelaki itu, meski tidak ditujukan pada dirinya sekalipun. Perasaannya ... mungkin sejenis kekaguman pada sesama mahluk hidup berakal budi.
Belum lama ini ia bertemu Yanqing lagi untuk berlatih. Dengan wajah memerah karena kesal sekaligus malu, bocah laki-laki itu bercerita soal dirinya yang dikalahkan dengan memalukan oleh Blade dan Dan Heng. Sambil menggerutu, bocah itu bercerita soal Dan Heng terlihat jelas menahan diri, lalu menyerangnya sambil minta maaf.
Stelle hanya tersenyum ketika bocah itu memohon padanya agar melatihnya sehingga bisa mejadi kuat. Bocah itu tak sadar kalau dirinya begitu beruntung karena secara tidak langsung diselamatkan Dan Heng. Ia tak bisa membayagkan bagaimana jadinya seandainya saat itu Yanqing hanya menghadapi Blade seorang. Bisa-bisa bocah itu tidak bisa menggunakan pedangnya lagi selamanya, atau bahkan kehilangan nyawanya.
Kali ini, seraya menatap pupil hijau Dan Heng lekat-lekat, Stelle memperlihatkan seulas senyum yang lebih lebar dari biasanya. Senyum itu muncul dengan sendirinya, mungkin mekanisme alami untuk menyembuhkan perasaannya.
"Kalau begitu aku mau pergi dulu. Dadah."
Stelle melambaikan tangannya dan berjalan menuju pintu serta menggesernya. Sesudah meninggalkan pintu, perasaannya pada Dan Heng juga seharusnya tak pernah ada. Suatu saat nanti, ia mungkin akan menertawakan betapa konyol dirinya.
Ketika pintu hampir tertutup, Dan Heng membuka mulutnya yang terkatup. Dengan suara yang lebih pelan ketimbang biasanya, ia berucap, "Suatu saat nanti ... aku mungkin punya jawaban untukmu."
--Tamat--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top