BAB 11

"Kerja yang sempurna, Manajer Silla."

"Terima kasih, Bu Hima."

Narsilla tak hanya menerima jabatan tangan, tapi juga pelukan hangat dari sang direktur.

Tentu ia merasa terhormat diperlakukan dengan akrab layaknya teman dekat Sahima Paramesti Djaya, yang notabene pimpinan utama.

Walau hubungan mereka selama bertahun-tahun sebagai partner kerja memang selalu bagus, tapi suasananya jadi lebih dekat saja akhir-akhir ini.

"Saya mau undang kamu makan malam besok di rumah saya. Apa bisa, Manajer Silla?"

"Besok malam, Bu? Saya rasa bisa." Narsilla tak perlu menimbang permintaan sang direktur.

"Wah, bagus, Silla. Jam tujuh, ya, datang."

"Apa Pramuda akan datang juga, Bu Hima?"

"Iya, datang. Tamu spesialnya adalah kamu dan adik saya, Silla. Kalian bintang utamanya."

Narsilla mendadak kikuk. Ucapan sang direktur juga membuatnya penasaran. Namun diputuskan untuk tidak menanyakan apa maksudnya.

Dan ketika hendak menjawab, ponsel tiba-tiba saja berdering, tandakan ada panggilan masuk.

Narsilla memutuskan mengabaikan.

Namun, handphone yang diletakkan di dalam saku celananya kembali berbunyi. Lekas diambil guna tahu siapa menghubungi dirinya.

Dan ternyata sang ibu.

"Angkat saja, Silla."

"Saya akan balik ke ruangan saya sekarang, Bu Hima. Yang menelepon adalah orangtua saya."

"Iya, Silla. Balik saja sekarang, tidak apa-apa."

"Baik, Bu Hima. Terima kasih."

Sang direktur mengangguk pelan.

Ponselnya berdering kembali, setelah seperkian detik lalu sempat berhenti berbunyi.

Panggilan masih dari sang ibu.

Karena ruangannya berada di lantai bawah dan dapat memakan waktu lumayan lama, Narsilla memutuskan pergi ke area balkon saja.

Mumpung tak ada orang di sana.

Setelah sampai, ia pun lekas mengangkat telepon dari ibundanya. Perasaan jadi tidak tenang, Bisa saja orangtuanya ingin sampaikan berita penting yang patut untuk dirinya ketahuinya.

"Sore, Ibu." Narsilla menyapa dengan sopan.

"Maaf, aku bisa menelepon sekarang. Aku baru saja selesai rapat." Narsilla pun lanjut berikan penjelasan agar ibunya tak salah paham.

Sang ibu segera menjawab di seberang telepon, semacam berkata senang teleponnya diterima.

"Ibu kenapa menelepon? Apa terjadi sesuatu?"

Narsilla jadi berpikiran yang macam-macam saja karena tak biasanya sang ibu menelepon secara beruntun. Pasti ada hal penting disampaikan.

Saat ibunya mulai berbicara, ia pun mendengar dengan saksama supaya tak satu pun informasi yang terlewatkan, jika memang sifatnya genting.

Setelah hampir satu menit membiarkan sang ibu menyampaikan berita, Narsilla pun bisa segera mendapatkan kesimpulan. Ia tentu cukup kaget akan fakta yang diungkapkan orangtuanya.

"Dia akan ke Jakarta? Dalam rangka apa, Bu?"

"Menemui diriku? Atau apa?" Narsilla tak bisa menutupi rasa ingin tahu akan niatan dari Made Mertana berkunjung ke ibu kota.

Ya, sang ibu mengabari bahwa pria yang hendak dijodohkan dengan dirinya itu akan datang ke Jakarta. Masih dalam penerbangan. Mendarat di bandara sekitan sore nanti, jam belum pasti.

Sang ibu pun meminta padanya agar menjemput Made Mertana. Maka dari itu, ia terus ditelepon.

Narsilla sebenarnya biasa saja dan tak masalah jika pria asli berdarah Bali itu akan berkunjung ke ibu kota dengan tujuan lain, bukan bermaksud datang dalam upaya menemuinya saja.

Mereka pernah berjumpa di Bali beberapa kali, itu pun sudah lumayan lama, lebih dari empat tahun lalu. Selama ini, hanya berkirim pesan.

Kedatangan Made Mertana tentu mendadak bagi dirinya hadapi, andai benar memang tujuan pria itu ke Jakarta untuk bertemu dengannya.

"Dia melamar kerja, Bu?" konfirmasi Narsilla sekali lagi, saat orangtuanya menyebut maksud Made Mertana datang ke ibu kota.

"Dia akan pindah di sini, kalau diterima kerja di perusahaan yang diincar? Dia bersedia tinggal bersamaku di Jakarta setelah menikah?"

Narsilla tiba-tiba saja merasakan denyutan hebat pada bagian kepala mendengar penjelasan sang ibu. Menimbulkan senasi kejut juga di hatinya.

Otak memikirkan sebuah konklusi yang kurang menyenangkan, yakni soal rencana perjodohan dirinya dan Made Mertana akan terlaksana.

Pria itu bahkan rela berkorban untuk pindah dan ikut dengan dirinya menetap di ibu kota?

Bagaimana ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top