BAB 09


"Ada lagi yang ingin kalian pesan?"

"Tidak ada!"

"Yakin? Saya akan mentraktir kalian makan apa pun yang kalian mau. Jadi, kalian bisa memesan apa saja kalian ingin makan," ujar Narsilla tegas.

"Ibu pasti mau menyogok kami."

"Masa mau nyogok dengan makanan. Yang lain dong. Kayak belikan kita pakaian gitu."

"Benar! Benar! Setuju."

Narsila menyunggingkan seringaian. Tetap harus menunjukkan sikap yang tenang, walau di dalam tercipta rasa kesal dengan ucapan para pemudi minim sopan santun di hadapannya ini.

Mereka adalah para mahasiswi centil Pramuda Dwima Djaya yang menyukai pria itu.

Narsilla tentu tahu kedatangan mereka ke kantor. Ia merasa tidak nyaman karena beberapa staf melihat, walau sang direktur yang ditemui.

Ketiganya memang tidak berulah. Justru dirinya diabaikan oleh mereka. Ditatap sebagai pesaing yang rasanya membahayakan para pemudi itu.

Namun karena areal perusahaan adalah tempat dirinya bekerja. Imej harus dijaga dengan baik. Tak boleh reputasinya terganggu urusan pribadi.

Jadi, langkah pertama yang Narsilla putuskan untuk ambil adalah bicara dengan mereka. Dan walau awalnya bersikap jual mahal, tapi ketika diajak untuk makan di salah satu restoran mahal dekat kantor, para pemudi itu tidak keberatan.

Caranya sudah tepat. Tinggal menjalankan misi berdamai saja dengan mereka. Setelah itu semua permasalahan akan bisa diselesaikan.

Dan misinya menikah harus terlaksana.

"Kalian ingin saya belikan pakaian?"

"Iya, benar, Bu!"

"Mau yang mahal."

"Kayaknya Ibu punya banyak uang."

Oh, Tuhan!

Mereka sedang mengujinya bukan ini?

Dikasih hati, malah memancing kemarahan.

Baiklah, ia juga harus menggunakan taktik jitu. Tak boleh membiarkan mereka mengaturnya dan mendapatkan apa yang diinginkan.

Lagi pula, dirinya punya kemampuan negoisasi yang cukup mumpuni, mengingat hampir empat tahun lamanya menangani berbagai klien.

"Mau nggak Bu Silla?"

Mereka masih tak jera menantangnya, baiklah.

Narsilla pun menggelengkan kepala dalam gerak yang tegas, begitu juga dengan ekspresinya.

Dan tampak segera perubahan pada raut wajah ketiga pemudi yang tengah dihadapinya. Mereka cemberut, ada juga memamerkan ekspresi sarat akan ejekan khas anak muda yang bandel.

"Saya tidak punya kewajiban memenuhi semua kemauan kalian." Narsilla bicara dengan tegas.

"Kalian tidak bisa memanfaatkan saya."

Dua dari tiga mahasiswi itu pun berseru dengan teriakan yang mengejek dirinya. Seakan-akan ingin menunjukkan ketidaksukaan.

"Oke, nggak usah traktir kita baju, Bu."

"Kita juga nggak mau merestui hubungan Bu Silla dengan dosen ganteng kesayangan kami."

"Benar banget, kita akan menjadi hater!"

"Kita akan buat gerakan anti Ibu Silla sebagai pacar pak dosen kami. Kalian akan putus."

"Pak dosen itu milik kami."

Brak!

Narsilla memukul meja dengan keras, manakala salah satu mahasiswi Pramuda menaikkan nada suara yang sudah jelas tak sopan didengar.

Narsilla menatap sengit ketiganya. Dan mereka pun bungkam seketika sembari menundukkan kepala. Mungkinkah sudah merasa takut?

"Saya juga bisa tertindak kejam, andaikan kalian terus berusaha menguji kesabaran saya."

"Kalian sudah masuk dalam ranah hubungan orang lain yang tidak patut kalian urusi."

"Kalian masih muda. Kalian harusnya fokus saja menyelesaikan kuliah kalian, lalu wisuda."

"Perjalanan hidup kalian masih panjang. Kalian harusnya mempersiapkan diri kalian itu dengan benar untuk menata masa depan lebih baik."

"Bukan sibuk merecoki dosen kalian sendiri."

Narsilla belum selesai bicara sebenarnya. Masih ada yang hendak disampaikan. Namun dijeda sebentar karena merasa lelah berceloteh panjang.

Dan ia juga ingin mendengar tanggapan dari tiga mahasiswi obsesif Pramuda. Apakah mereka masih ingin memprovokasi dirinya atau tidak.

Nyatanya ketiga pemudi itu tetap bungkam.

Tentu saja harus digunakannya kesempatan yang ada untuk mengutarakan semua keluh-keluh dan juga peringatan halus pada ketiga mahasiswi itu.

"Satu lagi yang harus kalian terima ....."

"Saya dan dosen kesayangan kalian, tidak akan pernah putus. Justru kami akan segera menikah."

"Jadi tolonglah berhenti membuat onar."

Tepat setelah diselesaikan ucapan, ketiga pemudi yang duduk di hadapannya pun kompak dalam menunjukkan reaksi kaget. Mata saling melebar.

"Pak Dosen kesayangan kami mau menikah?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top