BAB 05
"Ahhh, Ibuuu!" Narsilla berseru kesal, manakala orangtuanya tertawa meledek di ujung telepon.
Sang ibunda menyerukan kalimat ejekan tentang dirinya yang berdusta memiliki seorang gebetan.
"Aku nggak bohong, Ibuuuu."
"Aku lagi mau kencan sama pak dosen ganteng di sini. Aku akan pacaran dengan dia!"
"Eh, enggak pacaran doang, tapi nikah." Narsilla berucap dalam nadanya begitu mantap.
"Jadi, Ibu dan Bapak nggak perlu lagi jodohkan aku. Paham? Aku bisa nyari suami sendiri."
Sang ibu masih tertawa di seberang telepon. Tak menganggap ucapannya serius. Padahal, dirinya sedang sungguh-sungguh bercerita.
Lagi pula, tujuan menghubungi orangtunya tidak lain untuk memberi tahu jika ia sudah memiliki calon kekasih yang siap dijadikan suami.
Sang ibu malah tidak percaya.
"Tunggu pokoknya tiga bulan lagi, Ibu. Aku ajak dia ke Bali untuk bertemu Ibu dan Ayah."
"Jadi, perjodohannya harus ditunda. Ibu tolong bilang ke Ayah. Mohon dibantu, Ibu Sayang."
"Aku sekarang mau bertemu pak dosen ganteng di kampusnya. Nanti aku kasih kirim fotonya kr Ibu biar Ibu nggak terus nuduh aku bohong."
"Aku telepon ntar malam lagi, Ibu. Daadahh."
Narsilla memang sengaja mengakhiri teleponnya dengan sang ibu karena sudah sampai di lantai tujuan. Ia tinggal keluar dari lift.
Lalu, mencari kelas dengan nomor delapan dua seperti yang disebut oleh Pramuda Dwima Djaya dalam pesan dikirimkan tadi padanya.
Sesuai kesepakatan mereka kemarin, ia datang ke universitas, tempat Pramuda nengajar.
Komunikasi sudah dijalin sejak siang tadi. Apa saja akan dilakukan oleh keduanya di hadapan para mahasiswi yang menggilai Pramuda.
"Nomor enam puluh dua." Narsila pun membaca tulisan angka tertulis di depan pintu ruangan.
Sembari berjalan menyusuri koridor, kedua mata dengan saksama memerhatikan setiap kelas.
Lantas, kedua netra menangkap segerombolan mahasiswa keluar dari sebuah ruangan. Insting menyuruhnya untuk ke sana karena besar saja kemungkinan itu kelas yang diajar Pramuda
Walau ingin cepat sampai, Narsilla pun berjalan dengan santai. Langkah kaki dijaga mengingat ia sedang memakai sepatu dengan alas yang tinggi.
Dari ekor matanya, dilihat beberapa mahasiswa lewat melintasinya mencuri-curi pandang.
Tak heran karena mungkin penampilannya yang formal karena memakai pakaian kerja ; kemeja biru dengan rok selutut dan stocking putih.
Tidak sempat pulang untuk berganti. Langsung berangkat dari kantor karena diburu waktu.
"Pak Dosen ada acara malam ini?"
"Kita mau ngajak Pak Pram makan di kafe."
"Sejam doang, Pak. Kita mau nanya materi soal lembaga keuangan yang belum kita mengerti."
"Iya, benar kata Mawar, Pak. Sebentar doang."
"Maaf saya tidak bisa, saya akan pulang."
"Ah, Pak Dosen enggak asyik. Kita minta tolong sebentar saja tidak mau. Tega banget, Pak."
"Iya, Pak Pram tega banget dengan kita yang udah mau rajin-rajin nanya materi, tapi enggak mau dibantu dengan meluangkan waktu."
Walau berada di luar ruangan, Narsilla dengan jelas mampu mendengarkan ucapan-ucapan para mahasiswi Pramuda pada pria itu.
Narsilla memutuskan tak masuk karena merasa kurang enak harus ke dalam secara tiba-tiba. Ia pun memutuskan untuk menunggu saja.
Ternyata penantiannya tak lama sebab Pramuda sudah keluar dari ruangan. Dan sudah tentu pria itu melihatnya dengan mudah yang memanglah tengah berdiri, berseberangan dengan ruangan.
Pramuda juga segera menghampiri dirinya.
Narsilla berpikir hanya akan disapa seperti biasa, tapi dosen tampan itu malah memeluknya. Lalu, melingkarkan kedua tangan di pinggangnya.
Membuatnya tegang seketika. Seluruh tubuh pun kaku karena kekagetan yang luar biasa.
"Malam, Sayang."
Tepat setelah Pramuda menyapa dengan nada yang terkesan mesra, kedua telinga Narsilla pun menangkap seruan-seruan histeris.
Benar, berasal dari para mahasiswi Pramuda.
"Pak Dosen ini siapa?"
"Jangan bilang ini pacar Pak Dosen?"
"Astaga, Pak Dosen kapan punya pacar? Kenapa kami nggak tahu? Pak Dosen nggak bilang."
"Pak dosen enggak jomlo lagi!"
Pramuda rasanya ingin terbahak-bahak karena menyaksikan ekspresi panik para muridnya, tapi ia harus tetap menjaga wibawa, sehingga wajah dihiasi tetap dengan raut yang serius.
Pramuda berdeham sebentar, sebelum berbicara. Suaranya tidak boleh serak keluar.
"Pak Dosen benaran punya pacar?"
Pertanyaan dilontarkan salah satu mahasiswinya.
Dan dengan gerakan kepala yang mantap, segera Pramuda mengiyakan apa ditanyakan padanya.
"Benar," ujarnya begitu yakin.
"Ini Narsilla Anggrami. Dia adalah pacar saya," lanjut Pramuda.
Para mahasiswinya seketika diam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top