2. Pertemuan Dua Keluarga
Malam ini merupakan malam yang paling spesial bagi gadis cantik nan manis bernama Fay Elvina Bellvania.
Bagaimana tidak spesial, dua hari yang lalu ia mendapat kabar dari orangtuanya bahwa malam ini ia akan diperkenalkan secara langsung dengan seorang pria yang bernama Alardo Zefarino Bagaskara. Pria yang sudah mendapat tempat tersendiri di hatinya meskipun hanya lewat sebuah foto.
Jantungnya kini berlomba-lomba berdetak lebih keras saat ia bersama kedua orangtuanya tepat di depan pintu rumah yang ia tuju. Papanya menekan bel pintu rumah dengan santai. Sekilas papanya menoleh ke arah putrinya lalu tersenyum geli.
"Sudah, enggak usah tegang gitu. Papa yakin semua cowok pasti sangat terpesona melihat putri papa yang cantik ini."
"Apaan, sih, Pa," ucapnya salah tingkah mendengar godaan dari papanya.
"Udahan, Pa, senang banget goda Fay." Sang Mama merangkul Fay sembari memberi peringatan suaminya lewat pelototan matanya.
"Iya-iya, Ma. Papa cuma bangga sama putri kita yang cantik ini."
"Iyalah. Anak siapa dulu ya, Fay," ucap sang mama tersenyum ke arah Fay yang semakin malu digoda kedua orang tuanya.
"Anak Papa juga dong, Ma."
"Iya, Pa. Anak papa juga, kok." Mereka tergelak bersama setelah sadar tentang perdebatan kecil mereka.
Tak lama kemudian salah satu pembantu membukakan pintu, mempersilakan masuk dan segera memberitahukan sang tuan rumah perihal kedatangan tamunya.
"Wah, tamu yang kita tunggu-tunggu sudah datang rupanya," ujar seorang pria yang meskipun sudah menginjak usia 40-an, ketampanannya tidak pernah luntur.
"Halo, Gas. Gimana kabarnya?" sapanya sembari tersenyum cerah.
"Seperti yang kamu lihat, Ram, aku selalu baik-baik saja malah semakin tampan." Tawa Rama mengalun begitu mendengar Bagas tak pernah berubah sejak SMA. Selalu saja membanggakan ketampanannya. Sementara kedua istrinya berpelukan erat dan mengabaikan kehebohan para suaminya.
Mereka berempat memang sudah saling mengenal sangat lama. Dari SMA, tiga tahun berturut-turut mereka berempat sekelas, yang membedakan hanya status mereka. Jika Rama dan Vina mulai kelas 1 sudah menjadi sepasang kekasih, beda lagi dengan Bagas dan Efa yang mulai pacaran saat baru naik ke kelas 3. Namun persahabatan mereka berempat sudah terjalin sejak kelas 1 SMA. Jadi, wajar saja mereka sangat akrab sampai sekarang.
"Ini pasti yang namanya Fay, 'kan?"
"Iya, Tante." jawab Fay tersenyum manis.
"Ah, kamu cantik sekali sayang, persis seperti mamamu," ujar Efa seraya memeluk Fay dengan sayang. "Yuk semua, kita masuk ke dalam."
Akhirnya mereka pun masuk menuju ruang makan sambil bersenda gurau. Fay yang dari tadi hanya tersenyum kikuk dan sesekali menjawab pertanyaan yang terlontar dari sepasang suami istri di depannya, merasa dag-dig-dug sebenarnya. Pasalnya ia sangat grogi dan berharap segera bertemu dengan cowok yang bernama Ardo.
"Silakan dicicipi makanannya," kata Efa semringah. Ia beralih menatap Fay yang duduk di seberang meja yang berada di tengah antara Vina dan Rama. "Tenang saja Fay, sebentar lagi Ardo turun, kok."
Fay yang sadar tengah tertangkap basah melihat ke lantai atas, sontak membasahi bibirnya dengan gugup dan segera menundukkan kepalanya. Sedangkan yang lain tertawa geli melihat tingkah Fay yang lucu.
"Maafkan Fay, ya, Fa. Anaknya memang pendiam dan pemalu," tutur Vina sembari mengusap lembut rambut Fay.
"Enggak apa-apa, Vin. Santai saja. Aku suka gadis seperti Fay, meski cantik ia tetap sopan. Ya, kan, Fay?" Efa mengerling ke arah Fay yang saat ini makin tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Yang ia lakukan hanya tersenyum sekadarnya.
"Iya, Ma. Untung saja Fay mirip Vina, coba kalau mirip Rama, enggak yakin bisa secantik ini," celetuk Bagas, optimis.
"Enak saja kamu ngomong, gini-gini dulu banyak juga yang suka sama aku, Gas," bantah Rama, tak mau kalah.
"Hahaha ... iya tapi pasti banyakan aku, Ram."
Ujung-ujungnya mereka berdua kembali berselisih mengenai ketampanan mereka sendiri. Fay dan Vina sontak kompak memutar bola matanya, jengah. Efa sendiri dari tadi hanya bisa geleng-geleng kepala, pasrah.
"Nah, itu Ardo," seru Efa antusias saat melihat anaknya mulai turun dari tangga.
Fay yang mendengar nama Ardo disebut, ia kontan mendongak dan menatap Ardo tak berkedip. Ardo malam ini hanya memakai celana jeans biru dan kemeja putih lengan panjang yang digulung sampai siku. Sangat sederhana namun ketampanannya menguar dan mampu membuat dentuman jantung Fay bertalu lebih cepat.
Ini aneh. Fay yang selama ini tak pernah tertarik dengan cowok mana pun, bahkan kalau bisa dibilang selama ini para cowoklah yang berlomba-lomba memperebutkan hatinya, sekarang semua berbalik hanya karena Ardo.
"Selamat malam Ma, Pa. Maaf, Ardo telat turunnya," sapa Ardo sambil menarik kursi untuk dirinya sendiri.
"Malam juga, Sayang," ucap mamanya dan disambut senyuman oleh papanya. "Oh, ya, kenalin ini Om Rama sama Tante Vina, sahabat karib Mama dan Papa sejak zaman SMA dulu dan sekarang jadi rekan bisnis Papamu juga lho."
"Oh, ya? Wah, hati-hati Om, Tan, Papa ini kadar kenarsisannya gede banget." Semua tertawa menanggapi ucapan Ardo. "Oh, ya, saya Ardo. Salam kenal Om Rama, Tante Vina."
"Salam kenal juga Ardo. Tante enggak nyangka selain ganteng, kamu pintar bercanda juga, ya." Vina menatap kagum Ardo. Sementara Ardo tersenyum dan mengangguk pelan.
"Siapa dulu dong Papanya!"
"Hahaha ... kamu memang enggak pernah berubah, Gas. Benar kata Ardo, dari dulu kepedeanmu enggak hilang-hilang."
Semua tertawa sambil menikmati makanan yang tersedia di atas meja. Mungkin mereka tidak sadar ada satu cewek di sana yang tidak ikut dimasukkan dalam perkenalan bersama Ardo. Fay pikir mama serta papanya terserang amnesia mendadak setelah bertemu Ardo. Ia hanya mengerucutkan bibir dan menekuk wajahnya sambil mengaduk-aduk makanan di piringnya tanpa selera.
"Aduh, Fay, makanannya kurang enak ya, Sayang? Maaf ya, Fay. Kamu mau yang mana? Nanti Tante ambilkan."
"Eh? Eng-nggak kok, Tante. Makanannya enak." Fay merasa bersalah, lalu tangannya mengambil sesuap nasi dan dilahapnya sambil tersenyum salah tingkah.
"Syukur deh, kirain enggak enak," kata Efa. "Oh, ya, Do, nih kenalin Fay anaknya Tante Vina dan Om Rama. Cantik, kan?"
"Uhuk, uhuk!" Begitu mengetahui Fay tersedak, semua terkejut dan Efa yang duduk berhadapan dengan Fay langsung memberikan segelas air putih untuk Fay.
"Makasih, Tante."
"Hati-hati dong sayang makannya," ucap mamanya khawatir seraya menepuk-nepuk punggung Fay pelan.
"Pelan-pelan saja, Fay." Papanya mengelus rambut Fay dengan sayang.
"Ardo."
Fay mengulurkan tangannya, gugup. Ia merasa jantungnya akan terlepas saking kerasnya bunyi degup jantungnya saat ini. Ia berulang kali membasahi bibirnya, lalu menyebutkan namanya, "Fay."
Hanya beberapa detik mereka berpandangan, hingga akhirnya Ardo yang lebih dulu memutus pandangannya tanpa senyum dan kaku di wajahnya. Fay sangatlah tahu, di sini, hanya dirinyalah yang mempunyai perasaan, bukan Ardo. Ternyata, pertemuan pertama ini hanya berkesan di hatinya bukan di hati Ardo.
Fay menunduk dan tangannya meremas dress-nya kuat. Sebisa mungkin ia menutupi rasa sedihnya di depan mereka.
Tanpa sepengetahuan Fay, Bagas memberi isyarat pada anaknya untuk lebih mendekat. Sambil berbisik ia berkata pada Ardo, "Jika di depan Tante Vina dan Om Rama, kamu enggak bersikap manis pada Fay, kesepakatan kita batal!"
Ardo hanya terdiam dan mengangguk kecil. Tatapannya masih tertuju ke arah Fay, mengamati gerak-gerik Fay yang terlihat gelisah.
"Do, sepertinya Fay sudah selesai makan. Kamu ajak Fay, ya, berkeliling rumah kita atau ke taman belakang rumah juga boleh. Romantis lho, bisa lihat bintang bareng. Ya, enggak, Fay?" Bagas memberikan solusi dengan semangat.
"K-kalau Ardo enggak mau, enggak apa-apa kok, Om. Di sini saja cukup," sela Fay dengan cepat. Ia sangat takut Ardo terbebani dengan perintah papanya. Ia tak mau Ardo menemaninya hanya karena paksaan.
"Iya, Do. Mama setuju sama papa. Kalau di sini terus, entar Fay bosan, lagi. Ayo, gih!"
"Eng-nggak usah, Tante. Fay—"
"Kau mau jalan-jalan di sekitar sini?" Fay terperangah, ia menoleh saat mendengar suara Ardo yang sekarang ini berdiri di belakangnya. Ardo tersenyum menatapnya, tangannya terulur ke arah Fay. "Boleh aku menemanimu, Fay?"
Fay tertegun akan senyuman Ardo. Ia tak pernah menyangka kali ini Ardo memberikan senyuman untuknya.
"Eheeemm! Kamu akan biarkan anakku mematung di sana terus, Fay?" tanya Bagas sambil menaikturunkan kedua alisnya.
"I-iya, Om, maaf." Fay tergagap-gagap dan tak tahu harus melakukan apa. Ia terlalu bingung akan sikap Ardo. Ia masih ingat beberapa menit lalu sikap Ardo sangat dingin padanya, bahkan ia sempat berpikir Ardo membenci pertemuan ini.
"Jadi, kau mau aku temani, Fay? Atau harus aku gendong?" Ardo terkekeh kala melihat Fay yang salah tingkah di depannya.
Sesaat Fay ragu akan keputusannya, namun akhirnya dia menyambut uluran tangan Ardo setelah mendapat anggukan dan senyuman dari mama papanya.
..............................***.................................
Comment, woy.... 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top