[Panta]

Kita cooling down dulu ya... 😂😂😂

Happy Reading

---

"Jadi gimana, Nat?"

Aku menatap ke arah lelaki itu, lelaki yang sama dengan yang 6 tahun lalu mengisi hari-hariku. Masih dengan rupa, suara, dan diri yang sama.

"Aku... kita... nggak bakalan bisa sama-sama lagi, Bran."

Dia membelalakan matanya, lalu kembali mencoba tenang. Matanya tetap fokus padaku.

"Aku nggak mungkin kembali sama kamu, aku bukan pacar orang, atau tunangan orang, Bran. Aku istri orang. Sah secara hukum dan agama. Aku di kurung komitmen bersama Panji di hadapan Tuhan."

"Tapi, Nat... banyak kan orang di luar sana nikah cerai." Begitu sanggahnya.

Aku langsung mengusap perutku sambil mengucap amit-amit 3 kali.

"Jangan samakan aku, nggak ada sejarah dalam keluargaku nikah cerai, dan aku nggak mau jadi yang pertama.

"Kamu mungkin terbiasa hidup di luar negeri, terbiasa dengan hubungan bebas. Terbiasa gonta ganti pasangan. Tapi, aku nggak Bran." Terangku kembali.

"Tapi aku nggak begitu, Nat. Aku nggak pernah main sama perempuan di luar sana."

"Oke. Kalau sampai kamu bohong tititmu kudisan. Panu. Kurap. Mau kamu?"

Gibran langsung merapatkan pahanya. Aku ingin sekali tertawa sekalian muncratin kuah dari mulut buat Gibran.

"Udah lah, Bran. Intinya kita nggak jodoh. Udah kan? Case close."

"Kasih kesempatan..."

Sebelum dia menyelesaikan ucapannya dan membuatku goyah kembali. Aku memotong ucapannya.

"Nggak ada, Bran. 6 tahun aku kasih kesempatan tapi kamu juga ingkar. Ya udah. Aku juga sudah yakin akan menjalani hidupku dengan Panji."

"Kamu cinta sama dia?"

Nah ini! Kenapa orang kalau nikah, selalu ditanya cinta apa enggak?

Gibran tertawa. Tawa sumbang yang masuk telingaku. Sesumbar itu dia pada cinta.

"Kalau sama aku, masih cinta?" Lagi, dia menanyakan soal cinta.

Aku jelas masih diam mbegegeg.

"Oke. Aku terima, tapi nanti kalau Panji ternyata jauh dari harapan kamu, dan memang sudah tak mampu dipertahankan. Aku masih siap melapangkan dadaku menerima kamu. " Putusnya karena tak menemukan jawaban dariku atas pertanyaanya.

Aku masih diam. Wanita memang selalu saja, dirayu dikit juga luluh. Tapi, kali ini aku mencoba meneguhkan hatiku.

"Inget nggak sih, Nat. Dulu kita sering banget masuk BK."

Gibran mulai mencairkan suasana. Mulai membangun obrolan. Aku anggap permasalah selesai. Terserah dia mau bagaimana nantinya. Yang jelas. Sudah ku putuskan melepas Gibran. Beserta rasa nyaman ini. Iya. Selesai. Aku dan Gibran. Sampai di sini.

---

Me : akhirnyaaa.... 😆😆
Me :

Dinda : dada siapa itu?

Me : P
Me : PA
Me : PAN
Me : PANJ
Me : PANJI

Rizka : Uceeet dah, alay beut si lau Nat

Me : BUAHAHAHA 😂😂😂😂

Kila : Ya Ampun Gustiii cobaan apalagi yang kau berikan pada hambamu yang zombelo menahun ini 😭😭😭😭
Kila : aku sudah lelah dengan kesepian dan kesendirian ini.

Rizka : ((JOMBLO MENAHUN))

Kila : kampret lau, sesama jomblo dilarang saling menghina 😠

Rizka : BEHAHAHA

Rivan : ketawa lo tuh menimbulkan tanda tanya besar Riz,

Zhio : Hehehe

Kila : KALIAN BERDUA ADA MAIN YA?

Zhio : Hehehe

Kila : Kampreeet,
Kila : Mamake, anakmu pengin kawin 😭😭😭
Kila : Mamake jodohkan saja anakmu yang malang ini dengan CEO.
Kila : #KilaKuat #KilaSeterong #KilaLelahSendiri #KilaButuhSandaran #KilaButuhPendamping

Zhio : alaaah, lagak lo Kil. Galau bgtu. Sekarang tau rasa jomblo menahun. Dulu, Januar aja lo sia2in. Nyesel sekarang.

Tiara : Oh yayang anu... 😆😆😆

Kila : Shit

Aku tertawa cekikan membaca obrolan dari grup gila itu. Mereka memang moodboster banget. Apalagi kalau sudah urusan membully Kila. Setiap anak pasti ikut andil.

Aku kenal Kila sejak sekolah menengah atas. Entahlah, aku kadang bingung saja. Diantara kami berempat. Kila ini sebenarnya paling menarik. Paling menonjol. Bukan kami tak cantik, tapi orang kalau melihat kami, sekali pandang pasti jatuh pada Kila.

Tapi anak itu tertutup sekali soal asmaranya. Jika ditanya dia bakal ngelak, dan selalu menjawab dia jomlo.

"Ngetawain apaan sih?" Suara parau di belakang telinga membuatku merinding. Panji sudah duduk di atas ranjang, dengan posisi kepalanya berada di samping kiriku. Dagunya bahkan sudah menempel di pundakku.

Jangan bilang dia baca chat kami.

"Nat..."

Eh... eh... apaain ini, tangan kanannya mulai melingkar di pinggangku. Aku makin merinding. Jantungku berdetak tak menentu. Apalagi ketika tangan panji mengelus pelan bagian depan perutku.

Di tariknya badanku mendekat, menempelkan punggungku di dada milik Panji. Hangat. Degup jantung Panji bertalu seolah mengetuk punggungku. Membuatnya seirama dengan milikku.

"Nat..." kali ini suara parau milik Panji berada tepat di samping telingaku. Membuat bibirnya bergesekan dengan telingaku. Jantungku makin kelonjotan nggak karuan.

Hueeee.... ovariumku rasanya penuh. Meluber.

Panji mulai mengelus lembut lengan kiriku. Aku memejamkan mata erat. Harus apa? Harus apa?

"Mas...." aku sekuat tenaga mengeluarkan suaraku dari pangkalnya.

"Hmm..." jawabnya sambil menggesekan hidungnya di pipiku.

"Pengin pipis...."

"HAHAHAHA...." Panji langsung tertawa terbahak-bahak. Dia melepaskan lilitan tangannya. Ganti memegangi perutnya.

Aku? Jangan ditanya. Langsung pasang muka cembetut. Sebel.

"Awas!" Aku langsung berdiri dan masuk kamar mandi.

"Mau ditatur sekalian, nggak?"

"Au ah."

Kututup pintu kamar mandi dengan kasar. Masih samar ku dengar suara tawa Panji. Aku gugup. Sangat. Jujur saja. Aku sangat gugup.

Namanya juga perawan. Ya nggak?

Ku buka piyamaku, aku ragu mau lepas beha coklat buluk ini apa enggak. Kalau enggak, keenakan Panji lah. Akses mudah. Kalau iya, maluuu banget. Beha cokelat buluk dengan gambar pokemon.

Ah, harusnya aku ikuti sarannya Dinda. Beli beha yang berenda-renda. Yang ucul gitu. Yang sekali lihat bikin terpesona bukannya muntah kaya gini.

Setelah bertarung dengan pikiranku sendiri. Akhirnya ku lepas juga.

"Kamu ngapain sih? Pipis aja lama banget."

Ku buka pintu kamar mandi dan ku temukan Panji berdiri lengkap dengan ketawa yang belum hilang.

"Minggir." Ku dorong tubuhnya yang menghalangi jalanku.

"Mau cek encer atau nggak?"

Ku balikkan badanku. Ku lihat Panji berjalan ke arahku. Masih dengan tatapan yang fokus ke arahku. Tatapan yang entah bingung bagaimana mendeskripsikannya.

Masih dengan detak jantung tak menentu dan kaki yang rasanya tak mampu menopang badan, "mau ya ngecek?" Tanyanya sekali lagi.

Aku hanya mengangguk.

Disematkannya rambutku ke belakang telinga, tangan itu tak lantas berpindah. Ibu jarinya malah mengelus pipiku. Bulu kudukku meremang.

Ku cengkeram ujung kaos yang dikenakan Panji.

Panji mencium ujung kepalaku. Turun pada keningku. Aku langsung memejamkan mata saat sapuan hangat itu tiba di pangkal hidungku.

Hembusan napas milik Panji menyebar di seluruh pori wajahku. Membuatku semakin memanas. Ku peluk tubuhnya saat bibir milik Panji bertemu dengan milikku.

Ciuman itu awalnya lembut namun lambat laun temponya semakin menggila. Semakin menuntut lebih. Mengakibatkan cengkeramanku makin erat pada belakang kaos Panji.

---

Tangan milik Panji membuka kancing paling atas piyamaku. Jantungku sudah tak menentu, jika tak terhalang mungkin jantung dan isinya sudah berhamburan entah ke mana.

"Jangan tegang, Nat. Ikuti saja arusnya. Dan coba terbang." Ucapan Panji seperti menghipnotis aku.

Ku tatap wajah itu. Wajah lelaki yang dua minggu lalu memegang erat tangan Papaku. Lelaki yang menasbihkan aku sebagai tulang rusuknya, menjadikan aku bagian dari dirinya. Lelaki ini. Panji Mangkubumi. Suamiku.

Ku usap pipinya, menyalurkan rasa terima kasihku karena telah memilihku. Panji tanganku yang masih bertengger manis di pipinya. Kecupan yang menyebabkan letupan-letupan aneh dalam diriku.

Panji memajukan wajahnya. Aku memejamkan mataku. Saat hembusan napasnya menggelitik leherku.

Langsung ku bekap mulut Panji yang sudah siap menerjang leherku.

Tatapan jengah yang seolah berkata apalagi.

"Kalau kamu bilang mau pipis lagi. Aku tatur langsung di sini."

Aku menggeleng. Dia menghembuskan napasnya kasar.

"Kamu lagi halangan?" Tanyanya lagi.

Ku balas dengan gelengan.

"Jadi apa, Nat?" Tanyanya geram. Mungkin sudah kesal pada istri yang menguji kesabaran ini.

Wehehehe

"Matikan dulu lampunya, Mas. Takut di tonton wattyzen. mereka kan nggak ada pelampiasan, Mas. Bingung nanti mana hujan gini."

Panji melakukan apa yang ku perintahkan.

Yihaaa... aku siap. Nakenak. Nananina. Ihik-ihik. Ihong-ihong. Mboh apalah namanya.

---

Tbc

Karanganyar, 04 Januari 2017

FatmaLotus

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top