9

Please vote dan coment..

Kalo pengen cerita ini sering up kasih vote dan coment-nya ya, satu coment sebenarnya sangat berpengaruh untuk aku.

Dulu cerita yang My Vallary tidak pernah dapat coment meski aku up beberapa kali, suatu hari aku berhenti nulis karena malas tapi suatu ketika ada salah satu readers yang coment menyuruh aku buat melanjutkan. Satu kata lanjut itu mampu memotifasi aku untuk melanjutkan kembali cerita itu, aku juga sadar aku memang lebih mementingkan cerita yang lebih banya dapat vote dan coment dari readers. Karena memang lebih samangat menulis cerita yang banyak peminatnya.

So kasih vote dan coment kalo pengen cerita ini sering up.

Happy reading guys..


***


"Apa kau tidak mendengar? Aku adalah calon suaminya." Ucap Aldi tetap dengan mimik yang tenang.

Ifan melangkah maju dengan emosi yang sudah memuncak, ia melayangkan satu pukulan pada Aldi hingga pria itu jatuh tersungkur di lantai.

"Brengsek! Tidak akan aku biarkan pria manapun memiliki Karina, ia hanya milikiku!" Ucapnya sambil mencengkram kerah kemeja Aldi.

"Hentikan Ifan!!" Teriak Karina melihat Ifan memukul Aldi kembali.

Aldi menendang perut Ifan yang ada di hadapannya, ia menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Satu pukulan ia layangkan pada pria itu sebelum ia bangkit, Ifan hendak memukulnya kembali namun dengan sigap Aldi menghindar.

Bugh..

Siku Aldi tepat mengenai perut Ifan di bagian ulu hati, lalu Aldi merobohkannya dengan pukulan terakhir di bagian punggung. Ifan mengerang merasakan sakit di bagian perutnya, ia menatap nyalang pada Aldi yang merapikan jasnya yang sedikit kusut.

"Tunggu pembalasan dariku!!" Ucap Ifan lalu pergi dengan tertatih-tatih.

Karina segera berlari menghampiri Aldi lalu memeriksa luka yang di derita dokter muda itu. Di bagian pipinya sedikit membiru dan bibirnya terlihat robek. "Dokter, aduh bagaimana ini?" Karina terlihat panik melihat luka-luka Aldi, sesekali ia meringis saat menyentuh luka-luka itu.

Aldi memperhatikan raut panik di wajah gadis yang ada di hadapannya, ekpresinya masih tetap tenang ia menatap lekat gadis cantik yang telah mengakuinya sebagai calon suaminya.

"Tunggu sebentar! Aku akan mencari dokter untuk mengobati luka anda!" Karina berlari menjauh, ia menyusuri lorong rumah sakit dengan keadaan panik.

Aldi menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Karina, ia pernah bertemu dengan gadis itu saat memeriksa Bambang Atmaja kemarin malam. "Dasar gadis bodoh."

Aldi melangkah memasuki ruang rawat Bambang, ia harus menyelesaikan tugasnya memeriksa pasien terakhirnya sebelum pergi makan siang.

"Dokter! Dokter!" Panggil Karina pada seorang dokter yang di lihat tidak jauh darinya.

"Iya?" Tanya dokter tersebut berbalik memandang Karina yang ngos-ngosan.

"Tolong ikut saya sebentar!" Ucapnya lalu menarik tangan dokter tersebut untuk mengikutinya.

"Ada apa Nona?" Tanya dokter pria yang tangannya tengah ditarik oleh Karina.

"Anda.. ha..rus me.. memerik.. sa. Hah cape!" Karina menghentikan langkahnya lalu mengambil nafas dalam-dalam. "Dokter Aldi.. dia..." ucapnya lagi masih terputus-putus.

"Dokter Aldi?" Tanya dokter bertag name Randy.

"Iya.. dia terluka." Jawab Karina masih dengan raut paniknya.

"Luka? Bagaimana bisa?" Tanya dokter itu lagi.

"Aduh dokter kenapa banyak nanya sih! ayo cepat! anda harus segera mengobatinya!" Karina mulai kesal.

"Apa luka-lukanya parah?" Dokter bernama Randy tersebut masih mengajukan pertanyaan pada Karina, membuat gadis itu menatapnya dengan pandangan kesalnya.

"Pipinya lebam dok, dan sepertinya bibirnya juga pecah." Dokter bernama Randy tersebut terkekeh mendengar jawaban Karina, ia memandang gadis itu dengan geli.

"Hanya itu?" tanya dokter Randy masih dengan kekehannya.

"Tidak ada yang lucu, kenapa anda tertawa?!" Karina menghentakkan kakinya saking kesal karena dokter di hadapannya malah menertawakannya.

"Saya yakin dokter Aldi bisa mengobati luka lebamnya sendiri." Jawab dokter Randy menekan kata dokter yang di ucapkannya, ia tersenyum kecil memandang Karina yang terdiam.

Karina terdiam mendengar ucapan dokter dihadapannya, ia menepuk keningnya saat menyadari kebodohannya.

"Maaf mengganggu dok, silahkan lanjutkan kembali perjalanannya." Setelah mengatakan hal tersebut Karina segera berlari menjauh dari dokter Randy, ia merutuki kebodohannya. Terdengar tawa dokter Randy yang sedari tadi ditahannya, Karina mengumpat sepanjang perjalanan.

"Dimana dokternya?" Tanya Aldi begitu Karina masuk kedalam ruang rawat Kakeknya.

Karina menatap dengan kesal pada Aldi yang berusaha menutupi tawanya. "Tidak ada yang lucu!" Ucapnya dengan ketus, Karina menghempaskan tubuhnya pada sofa. Ia memijit kakinya yang terasa pegal karena tadi ia berlari-lari.

"Sayang. Bisa kamu jelaskan semuanya?" Bambang menatap Karina dengan serius.

"Kek.." Karina melirik Aldi yang masih berdiri di sisi ranjang Kakeknya, ia tidak ingin di pandang kasihan oleh pria itu setelah menjadi bahan tertawaannya tadi.

"Katakanlah! Bukankah dokter Aldi calon suamimu?" Kali ini Neneknya Tari yang mengatakannya.

Tadi Tari melihat perdebatan Karina dengan Ifan dan juga perkelahian yang sempat terjadi. Tari duduk dengan tenang memandang Karina, ia berada di sisi suaminya tepat bersebrangan dengan Aldi.

Karina mengusap hidungnya merasa gugup, ia tersenyum kikuk pada Aldi yang juga tengah menatapnya. "Itu tadi.. Mm Karin cuma asal bicara Nek."

Tari dan Bambang menggelengkan kepala mereka mendengar ucapan cucu mereka, mereka tidak mengatakan apa pun karena Karina belum mengatakan inti dari masalahnya. Setelah menarik nafas panjang Karina menceritakan semuanya, Tari menangis mendengar cerita Karina sedang Bambang memejamkan matanya berusaha mengontrol emosinya.

"Anda harus tenang Pak." Aldi berusaha menenangkan tekanan emosi Bambang, Bambang terengah-engah merasakan sesak di dadanya.

"APA!!"

Semua orang mengalihkan pandangan mereka pada seseorang yang berteriak di depan pintu, sepertinya orang tersebut baru saja masuk.

Karina tersenyum pedih melihat kekecewaan diraut sahabatnya, Tiara. Tiara pasti sangat terpukul mendengar sahabatnya melakukan perbuatan seperti itu pada sahabatnya Karina, terlihat dari ekpresi wajahnya yang terlihat shok antara tidak percaya dan penuh kekecewaan.

"Rin?" Tiara memeluk Karina dan menangis terisak, ia sangat menyesal karena tidak berada di samping gadis itu saat Karina sangat membutuhkan dukungannya. "Maaf! Maaf karena aku tidak ada disaat kamu membutuhkanku."

"Sudahlah.. Hei, aku baik-baik saja. Kamu lihatkan?" Karina menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.

Tiara menatap Karina dengan sedih, ia tau kalau Karina tidak suka menampilkan kelemahannya di hadapan orang lain. Ia memeluk sahabatnya dengan puas, mengerti rasa sakit dari luka dalam hati Karina.

Aryo dan Nela, orang tua Tiara menatap kedua sahabat yang tengah saling berpelukan itu dengan pandangan sedih. Mereka sama halnya dengan semua orang, tidak percaya bahwa Melisa bisa melakukan hal sekejam itu pada Karina. Mereka tau seberapa dalam persahabatan yang terjalin diantara, Karina, Melisa, dan Tiara.

"Kalau begitu saya permisi dulu." Aldi memecah keheningan.

Sekarang kondisi Bambang sudah stabil kembali, ia juga merasa tidak enak terus berada disana. Setelah mendapat jawaban dari setiap orang Aldi keluar dari sana, ia melangkah menyusuri koridor dengan ekpresi tenang seperti biasa, tapi tidak dengan hatinya ia memikirkan semua cerita yang didengarnya tadi.

"Dokter! Tunggu!" Aldi menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Saya ingin minta maaf, karena saya dokter ikut terseret ke dalam masalah saya." Karina menatap penuh rasa bersalah pada Aldi.

Sudut bibir Aldi tertarik, Karina langsung merasakan firasat buruk melihat hal itu. "Karena saya sudah membantumu sekarang giliran kamu yang membantu saya."











Tbc..

***

Badan lemes banget, munkin efek diet..

Pengen banget egois up satu bulan lagi kayak author lain yang kalo belum dapat terget pasti gak akan lanjutin ceritanya, tapi aku gak bisa kasian readers yang nunggu kelanjutan cerita ini. Oke semoga kalian suka dengan ceritanya.


14 Januari 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top