8

Please vote dan coment sebelum baca..

Happy reading guys..

🍃🍃🍃

"Dok, pasien di kamar 211 mengamuk lagi. Dia menolak meminum obat sepeti biasanya." Ucap seorang perawat pada seorang dokter pria yang tengah memeriksa laporan perkembangan pasien-pasiennya.

"Ya sudah, biar nanti saya yang cek kesana." Ucapnya sambil menggoreskan pena pada kertas-kertas di tangannya.

"Baik dok, kalau begitu saya permisi."

Tidak lama kemudian terdengar suara pintu yang tertutup, pria tersebut melepaskan kaca mata bacanya kemudian merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku akibat duduk selama tiga jam lebih. Sebentar lagi waktu makan siang, ia hanya tinggal memeriksa dua pasien yang tersisa. Satu pasien yang tadi di sebutkan oleh asistennya dan yang satunya lagi yang ia tangani kemarin malam yang menderita serangan jantung mendadak.

Ring..

Ring..

"Hallo."

"Hallo sayang, Mommy cuma mau mengingatkan mu makan siang nanti kita makan siang di restoran biasa. Momy tunggu."

"Mom, berhentilah menjodoh-jodohkan ku. Aku masih bisa mencari calon pendamping ku sendiri." jawab pria tersebut sambil memijit keningnya.

"Baik, kalau begitu kamu harus membuktikannya. Bawa wanita itu nanti, Mommy tunggu."

Tut..

Panggilan terputus sebelum ia menjawabnya. Pria itu bangkit dari kursinya meraih jas putih yang tersampir di sandaran kursi lalu memakaikainya. Di sepanjang lorong yang ia lewati tidak terlalu ramai seperti biasanya, mungkin karena ini sudah bukan jam besuk jadi tidak begitu banyak orang yang lalu lalang atau melintas, hanya terlihat beberapa perawat atau dokter saja.

"Ayolah Nek di minum obatnya, supaya Nenek cepat sembuh. Ya?" Terdengar suara dari dalam kamar rawat yang menjadi tujuannya, ia membuka pintu tersebut menatap kearah seorang Nenek yang tidur menyamping mengacuhkan dua suster yang terus membujuknya.

"Biar saya saja." Ucapnya membuat kedua suster yang berada di sana menoleh kearahnya.

"Dokter Aldi, ah syukurlah anda sudah datang. Nenek Maria menolak meminum obatnya lagi." Ucap salah seorang suster.

"Kami sudah membujuknya dari tadi, tapi... Yah, seperti yang anda lihat. Dan tadi dia sempat marah-marah, saya takut tekanan darahnya akan naik lagi." Ucap suster yang satunya lagi.

Aldi tersenyum tipis dan mengganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ia berjalan mendekati ranjang lalu menarik kursi tepat di samping ranjang Nenek yang bernama Maria.

"Nek?" Panggil Aldi.

Maria merubah posisinya menjadi duduk dan memandang Aldi, terlihat dengan jelas kekesalan di wajahnya. "Kau tau, mereka itu cerewet sekali. Kuping Nenek sampai sakit mendengar ocehan mereka." Ucapnya membuat Aldi terkekeh.

"Apa alasan Nenek kali ini menolak meminum obat?" Tanya Aldi tidak berbasa-basi, tujuannya ke tempat ini memang untuk mengetahui kali ini apa alasan Maria menolak meminum obatnya.

"Ck.. Kamu ini tidak ada manis-manisnya sama sekali, basi-basi dulu kek, apa kek, pantas saja kamu belum menikah meski usia mu sudah cukup matang." Gerutu Maria kembali.

"Ayolah Nek, jawab saja pertanyaan ku. Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan." Ucap Aldi yang berusaha menutupi kekesalannya.

"Aku bosan berada di sini terus dan ingin keluar untuk jalan-jalan, tapi tidak satupun dari para suster ganjen itu mau menemani ku." Maria menghela nafasnya, ia meraih sebuah figura yang terpajang diatas nakas samping ranjangnya. Ia membelai dan menatap foto tersebut dengan kerinduan yang terpancar dari sorot matanya.

"Kira-kira sedang apa Cucuku sekarang ya? Dia pasti sudah besar." Maria terus menatap foto tersebut cukup lama. Aldi menghela nafasnya, ia tau kalau Maria sangat merindukan Cucu dan putrinya. Maria hanya memiliki satu putri dan sudah menikah, ia juga sudah dikaruniai seorang Cucu. Mereka tinggal di luar kota dan hanya sesekali menjenguk keadaan Maria, hampir satu kali dalam satu bulan mereka berkunjung itupun tidak lama, paling dua sampai tiga jam.

"Nek, minum obatnya dulu ya!" Aldi menyodorkan beberapa butir obat dan segelas air, Maria hanya mendengus melihatnya.l

"Untuk apa aku meminum semua obat itu? toh hidup ataupun mati tidak ada bedanya bagi anakku. Bahkan dia mungkin tidak perduli lagi aku masih hidup atau sudah mati." Ucapnya sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Tidak seorangpun perduli padaku, bahkan anakku sendiri saja tidak memperdulikan ku." Ucapnya lagi sambil terisak.

Aldi meraih Maria ke dalam pelukannya, ia ikut merasakan kepedihan yang di rasakan Maria saat ini. "Kami perduli padamu, para dokter, suster di sini, dan juga aku. Kami semua peduli terhadap mu."

Maria menangis dalam pelukan dokter muda itu, ia begitu terharu mendengar kata-kata yang di ucapkan Aldi padanya. "Sekarang Nenek minum obatnya ya!"

Aldi keluar dari kamar rawat Maria setelah Nenek itu tertidur lelap, ia melangkahkan kakinya menuju kamar pasien berikutnya. Ia menyerngit saat melihat seorang pria dan wanita yang tengah berdebat tepat di depan pintu kamar yang di tujunya, terlihat sang pria yang tengah memohon pada sang wanita yang bersikap dingin dan acuh.

"Aku mohon Rin, tolong maafkan aku. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Aku sangat mencintai mu, jangan lakukan ini padaku." Ucap si pria.

"Cinta? Apa berselingkuh dengan sahabat tunangan sendiri itu yang kamu namakan cinta? Sudahlah, aku tidak mau kau bodohi lagi. Sudah cukup! Semuanya sudah berakhir." Ucap si wanita dengan sinis.

"Rin!"

"Lagi pula di dunia ini pria bukan kau saja, masih banyak yang lebih baik di luar sana yang akan bisa menerima aku apa adanya. tidak seperti dirimu yang menjadikan kebutuhan biologis sialan mu itu sebagai alasan untuk berselingkuh." Ucap wanita itu lagi kali ini dengan emosi.

"Karina, aku mohon." Pria itu memegang tangan wanita tersebut.

"Tidak!" Wanita itu menghempaskan genggaman di tangannya. Ia berbalik dan memandang kearah Aldi. "Ah.. aku lupa memberi tau satu hal, aku sudah menemukan pria itu." Ucapnya membuat sang pria tertegun.

Wanita bernama Karina itu berjalan lalu melingkarkan tangannya di lengan Aldi. "Perkenalkan, ini dokter Aldi. Calon suami ku." Ucapnya bukan hanya membuat shock pria yang berdebat dengannya tapi juga Aldi.

"Jangan main-main kamu!" Teriak pria itu dengan marah, ia menarik paksa Karina menjauh dari samping Aldi.

"Lepaskan aku Ifan!" Teriak Karina mencoba melepaskan genggaman tangan pria bernama Ifan.

"Tidak akan pernah, kau hanya milikiku. Aku tidak akan pernah melepaskan mu." Ucap Ifan.

"Kamu gila! Lepaskan aku!" Karina masih mencoba melepaskan tangan Ifan dari tangannya, tapi genggamannya begitu kuat hingga Karina merasakan sakit. Karina yakin setelah ini tangannya akan memerah dan membengkak.

"Lepaskan dia!" Ifan berbalik memandang kearah Aldi, ia mengetatkan rahangnya mendengar perkataan Aldi.

"Jangan ikut campur, ini bukan urusan mu!" Ucapnya di sertai geraman, bahkan wajahnya sudah memerah.

"Apa kau tidak mendengar ucapannya, aku adalah calon suaminya." Ucap Aldi dengan mimik yang tetap tenang.












Tbc...

🍃🍃🍃


150 vote untuk kelanjutan cerita ini, kalo dalam satu bulan belum dapat nanti baru aku lanjut lagi..

Hmm, itung-itung liburan..

So buat yang pengen cepet di lanjut ceritanya harus kasih vote. Kecuali kalau memang kalian sengaja mau nunggu satu bulan lagi, nanti aku lanjut.

12 Januari 2018

Ratna Adjah

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top