3

'Diriku bagai sepotong kayu yang terbawa hanyut mengikuti arus sungai. Tak memiki tempat berlindung dan tak tau harus kemana melangkah.'

🍃🍃

Ifan termagu menatap kearah kue yang keadaannya telah hancur di lantai, kue black forest yang keadaannya sudah tak berbentuk lagi. Ia meremas rambutnya dengan kasar, pikirannya benar-benar kacau, Karina tersakiti karena kebodohannya dan ke egoisannya. Di sampingnya Melisapun tidak berhenti menangis, mereka sama-sama takut. Takut kehilangan Karina.

Ifan berjalan kesana kemari dengan gelisah, sudah puluhan kali ia menghubungi nomor Karina tapi gadis itu tidak mengkat panggilannya sama sekali. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa kekasihnya. Karina pergi dengan perasaan hancur lebur dan amarah yang mengusai akal sehatnya, ia tau sifat gadis itu dengan baik. Karina akan melampiaskan amarahnya dengan mengemudikan mobilnya secara ugal-ugal di jalan.

"Ba-Bagai mana ini? Karin mengetahui per... Hiks perbuatan kita?" ucap Melisa sambil menangkupkan kedua tangannya di wajahnya.

"Tenanglah... Semua akan baik-baik saja." ucap Ifan berusaha menenangkan Melisa meski sebenarnya hatinya juga merasa gelisah. Ia memeluk Melisa dari samping sambil membelai kepala wanita itu secara perlahan.

Ifan sangat mencintai Karina, tapi ia juga menginginkan Melisa yang tidak lain merupakan sahabat dari kekasihnya.

Karina merupakan gadis yang baik, malah bisa di bilang hampir sempurna. Ia cantik, pintar, berpendidikan, sopan santun, ramah dan dari keluarga terpandang. Tapi Ifan juga menginginkan Melisa. Gadis manis sederhana yang bisa memberikan ia kepuasan yang tidak bisa di berikan oleh Karina kepadanya.

Ifan menjalin hubungan dengan Karina sudah empat tahun lamanya, dan ia berhubungan dengan Melisa di belakang Karina hampir dua tahun.

"A-aku akan memohon pada.. nya agar... Agar ia mau memaafkan aaku, aku tidak bisa kehilangan dia Fan, tidak bisa." ucap Melisa dengan sesegukan.

"Tenanglah, Karina gadis yang baik. Dia pasti memaafkanmu." ucap Ifan sambil membelai rambut Melisa.

Setidaknya mungkin ia memaafkan mu, entah dengan diriku..

🍃🍃🍃

"Bagaimana keadaan Kakek sekarang?" tanya Karina sambil menggenggam tangan keriput yang telah membesarkannya dan memberikannya kasih sayang selama ini.

"Masih di tangani oleh dokter." ucap Tari dengan sendu.

"Tenanglah Nek, semuanya pasti baik-baik saja. Kakek tidak mungkin tega meninggalkan kita." ucap Karina dengan suara yang rendah sambil mendekap tubuh rapuh Neneknya.

Seorang dokter terlihat keluar dari ruang UGD, Karina dan Neneknya Tari segera menghampiri dokter tersebut untuk menanyakan keadaan
Babang Atmaja yang merupakan Kakeknya. Dokter mengatakan jika kondisi kesehatan Kakeknya perlahan sudah mulai stabil, dan sekarang sudah bisa di pindahkan ke ruangan rawat.

Karina dan Tari menghela nafas lega, mereka tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur dan terimakasih terhadap Tuhan karena masih memberikan kesempatan untuk hidup pada orang yang mereka cintai. Setelah itu, mereka berdua berjalan mengikuti di belakang para suster yang mendorong bangkar di mana Bambang berbaring dan kemana akan di pindahkan.

Karina duduk di sofa yang terdapat di ruang rawat inap tempat Kakeknya di rawat, ia mengambil handpone-nya kemudian memeriksa semua pesan dan panggilan yang masuk ke handpone-nya. Ia mengacuhkan pesan-pesan dan panggilan dari Ifan dan Melisa, ia segera mendeal nomor Tiara untuk memberitahukan bahwa keadaan Kakeknya sudah baik-baik saja sekarang ini.

Tak lama kemudian Tiara datang dengan wajah khawatirkannya, gadis itu langsung memeluk tubuh karina erat, menggumamkan kata maaf karena baru bisa menjenguk Kakeknya saat ini. Tiara juga sangat marah begitu mendengar ceritanya tentang penghianat Ifan dangan sahabat baik mereka Melisa. Decakan serta umpatan tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. "Dasar tidak punya otak! Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa dia goda selain Ifan?! Demi Tuhan, Ifan itu tunanganmu. Aku tidak percaya dia bisa melakukan hal ini padamu!! Padamu saja yang jelas-jelas sering membantunya ia setega ini apa lagi padaku?!"

Karina hanya tersenyum pilu, setidaknya ia masih memiliki Tiara sebagai sahabatnya. Dalam hati ia pun merasa tidak percaya Melisa melakukan hal seperti ini padanya. Padahal ia sudah menganggap Melisa dan Tiara sebagai saudara, bukan hanya sekedar sahabat.

Karina tidak bermaksud menjelek-jelekan Melisa di hadapan Tiara, namun itulah kenyataannya. Tak ada lagi tempatnya berbagi selain pada Tiara, meski ia tau beban gadis itu pun sudah sangat banyak tapi kali ini ia benar-benar membutuhkan sebuah bahu untuk bersandar. Tidak mungkin ia menceritakan semua ini pada Neneknya karena tidak ingin beban pikiran Neneknya semakin bertambah, Neneknya sudah begitu khawatir dengan keadaan kakeknya jadi ia tidak ingin menambahnya lagi.

Pintu terbuka, seorang pria paruh baya masuk dengan sekerangjang buah-buahan di tangannya. Karina mau pun Tiara bangkit, menyalami pria itu yang berpropesi sebagai pengacara keluarga Atmaja.

"Bagimana keadaan Kakekmu?"

Gunawan, nama pria itu. Ia duduk di sebuah kursi yang terdapat di sebelah ranjang sahabatnya-- Bambang, menatap wajah lelap bambang dengan pandangan sendunya.

"Sudah lebih baik Om, Alhamdulillah." jawab Karina dengan suara rendah.

"Ada yang ingin Om bicarakan dengan mu. Sebaiknya kita berbicara di tempat yang lebih nyaman." Gunawan menepuk pundak Karina. Setelah itu berlalu keluar yang segera di susul oleh Karina setelah berpamitan pada Neneknya dan Tiara.

Pria itu menyayangi Karina seperti putrinya sendiri. Kebetulan ia dan istrinya tidak memiliki anak perempuan dan hanya memiliki 3 orang anak laki-laki.

Dan begitu pun sebaliknya. Karina sudah menganggap Gunawan dan istrinya seperti keluarganya sendiri, apalagi Gunawan telah bekerja sebagai pengacara keluarga Atmaja lebih dari 20 tahun. Bisa di bilang semenjak pria itu menapaki karir di dunia hukum ia dan Bambang Atmaja sudah menjalin persahabatan, bahkan hubungan mereka sudah seperti saudara.

🍃🍃🍃


Gunawan meletakkan sebuah kotak berbentuk bulat yang berukuran cukup besar di atas meja tepat di hadapan Karina. Karina mengerutkan keningnya, kemudian menatap Gunawan dengan pandangan bertanya. Gunawan menghela nafasnya sebelum menjelaskan kotak tersebut kepada Karina.

"Seharusnya Kakekmu memberikan kotak ini bulan lalu tepat di hari ulang tahunmu, tapi ia tidak melakukannya karena khawatir dengan perasaanmu. Ia memberikannya pada Om, ia bilang Om harus memberikannya padamu kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya."

Karina diam membisu, menatap lurus pada kotak di hadapannya. "Bukalah!" perintah Gunawan.

Dengan perlahan Karina membuka kotak tersebut kemudian melihat isinya, banyak barang yang terdapat di dalam kotak tersebut dan di tumpukan paling atas ia menemukan sebuah surat dengan angka 13 januari - 21.

Sebuah surat yang selalu ia dapatkan setiap tahunnya, dari mendiang ibunya. Ia pikir tahun ini ia tidak akan mendapatkan surat lagi, ternyata bukan tidak dapar melaikan karena Kakeknya belum memberikannya padanya.

Dengan perlahan Karina membuka surat tersebut lalu membacanya, dengan lelehan air mata yang meluncur dari pelupuk matanya Karina membaca surat yang di tulis oleh ibunya. Ia membekap mulutnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang ia baca dari isi surat tersebut, rasa sesak, antara haru dan kepedihan bercampur jadi satu. Tuhan. Apa lagi ini? Rasanya masih sulit di percaya. Hari ini ia mendapatkan 2 kado besar. Terlalu besar hingga dirinya nyaris tak dapat menanggungnya.

Gunawan merengkuh tubuh rapuh Karina, mencoba memberikan ketegaran pada gadis itu. Ia tau pasti sulit bagi Karina untuk menerima kenyataan itu. Keluarga yang sangat di cintainya ternyata bukan keluarga kandungnya.

"Hiks, hiks. Bunda.." lirih Karina.








Tbc..


🍃🍃

14 Maret 2018

Revisi 09 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top