15
Bocoran dikit..
Sebenarnya cerita di tikung teman dekat merupakan pengalaman pribadi aku sendiri, aku tidak suka memperpanjang masalah dan melarut-larutkan masalah, hanya saja sesuatu yang sudah hancur tidak akan pernah kembali seperti semula..
Aku tidak menaruh dendam atau pun kebencian, toh tidak ada gunanya.
Karena aku percaya karma itu ada.. Jadi meski kami (aku-dia) masih satu kampung kami lost kontak. Kalo ketemu ya nyapa, kalo gak ketemu lama ya bodo amat.
Haha..
Mungkin terdengar bodoh ya, tapi dengan memaafkan semuanya terasa ringan.
Oke happy reading aja..
***
Sebuah mobil memasuki halaman sebuah rumah bergaya eropa klasik, pintu terbuka menampilkan sosok cantik yang menatap pada rumah di depannya dengan pandangan sendu. "ayo!" ucapnya pada seseorang yang baru saja keluar dari mobilnya.
Sebenarnya hal ini sudah bukan menjadi urusannya, hanya saja hati nuraninya berkata lain. Yang Karina perdulikan bukanlah Melisa melainkan bayi yang dikandungnya, setidaknya ia harus memastikan bagaimana nasib bayi itu kedepannya. Lagi pula ia juga memiliki urusan lain yang harus segera di urusnya, dua hari lagi Aldi dan orang tuanya akan datang untuk melamarnya. Tidak mungkin bukan jika ia memakai dua cincin sekaligus dalam satu jari. Dan ia juga sudah tidak sabar ingin segera mengakhiri hubungan rumit yang terjalin antara ia, Ifan dan Melisa.
Mereka berdua berjalan dalam diam, bahkan saat tadi berada dalam mobil pun tidak ada pembicaraan yang terjadi. Pintu terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang merupakan seorang asisten rumah tangga dikediaman itu, keduanya di persilahkan masuk dan duduk di sofa ruang tamu menunggu sang tuan rumah.
"Sayang.. Sudah lama kamu tidak berkunjung ke sini. Bagaimana kabar kamu?" Seorang wanita berpenampilan anggun memeluk tubuh Karina dengan erat.
"Baik Mom. Mommy sendiri bagaimana?"
"Baik. Ah.. Bukankah ini Melisa?" Tanyanya melihat kearah wanita yang duduk di samping Karina. "Iya tante." Melisa berusaha tersenyum dan menyalami tangan Zara Mommynya Ifan.
"Mas Ifan ada Mom?" Tanya Karina. Ia memang kesana untuk menemui pria itu.
"Dia di kamarnya. Apa kalian sedang bertengkar? Mommy tidak bermaksud mencampuri hubungan kalian, hanya saja sebaiknya di selesaikan dengan kepala dingin."
Karina hanya tersenyum mendengar ucapan Zara. Ia tidak tau harus menjawab apa, Zara sudah seperti Ibu baginya, di mata Karina Zara merupakan sosok wanita yang anggun, bijak, dan penyayang.
"Bisa Mom panggilkan dia?" Pinta Karina, Zara tersenyum dan mengangguk.
Tidak lama kemudian sosok Ifan muncul menuruni tangga. Penampilan pria itu telihat kacau, lingkaran hitam di bawah matanya, bulu-bulu halus yang menghiasi wajahnya, dan rambut yang berantakan, bahkan dari kemeja yang di kenakannya saat ini Karina dapat mencium bau alkohol yang cukup menyengat.
"Sayang."
Begitu melihat Karina Ifan langsung berlari dan memeluknya dengan erat. Karina merasakan baju di bagian bahunya basah, Ifan terisak sambil memeluknya. "Maaf sayang. Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku. Aku menyesal."
Melisa memalingkan wajahnya melihat hal itu, mungkin ini yang terbaik untuk mereka ia berbalik dan berjalan menjauh.
"Aku tidak ingin kehilangan mu. Tolong jangan tinggalkan aku." Ucap Ifan dengan suara parau.
"Mel?." Namun sebelum langkah kaki Melisa menjauh panggilan Karina menghentikan langkahnya.
Karina melepas pelukan Ifan di tubuhnya, terlihat tatapan tidak rela di mata pria itu tapi Karina mengabaikannya dan berjalan menarik Melisa kearah Ifan. "Jadilah pria sejati yang mempertanggung jawabkan perbuatannya."
"Maksud kamu apa Rin?" Ifan berjalan mendekat dan hendak memeluk Karina kembali tanpa memperdulikan kesakitan di mata Melisa.
Karina mendorong tubuh Ifan yang hendak memeluknya, tak bisa di pungkiri cinta itu masihlah ada. Tapi logika harus di utamakan, lagi pula rasa sakit yang di berikan Ifan lebih besar dari rasa cinta yang tersisa dihatinya. "Nikahi Melisa."
Ifan menggelengkan kepalanya, ia berlutut di hadapan Karina. "Kamu boleh menghukum ku apa saja, tapi tolong jangan tinggalkan aku. Kamu boleh meminta apapun dariku, tapi tidak dengan sesuatu yang akan menjauhkan kita."
"Aku hanya mencintai kamu sayang. Di hatiku hanya ada dirimu. Sekarang aku sadar aku tidak membutuhkan wanita manapun selain dirimu. Ku mohon, jangan tinggalkan aku." Ifan memohon memegang tangan Karina dengan erat.
Seharusnya dari dulu ia sadar, cinta Ifan hanya milik Karina. Sesuatu yang bernama cintalah yang membuatnya bertindak bodoh dengan menyerahkan diri pada pria yang merupakan kekasih sahabatnya, cinta itu pula yang menutup akal sehatnya hingga ia menutup mata meski tau pria yang dicintainya tidak pernah membalas cintanya dan hanya memanfaatkannya saja. Tak terlukiskan seberapa sakit hatinya saat ini, Melisa hanya diam membisu memperhatikan Ifan yang terus memohon pada Karina.
"Kalau kamu benar-benar mencintai ku kamu tidak akan menghianati ku Mas." Karina berucap lirih. Ia menghapus air mata yang mengalir dari sudut matanya. Ia tidak ingin terlihat bodoh karena menangisi pria seperti Ifan.
"Aku tau aku salah. Tolong maafkan aku. Aku janji aku akan berubah, tapi jangan tinggalkan aku." Ifan sungguh menyesal, seharusnya dari dulu ia tidak terlalu serakah menginginkan dua wanita sekaligus. Sekarang ia begitu takut, ia tidak ingin Karina mengakhiri hubungan mereka. Yang ia inginkan hanyalah Karina.
"Maaf, tapi aku tidak bisa." Karina menarik tangannya, Ifan bangkit dengan wajah yang memerah. "apa karena pria itu?" Ucapnya tajam.
Karina tau siapa yang di maksud dengan pria 'itu' yang tidak lain adalah Aldi. "tidak ada sangkut pautnya Dengan dia." Ia menggelengkan kepalanya menghela nafas merasa lelah dengan semua ini.
"Kalau bukan karena dia lalu apa?" Nada bicara Ifan melunak kembali, ia menatap satu-satunya gadis yang dicintainya dengan penuh harap.
"Karena Melisa sedang hamil." Teriak Karina nyaris kehilangan kesabaran.
"Nikahilah dia. Anak di dalam kandungannya tidak tau apa pun. Jangan egois dengan hanya memikirkan perasaan mu sendiri, dia membutuhkan mu Mas, bagaimana pun kamu adalah Ayahnya." Kali ini Karina berucap pelan, ia menggigit bibirnya menahan isakkan yang akan keluar dari bibirnya. Ia menghapus kembali air mata yang mengalir di pipinya. Hatinya berdenyut sakit saat ia mengatakan hal itu. Walau bagaimana pun luka itu tidak akan sembuh hanya dalam hitungan hari. Hubungannya dan Ifan pun bukan berjalan satu atau dua tahun.
Ifan tergugu ditempatnya. Karina melepaskan cincin yang melingkar di jari manisnya, ia melangkah mendekati Ifan dan menyerahkan cincin itu. "Pertunangan kita berakhir sampai di sini. Aku pergi."
Karina berbalik bersiap untuk pergi namun Ifan segera menarik tangannya. "Tidak Rin! Tidak! Aku hanya akan menikahi mu. Soal anak itu kamu tidak perlu khawatir, aku akan menggugurkannya."
Karina memandang penuh kekecewaan pada Ifan. Ingin sekali ia melayangkan tangannya menampar pria itu sekuat tenaga, namun sebelum ia melakukannya seseorang telah lebih dulu melakukannya.
Bugh..
Ifan tersungkur di lantai dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Semua orang mengalihkan pandangan pada seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Pram, Ayah Ifan. Pram menatap putranya dengan raut penuh kekecewaan, putra yang selalu di banggakannya berniat melakukan hal bejat seperti itu. "Daddy tidak pernah mengajarkan mu menjadi pengecut seperti ini! Dady benar-benar kecewa padamu!" ucap Pram mencengkram kerah kemeja Ifan.
Bugh..
Bugh..
"Benar-benar tidak bermoral! Kamu yang sudah membuatnya ada di dunia ini, jadi pertanggung jawabkan perbuatan mu! Jangan menjadi seorang pengecut!" Teriak Pram di depan wajah putranya.
"Daddy sudahlah. Bagaimana pun dia putra kita." Zara yang sedari tadi menjadi penonton pun angkat suara, ia tidak tega melihat putranya di pukuli.
"Nikahi wanita itu!" Tunjuk Pram yang tidak lain pada Melisa, Melisa menundukkan kepalanya melihat tatapan tajam Ayah ifan. "Daddy tidak mau tau. Kau harus menikahinya." Pram melepaskan cekalan tangannya dari kerah putranya, ia menatap Karina yang berdiri diam di belakangnya.
"Maafkan Daddy yang tidak bisa mendidik Ifan dengan baik. Kamu gadis baik, Daddy yakin kamu akan menemukan pria yang lebih baik dari Ifan di luar sana." Karina kembali meneteskan air matanya, Pram meraih gadis itu ke dalam pelukannya. "Terimakasih Dad." Isak Karina. Karina melepaskan pelukannya dari Pram dan memeluk Zara. "Maafkan Karin Mom."
"Tidak sayang, kamu tidak salah. Meski berat melepaskan mu tapi Mommy bisa apa. Meski kamu tidak menjadi menantu kami kamu tetaplah putri Mommy dan Daddy." Karina menganggukkan kepalanya. Ia melepaskan pelukan mereka dan berjalan pergi dari kediaman itu.
Ifan menatap kepergian Karina dengan tatapan nanar, ia berlutut di lantai menyesali semua perbuatannya. Semuanya telah berakhir, Karinanya telah pergi meninggalkannya.
Tbc...
***
Hari ini cukup up 2 part.
Aku gak tau cerita aku ini masuk kategori bagus apa enggak.. Yang terpenting sudah berusaha.
Semoga kalian suka dengan ceritanya..
Please vote dan coment..
Ratna adjah
05 Febuari 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top