12
+17 keatas..
Tidak ada adegan ranjang hanya saja terdapat adegan dewasa yang dilarang di baca oleh anak-anak dibawah umur. Untuk ADEK-ADEK yang masih merasa pakai seragam putih merah dan putih biru sebaiknya kalian melewati bagian part ini. Dari mana sata tau? Dari vote yang saya dapat. Saya tidak ingin pemikiran kalian yang polos tercemar karena tulisan saya.
Sekali lagi untuk anak di bawah umur di larang mendekat!!!!
**
Aldi memandang Karina dengan kening berkerut, ia datang ke rumah gadis itu untuk menjemputnya tapi gadis itu sama sekali belum bersiap-siap, padahal sudah dari siang ia menelpon dan memberitahunya. Karina dengan santainya melangkah mendekatinya dengan menggunakan kaos putih omblong dan celana pendeknya. "Kenapa belum siap-siap?" Tanyanya pada gadis itu yang telah duduk di sofa tepat dihadapannya.
"Salah siapa gak bilang mau jemput jam berapa." Karina menjawab cuek. "Bik Las!" Panggilnya memanggil salah satu asisten rumah tangganya.
"Iya Non." Bi Lasmi datang tergopoh-gopoh menghampiri Karina.
"Tolong buatkan minum untuk tamu saya." Ucap karina pada Bi Lasmi.
"Aden ingin minum apa?" Tanya Bi Lasmi pada Aldi.
"Apa saja Bik." Jawab Aldi.
"Ya sudah, tak Bibi tinggalin dulu kedapur. Mari." Pamit Bi Lasmi sebelum kembali memasuki dapur.
Karina memandang Aldi dengan malas, ia sedikitpun tidak berniat untuk bersiap-siap seperti yang diperintahkan Aldi sebelumnya, karena memang ia tidak berniat pergi kemanapun.
Aldi menghela nafasnya melihat tingkah gadis dihadapannya, sudah ia duga dari sebelumnya kalau Karina bukanlah tipe gadis yang penurut, tepat sepeti yang dikatakan Bambang Kakek gadis itu. "Kenapa tidak mulai bersiap-siap?" Tanyanya masih dengan ekpresi yang tenang.
"Dok!.. Anda tidak seriuskan dengan ucapan anda tadi siang?" Karina berusaha tetap tenang, sebenarnya ia sudah ingin meledak sedari tadi.
"Tentu saja saya seius."
Karina menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia memandang sengit pada Aldi. Jangan salahkan ia, karena sedari tadi ia sudah matian-matian mengontrol emosinya. "Ya Tuhan.. Kita ini baru saling mengenal! tidak mungkin saya dan anda menjalin hubungan. Lagi pula, pertunangan saya dan Ifanpun belum putus secara resmi!"
"Soal pria itu kamu tidak perlu khawatir saya bisa mengurusnya. Dan soal kita yang baru saling mengenal aku rasa itu bukanlah masalah, kita bisa saling mengenal lebih dalam lagi sebelum menuju tahap yang lebih serius lagi." Aldi menyandarkan punggungnya pada sofa, menatap tatapan sengit Karina dengan santai.
Golok, mana golok?
Karina mengertakkan gigi, ingin sekali mencungkil mata Aldi yang menatapnya dengan santainya sedang kepalanya sudah berasap dan mengluarkan bertanduk. Apa tadi katanya? Tahap yang lebih seius lagi? Memang apa hubungan mereka hingga ada tahap berikutnya?
"Kamu tenang saja, Kakekmu juga sudah menyetujui lamaran yang saya ajukan." Rahang Karina seakan terjatuh mendengar kelanjutan perkataan Aldi. "Sekarang sebaiknya kamu bersiap-siap, orang tuaku ingin lebih mengenal calon menantu mereka lebih dalam."
"Dok!!"
Karina menatap Aldi dengan gusar, ia harus segera menghentikan kegilaan pria dihadapannya ini. Demi Tuhan! mereka bahkan baru saling mengenal, dan ini merupakan pertemuan ketiga mereka.
"Carilah wanita lain yang bisa kamu jadikan calon istrimu. Aku yakin di luar sana banyak wanita yang rela mengantri untuk dirimu. Tapi bukan aku." Ucapnya sambil berdiri, Karina mengusap hidungnya ia yakin dengan penampilan Aldi wanita banyak yang mengantri untuk dirinya.
"Tapi yang saya ingikan hanya kamu." Aldi bangkit berdiri lalu berjalan mendekati Karina, ia memandang gadis itu dengan intens. "Berikan saya kesempatan untuk membuktikan keseriusan yang saya miliki padamu." Ucapnya dengan suara beratnya. Ia tersenyum menikmati ekpresi Karina saat ini.
Karina menahan nafasnya, jarak di antara mereka begitu dekat hanya berjarak setengah lengan, ia bahkan bisa mencium aroma musk yang menguar dari tubuh Aldi. Ia tidak pernah sedekat ini sebelumnya dengan pria manapun kecuali Ifan, dan hal ini membuatnya merasa gugup. "Kenapa harus saya?" Tanyanya dengan kepala tertunduk.
Aldi mengangkat dagu Karina, ia menatap mata gadis itu dengan dalam dan melangkah kembali lebih mempersingkat jarak diantara mereka. "Karena kamu yang mampu menarik perhatian saya." Karina terlihat terpana dengan senyum yang ia sunggingkan, Aldi mendekatkan wajahnya pada wajah Karina hingga ia bisa mengetahui bahwa sedari tadi gadis itu tengah menahan nafasnya. "Bernafaslas." bisiknya di telinga Karina.
Tubuh Karina terasa merinding karena terpaan nafas hangat Aldi ditelinganya, ia mengambil nafas sebanyak-banyaknya seakan takut kehabisan stok oksigen di bumi. Aldi menarik wajahnya hingga kini mereka saling bertatapan, lagi-lagi Karina menahan nafasnya karena jarak wajah mereka yang begitu dekat, bahkan ia bisa merasakan hidung mereka yang nyaris bersentuhan.
Tiba-tiba dari arah belakang datang seseorang mengacaukan suasana diantara mereka. "In.. Ah, maaf maaf saya tidak sengaja." Ucap Bi Lasmi dengan kepala yang tertunduk. Secara refleks Karina mendorong tubuh Aldi menjauh dari tubuhnya, wajahnya memerah dan ekpresinya terlihat panik. Sedang untuk Aldi, pria itu masih berekpesi santai seperti tidak pernah terjadi apapun, ia memasukan kedua tangannya pada saku celananya.
Bi Lasmi meletakkan dua minuman yang dibawanya diatas nampan di meja. Masih dengan kepala tertunduk Bi Lasmi pamit undur diri. "Oh ya Non, Den. Silahkan dilanjutkan kembali yang sempat terganggu. Bibi tadi tidak liat apa-apa kok, suer. Bibi mau kebelakang dulu, permisi." Ucap Bi Lasmi sebelum berlalu pergi menghilang entah kemana.
Karina mengerjapkan matanya berulang-ulang dengan ekspresi seperti orang bodoh. Ia menatap Aldi yang ternyata juga tengah menatapnya.
"Stop!" Teriak Karina sambil mengangkat lengannya melihat Aldi yang berniat mendekat kembali. Berada terlalu dekat pria ini terlalu berbahaya untuknya.
"Sekarang Kamu bersiap-siap atau..." Ucap Aldi yang meneruskan langkahnya. Dalam hati ia tersenyum kecil menikmati ekpresi panik di wajah gadis itu saat ini.
Karina berjalan mundur menghindari Aldi, ia menatap Aldi dengan waspada melihat senyuman 'itu' kembali tersungging. Karina mundur selangkah seiring selangkah maju Aldi, naas ia sudah tidak bisa mundur lagi karena kakinya telah membentur sofa. Senyum 'itu' terlihat semakin merekah. Karina menahan tubuhnya dengan bertumpu pada sandaran sofa yang ada di belakangnya, Aldi kini telah ada di hadapannya lalu mencondongkan tubuhnya.
Karena terlalu panik Karina hampir terjungkal kebelakang hingga secara refleks ia mengangkat tangannya mencengkram kemeja Aldi, dan Aldi menangkap pinggangnya hingga tubuh mereka saling menempel.
Karina membeku tidak bergerak sedikipun, bukan karena tubuh mereka yang saling menempel tapi karena benda kenyal yang menempel dibibirnya. Matanya dan mata Aldi saling memandang dalam diam, beberapa saat kemudian ia merasakan bibir Aldi yang bergerak mengecup bibirnya dengan mata yang telah tertutup. Aldi mengecup dan melumat bibirnya dengan lembut, seketika Karina merasakan kakinya terasa lemas, jika saja Aldi tidak merengkuh pinggangnya ia yakin pasti ia telah terkulai di lantai.
Lidah Aldi membelai bibir bawah dan atasnya membuat ia secara tidak sadar menutup matanya dan mengerang, Aldi menelusupkan lidahnya kedalam mulutnya. Lidahnya membelit dan menyusuri seluruh isi mulutnya.
Karina tidak membalas ciuman Aldi tapi ia juga tidak menolaknya. Aldi mencium bibir Karina dengan lembut dan semakin dalam. Ia melepaskan pagutan bibirnya membiarkan gadis itu mengambil nafas sesaat sebelum ia membali menciumnya.
Cengkraman Karina pada bajunya semakin kencang, ia menekan kepala gadis itu dengan sebelah tangannya dan tangan yang satunya ia pakai untuk merengkuh tubuh lemas gadis itu. Ia mengakhiri ciuman mereka setelah dirasa bibir Karina mulai bengkak akibat ulahnya. Aldi mengusap bibir Karina dengan ibu jarinya. " Berdan-dan lah dengan cantik." Bisiknya tepat di depan bibir Karina.
Karina mengangguk malu-malu, Aldi mengecup kembali sekilas bibirnya sebelum melepas rengkuhan di pinggangnya. Dengan perlahan ia melangkah menaiki tangga berjalan menuju kamarnya. Karina menyandarkan punggungnya pada pintu, ia menyentuh dadanya yang berdetak dengan kencang.
Oh jantung..
Semudah itukah kau berpindah?
Ia hanya wanita normal, wanita mana yang tak meleleh mendapat tatapan seperti itu dari Aldi. Jadi jangan menyalahkannya jika saat ini juga ia jatuh ke pelukan Aldi.
Tbc..
***
Kasih vote dan banyak coment kalo pengen cerita ini cepet dilanjut. Aku lebih semangat menulis cerita yang banyak peminatnya.
Oke see laters..
26 Januari 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top