{ 3 } Keindahan Sungai Nil
Musim semi selalu membawa sejuta kebahagian bagi makhluk hidup. Bintang malam mengintip dari balik langit senja. Matahari mulai redup digantikan oleh raja malam. Rerumputan menari-nari mengikuti gerakan angin senja. Batu bertasbih memuji pencipta.
Seorang laki-laki berjubah putih dengan kupyah coklat muda dikepalanya tampak begitu serius menggendarai sebuah mobil jazz berwarna putih. Pakaian yang ia gunakan begitu khas lelaki Mesir pada umumnya. Terkadang ia menatap keluar jendela melihat orang-orang berjalan lalu lalang melewati trotoar toko, cafe, dan beberapa tempat umum yang berada di samping jalan persis.
Dua orang lelaki keluar dari sebuah rumah berlantai dua. Keduanya berwajah Asia Tenggara, yang Satu memakai kemeja putih serta celana hitam dan satunya memakai jaket coklat muda dan celana jeans. Mobil yang dikendarai lelaki berkupyah tadi berhenti tak jauh dari tempat mereka berdiri. Setelah salah seorang berbincang cukup lama dari jendela mobil, mereka lalu memasuki mobil honda jazz berwarna putih.
"Kita mau ke mana dulu, Husain?" tanya lelaki yang memakai kemeja putih menggunakan bahasa arab. Pelafalannya begitu fasih, seolah-olah ia sudah bertahun-tahun hidup di lingkungan orang yang sehari-hari menggunakan bahasa arab.
"Ke Sungai Nil lalu beberapa tempat yang sudah ada sebutkan kemarin malam," jawab lelaki bernama Husain masih focus mengemudikan mobil. Mobil melaju lebih cepat kebetulan kondisi jalanan sedang sepi.
"Bang Fahrul ngomong apa sih? Abyan kagak ngerti bahasa alien."
Yang ditanya malah terkekeh geli mendengar pertanyaan sekaligus keluhan lelaki di sebelahnya. "Aku tanya sama si Husain mau diajak kenmana. Terus katanya ke Sungai Nil setelah itu tempat-tempat yang kemarin kita ingin kunjungi."
"Oh... ok ok. Nanti kalo udah sampai bilang ya Bang."
"Iya. Kamu mau tidur?"
"Enggak. Aku mau dengerin musik."
Keadaan hening beberapa saat, hanya terdengar alunan ayat-ayat cinta dari type mobil Husain. Melantunkan surat An-nisa'.
"Maaf merepotkanmu Husain." Fahrul tak enak hati, merasa membebani lelaki itu."Sebenarnya saya dan teman saya ini mau pergi jalan-jalan naik taksi atau metro saja tapi malah kamu yang mengantar. Jadi merepotkanmu." Lanjutnya.
Husain tersenyum menatap kaca sepion tengah yang memantulkan bayangan Abyan dan Fahrul. Abyan tampak menggeleng-gelengkan kepalanya mengikuti irama music melalu earphone.
"Tidak merepotkan sama sekali. Saya malah seneng bisa mengantar kalian ke tempat-tempat indah di Cairo." Perkataan Husain berhenti karena ia focus memutar jalan. Fahrul sendiri tak mengerti jalan yang mereka lewati. Sebagai tamu cukup mematuhi sang tuan rumah.
"Lagian jika naik taksi kurang aman untuk kalian yang masih pemula di kota ini. Tarif taksi di Mesir tidak terlalu mahal sih Mas, tapi kadang-kadang sopir taksi agak nakal dengan memainkan argonya. Angka kejahatan dengan taksi cukup marak di sini setelah revolusi awal tahun 2011 lalu. Jadi, harus selektif memilih taksi, agar terhindar dari kejahatan. kalau mau menaiki taksi sebaiknya yang berwarna putih" lanjutnya setelah berhasil memutar jalan. Fahrul mengganguk sebagai tanda mengerti.
Satu setengah jam kemudian, mobil Husain sudah bertengger rapi di area parkir salah satu cafe di pinggir Sungai Nil.
"Udara Cairo gak ekstrim-ekstrim amat ya." Abyan melepas jaketnya sebelum keluar dari mobil.
"Kamu beruntung Mas, ke Caironya bulan April waktu yang paling pas untuk liburan di sini, di musim semi suhu udara hampir sama dengan di Indonesia, sejuk walaupun cenderung kering dan tidak lembab. Suhu udara berkisar antara 20 derajat celcius sampai 30 derajat celcius.
"Kalo saja mas datang ke sini 2 bulan lalu ketika musim panas mencapai puncaknya tepatnya pada bulan Juni sampai September, suhu udara bisa mencapai 45 derajat celcius Mas . Dan di gurun bisa mencapai di atas 50 derajat celcius.
"Saat musim panas, suhu udara tidak pernah di bawah 30 derajat Mas. jika malam angin yang berhembus juga panas. Alhasil, AC akan senantiasa menyala sepanjang hari," urai Husain dalam bahasa inggris.
Abyan terheran. Kenapa Husain mengerti perkataannya? Bukannya tadi ia menggerutu menggunakan bahasa Indonesia?
"Husain memang bisa bahasa Indonesia. Dia tahu apa yang kita ucapkan tapi dia enggak bisa jawabnya kalo pake bahasa Indonesia, makannya dia jawab pake bahasa Inggris."
"Ohhh... gitu."
Sekedar info saja. Husain adalah anak dari imam Zaid Al-Hasim Bin Tawwabih. Dia pernah hidup di Indonesia enam bulan, jadi dia bisa sedikit berbahasa Indonesia. Lagian neneknya Jawa tulen asli Semarang.
Sekarang Husain, Fahrul, dan Abyan sudah duduk menghadap Sungai Nil. Warna jingga di langit berpamit pergi. Lampu-lampu kapal nan gedung-gedung penjakar langit serta lampu jembatan Sungai Nil yang terlihat dari kejauhan menambah kecantikan sungai itu.
"Jembatan itu adalah jembatan yang menghubungkan kota Cairo dengan kota Giza," jelas Husain menatap ke arah jembatan.
"Saya rasa Allah menciptakan sungai- sungai dengan penuh keindahan.l," kagum Fahrul.
"Saya pesankan makanan dulu," pamit Husain kemudian berlalu pergi.
"Keren banget ya Bang."
"Iya. Sungai Nil adalah daftar sungai yang ingin aku kunjungi."
"Emang selain Sungai Nil mana Bang? Sungai Ciliwung? "
"Dulu sungai ciliwung itu sebersih ini loh Yan. Jangan meremehkan seperti itu." Fahrul membela.
"Kok Abang tahu kalo Ciliwung pernah bersih?"
"Baca sejarah. Diceritain kakek juga sih, kakek abang kan veteran. Beliau pernah tinggal dekat Sungai Ciliwung. Sungai itu menjadi sumber air bersih di daerahnya. Kadang kakek saya berenang di sungai itu."
"Saya enggak suka sejarah Bang .Jadi, gak tahu begituan, kalo kakek-nenek cerita sejarah aja masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Masa lalu biarlah berlalu. "
"Malah nyanyi to Yan Yan." Fahrul menggelengkan kepala melihat kelakuan Abyan.
"Memang masa lalu itu biarlah berlaku, tapi sejarah mengajarkan kita bagaimana kita harus belajar kedepannya. Menjelaskan sebuah peradaban seperti Sungai Nil ini menjadi salah satu saksi peradaban Mesir Kuno."
"Buktinya apa Bang?"
"Jika kamu menaiki kapal pariwisata kamu akan diajak menyusuri sungai ini Yan. Ketika melewati Bendungan Aswan di sana peninggalan sejarah yang sangat menarik, Philae Temple namanya. Berusia hampir lima ribu tahun, kuil itu pernah dijadikan tempat pemujaan Dewi Isis.
"Ada juga Kuil Kom Ombo. Di sana kamu bisa menemui pemandangan yang sungguh unik, ada lebih dari 300 buaya yang telah jadi mumi."
"Abang tahu banget ya?"
"Sedikit. Saya pernah membaca sejarah Sungai Nil."
Dari kejauhan tampak Husain membawa loyang besar. Loyang besar itu berisikan 3 piring nasi dan 2 piring Firoh masywi, Firoh masywi adalah ayam panggang Mesir yang tidak jauh beda dengan ayam panggang orang Indonesia. Setelah 20 menit mereka berhasil membuat piring-piring ludes tak tersisa.
Usai makan Fahrul, Abyan, dan Husain menaiki perahu. Menunggu penuh mereka dihibur oleh beberapa wanita yang berjoget ditengah perahu, perut dan dadanya digetar-getarkan diiringi oleh lagu-lagu Arab yang cukup keras.
"Ke depan saja Sen. Aku risih lihat jogetan mereka."
"Ayo." Husain mengajak Fahrul dan Abyan ke bagian depan perahu untuk menghindari pandang itu.
Perahu mulai berjalan mengitari Sungai Nil. Sungguh indah Sungai Nil dimalam hari. Subhanaallah.
Fahrul menatap aliran Sungai Nil. Betapa kagumnya ia dengan slah satu sungai terpanjang di dunia itu. Aliran yang bermula dari negara Burundi, Ruwanda, Kenya, Zeire, Uganda, Etopia, Sudan dan berakhirnya di Mesir, tepatnya di daerah Ra'sul Barr Dumya. Sungai yang melewati 8 negara sekaligus.
Bidadariku semoga kelak Allah mengizinkan aku berdiri di sini bersamamu. Bersama dalam ikatan yang halal. Mata lelaki itu terpejam merasakan angin yang menerpa wajahnya. Betapa ia merindukan sang bidadari.
***
Siapa yang mau jado bidadari Bang Fahrul???
Mel~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top