{ 1 } Khitbah

Kamu adalah orang yang akan saya jadikan penenang dari mimpi buruk saya. Untuk itu berlatihlah sabar dari sekarang karena nanti saya akan banyak membangunkanmu untuk penenang mimpi buruk saya. Kamu adalah orang yang akan saya jadikan sandaran dari segala beban dan pikiran saya yang teramat berat. Untuk itu berlatihlah kuat dari sekarang karena nanti saya akan berlama-lama bercerita sambil bersandar ria dipundakmu. Kamu adalah orang yang akan saya jadikan pegangan saat saya hilang keseimbangan. Untuk itu, berlatihlah seimbang karena nanti saya akan banyak memegang tanganmu disetiap perjalanan. Disini saya juga berlatih segala hal yang akan melengkapimu. Ku doakan kita bertemu untuk waktu paling tepat. Ku jaga hatiku, kau jaga cintamu.

- Nilna FH -

Usai menulis surat untuk sang pangeran yang kini masih mengembara-jodoh-. Gadis bernama lengkap Anindya Shakila Azzahra itu menutup buku bersampul biru muda ke laci nakas samping tempat tidur.

"Alhamdulillah Ya Allah. Akhirnya Hari Jum'at juga." Riang seorang gadis dari dalam kamar mandi sambil berjingklak-jingklak.

"Alhamdulillah," sahut gadis disebelahnya. Kepalanya geleng-geleng melihat aksi jingkrak-jingkrak teman seperjuangannya itu.

Jum'at Mubarok. Hari jum'at adalah Hari tatkala Allah SWT menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga. Hari besar yang berulang setiap pekan. Hari dihapuskannya dosa-dosa. Hari paling utama di dunia. Hari Jum'at adalah hari terbaik.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabada, "Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at."

Keindahan senja sudah berlalu, suara adzan berderu-deru memuji asma Allah dzat Maha Segalanya. Beberapa manusia pergi menuju masjid untuk shalat berjamaah.

Empat orang gadis sibuk memakai mukena hendak ke masjid sebrang flat. Kemudian mereka bersama-sama menuju masjid yang hanya berjarak 50 meter.

Halaman masjid begitu luas. Terdapat kolam ikan melingkari taman masjid dan taman bunga di depan dan samping masjid. Teras masjid disangga 99 tiang besar bahan beton. 99 tiang itu bermakna jumlah Asma Allah. Pintu masjid dibuat seperti pintu-pintu ala Yunani kuno, jendelanya seperti bangunan Mesir kuno dan kubah seperti bangunan Taj Mahal di India. Perpaduan yang indah. Di samping pintu utama terhias indah ukiran kaligrafi surat Yasin, ayat kursi, dan asmaul husna.

Masjid Baitul Muta'alim selain untuk shalat juga digunakan untuk Perkumpulan Himpunan Mahasiswa Indonesia Kairo. Tepat di sisi kanan masjid berdiri kokoh gedung dua lantai. Itu adalah gedung Mahasiswa-Mahasiswi Indonesia. Kebetulan imam masjid di sana adalah Syekh Zaid Al-Hasim Bin Tawwabih, beliau adalah blasteran Indonesia-Mesir. Ibunya asli orang Semarang, dengan begitu beliau sangat mendukung kegiatan mahasiswa Indonesia di masjid ini.

Setelah shalat maghrib kaum hawa langsung memasuki majlis untuk tadarus bersama. Tadarusan biasa dipimpin istri imam masjid, Umu Hamzah. Para mahasiswi biasa memanggilnya Umi Hamzah.

"Mbak ... setelah mengaji mau langsung pulang ke kontrakan ndak?" tanya seorang gadis kepada Anin.

"Enggak. Aku mau konsultasi tentang Fiqih sama Ustadhah Hamzah. Kenapa?"

"Gak papa. Ya udah kalo mau konsultasi dulu. Enggak jadi deh Mbak," jawabnya hingga terlihat rentetan gigi putihnya. Nyengir.

"Pake rahasia-rahasiaan," balasnya seraya berlalu pergi.

***

Anin, Sarah, dan Farah duduk-duduk di samping ranjang sambil memakan snack ringan yang dibeli Sarah tadi sore.

"Mbak tadi Sarah ketemu Mas Azam lo," ucap Sarah kepada yang paling tua diantara mereka yaitu Anin.

"Loh terus mbak suruh ngapain?" Tanya Anin tak mengerti maksud Sarah.

"Alah Mbak ini pura-pura tidak tahu atau gimana?" Ujar Farah menggoda Anin.

"Mas Azam tambah ganteng lo Mbak. Malah akhir-akhir ini Sarah denger Mas Azzam udah selesai ngafalin Qur'annya." Tambah Sarah.

"Alhamdulillah dong kalau gitu."

"Lagian kenapa sih Mbak Anin nolak khitbahan Mas Azzam?" tanya Farah.

"Belum mantep," jawab Anin santai.

"Mas Azzam udah nunggu lo Mbak," goda Farah lagi.

"Iya lo Mbak. Mbak Anin sih, yang nunggu banyak Far." Sarah meng-iya-kan ucapan Farah dan tertawa ringan.

"Hus ... Udah kalian ini kerjaannya godain Mbak Anin terus, dasar anak kembar. Lihat tuh Mbak Anin nya malu," sahut Fatimah dari arah dapur. Tangannya membawa 4 cangkir berisi teh hangat.

Anin hanya mengetupkan bibir indahnya hingga berbentuk garis.

"Lho, apa Mbak Fatimah aja yang sama Mas Azzam?" Farah cengengesan.

"Alah. Godain mulu, bilang aja kamu yang suka sama Mas Azzam."

Terdengar ketawa renyah diantara mereka. Hanya Farah saja yang mengerucutkan bibir.

"Mbak Sarah," renggek Farah kepada Kakaknya. "Farah gak suka sama Mas Azzam. Mbak Sarah kayaknya yang suka dia. Mbak saya ini udah paket siap nikah," lanjutnya.

"Idih! Kok jadi ke aku? Aku gak suka sama Mas Azzam tapi kalo jodoh sih gak papa," jawab Sarah diikuti gelak tawa hingga menggema di ruangan berukuran 8×6 meter yang mereka tinggali.

Mereka tertawa bersama tampak pancaran wajah cantik bidadari surga. Wanita shalehah yang menjadi perhiasan sebaik-baik dunia.

"Mbak tadi konsultasi sama Ustazah tentang apa?" tanya Fatimah kepada Anin.

Tring ... Tring .... Tring ...

Suara telepon kontrakan membuat Anin mengurungkan niat untuk menjawab pertanyaan Fatimah.

"Farah aja yang ngangkat siapa tahu itu Umi." Farah berlari mengangkat telepon. Tidak mau didahului mengangkat telepon.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam ... Ini siapa ya?"

"Ini Aila, Mbak. Ini Mbak Farah kan? Mbak Aninnya ada, Mbak?"

"Owalah Aila aku kira umiku hehe ... Iya ada, aku panggilin dulu ya."

"Mbak Anin, telepon dari Aila." Farah kembali ke ruang tengah. Anin beranjak dari duduknya lalu menempelkan ganggang telepon ke telinga kanan.

"Assalamualaikum, Dek."

"Waalaikumsalam ... Mbak Anin, Aila kangen sama Mbak. Ibu dan Bapak juga. Mbak Anin jadi pulang bulan depan kan?"

Anin mengelum bibirnya yang mulai kering. "Mbak Anin juga kangen sama kalian. Insyaallah Dek, kalo gak ada halangan mbak pulang bulan depan. Oh iya, ini kan malam Jum'at, kamu sudah baca surat Al-Kahfi belum? Biasanyakan kamu kelupaan."

"Belum Mbak hehe ...." Ada nada ketakutan disana.

"Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum'at, dia akan disinari cahaya diantara dua Jum'at. ingat hadist itu?"

"Iya iya Mbak. Ibu mau ngomong sama Mbak Anin. Aila mau baca surat Al-Kahfi dulu."

Tidak cukup lama suara pemilik surga di telapak kaki itu tertangkap oleh indera pendengar Anin. "Assalamualaikum Nduk. Bagaimana keadaanmu?"

"Waalaikumsalam Bu. Alhamdulillah Anin baik-baik saja. Ibu, bapak, Aila sehat kan?"

"Iya, Nduk."

Anin mengucap syukur dengan mengucapkan hamdalah. Allah selalu menjaga keluarganya dan memberikan kenikmatan sehat kepada mereka. Nikmat yang orang lain sering lalai dan lupa.

"Nduk ...." Ibunya memanggil dengan lembut. Suaranya memang sudah tidak sejernih dulu karena usia. Namun, suara itu tetap terasa damai dihati Anin.

"Iya, Bu."

"Minggu lalu Kyai Husain menghitbahmu untuk anaknya."

Gadis itu tidak langsung menjawab. Mendadak bibirnya enggan bergerak. "Anin belum bisa, Bu."

"Kenapa Nduk? Kamu nunggu apa lagi? Umurmu itu sudah 24 tahun sudah pantas menikah. Enggak baik Nduk melajang lama-lama. Kalo takut impianmu gagal gagara menikah itu hanya alasan yang tidak tepat untuk sekarang. Bukankah meraih impian berdua itu lebih indah? Jika kamu menikah dengan putranya kamu akan tinggal di pondok pesantren Kyai Husain. Kamu bisa membagi ilmu yang sudah kamu dapatkan di Kairo."

"Iya Bu, Anin tahu. Tapi Anin belum siap. Sampaikan permintaan maaf Anin untuk Abah Husain sekeluar-"

Ibu Anin memotong, "Kemarin anak Pak Lurah yang baik, taat ibadah, seorang dokter kamu tolak. Apa yang ini kamu menolaknya lagi Nduk?"

"Maaf, Bu."

"Nduk, anaknya kyai Husain itu sudah tahu biodatamu, dia mantap ingin mengkhitbahmu. Anak Kyai Husain adalah anak yang baik Nduk, taat ibadah, sudah mapan, hafal Al-qur'an. Ibu sama bapak tidak enak menolaknya. Ibu harap Anin menerima. kamu bisa taaruf dulu kalo ndak cocok ndak diterusin gak papa."

"Bu An-" Anin masih ingin berkilah tapi dipotong lagi oleh sang ibu.

"Ibu sama bapak mohon sama Anin, yang ini kamu menerimanya. Taaruf dulu ndak papa nduk ... Anin mau cari yang gimana lagi? Jangan mencari yang sempurna nduk. Tidak akan menikah kalau begitu. Kamu pernah mendengar kisah dua orang pemuda yang mencari ranting kan?"

Ibu mengingatkan Anin kepada sebuah cerita. Ada seorang bapak menyuruh kedua anak lelakinya mencari ranting di hutan dengan syarat membawa satu ranting yang menurutnya paling baik tanpa menggantinya hingga keluar hutan. Anak pertama tidak pernah mengambil ranting karena ia takut di depan masih ada ranting yang lebih bagus. Ia terus berjalan, hingga keluar hutan ia tidak menemukan ranting yang lebih baik dari ranting yang ia temui pertama. Lelaki itu pun keluar hutan dengan tangan kosong. Sementara lelaki kedua membawa ranting yang biasa-biasa saja. Si lelaki pertama berkata kalau sebenarnya ia menemukan ranting lebih bagus daripada ranting yang lelaki kedua bawa. Sang bapak pun bertanya kepada lelaki kedua, kenapa ia mengambil ranting yang biasa-biasa saja. Kemudian lelaki itu menjawab, '
Aku suka dengan ranting ini sejak pertama kali aku menemukannya. Karena sejak awal suka aku mengambil ranting ini, seiring waktu berjalan muncullah rasa sayangku pada ranting ini, sehingga aku tidak mampu menggantikannya dengan ranting yang jauh lebih baik daripada yang aku temukan. Hingga akhirnya aku keluar dari hutan bersama ranting ini.'

Rasa suka akan bermetamorfosa dengan sendirinya seiring berjalannya waktu bersama. Kalau kata orang jawa, witing trisna jalaran saka kulina-cinta berawal karena terbiasa-.

"Bukan begitu Bu."

"Anin ... Ibu sama bapak ini sudah tua. Ibu ingin kamu menikah sebelum Allah mengambil nyawa ibumu atau bapakamu. Ibu minta kamu taaruf dulu. Ya? Ibu sama bapak mohon."

Anin benar-benar tidak bisa berkutik jika sang ibu sudah sampai memohon. "Anin coba ya Bu."

"Iya Nduk. Ibu tutup dulu. Ibumu dan bapakmu selalu ingin yang terbaik untukmu Nduk. Tidak ada orang tua yang ingin menyesatkan anaknya. Assalamuakaikum ...."

"Iya Bu.Waalaikumsalam."

Sambunganpun terputus.

Anin berjalan mengambil air wudhu. Pikirannya sangan risau. Jujur, dia belum siap untuk menjalin hubungan pernikahan tetapi mendengar ibunya memohon seperti itu ia sungguh tidak tega. Baru kali ini ibunya memohon kepada Anin tentang menerima khitbahan. Sebelum-sebelumnya ibu selalu menerima alasan Anin. Mungkin karena ini Khitbahan kyai besar. Apalagi kyai itu adalah pengasuh pondok pesantren Anin ketika duduk di bangku MTS dan MA. Tentu ibu sudah mengenal baik keluarganya.

Melihat Anin berjalan guntai setelah memerima telepon. Farah, Sarah, dan Fatimah saling bertatapan satu sama lain. Kebingungan dengan sikap Anin yang tampak kusut. Gadis itu berjalan mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat.

***
I

ni adalah cerita lama yang aku publish lagi. Masukin perpustakaan pribadi dulu yaa...

Salam caem
Mel~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top